Somewhere over the rainbow, skies are blue.
And the dreams that you dare to dream, really do came true.[Judy Garland-Over The Rainbow]
Freen melirik kesamping, tempat Becca tampak sedang asik menggambar pada buku sketsa nya. Rambutnya yg coklat dan halus tergerai menutupi wajahnya, membuat Freen mati-matian menahan keinginan untuk menyelipkan rambut itu kebelakang telinganya. Sudah beberapa hari ini Becca menepati janji yg dia buat sendiri untuk menghabiskan jam istirahat di perpustakaan. Sebenarnya, Freen merasa risih, setiap kali gadis itu memperhatikannya. Namun, pada saat-saat seperti ini, saat dia sibuk dengan dunianya sendiri, gadis itu selalu terlihat menyenangkan.
Semenjak Becca ada disini, Freen tak pernah lagi bisa berkonsentrasi pada bukunya. Ketika dia sudah mulai bisa mencerna satu paragraf, satu gerakan remeh dari gadis itu membuat fokusnya buyar begitu saja. Sekarang, Freen sedang mencoba metode baru untuk berkonsentrasi. Dia berusaha menghipnotis dirinya sendiri, bahwa dia sedang berada di atas rakit di tengah lautan. Tak ada siapa pun, hanya dia, dan bukunya, dan laut terbentang. Freen menarik nafas panjang, tetapi alih-alih aroma laut, dia malah mencium aroma sampo Becca.
Freen bangkit, tak tahan lagi. Dia harus mencari tempat baru kalau tidak mau berakhir gila.
"Mau ke mana?" tanya Becca bingung.
"Cari buku lain," Freen beralasan. Terakhir kali saat dia hendak mencari tempat lain, Becca mengikutinya. Jadi sekarang, dia harus berbohong supaya bisa lepas dari gadis itu.
Becca yg percaya hanya mengangguk dan meneruskan sketsa gaun malamnya. Dia berharap sketsa gaun itu bisa selesai sebelum hari ulang tahun Ibunya.
Freen sendiri sudah buru-buru melangkah ke rak paling belakang. Rak paling belakang adalah buku-buku yg berisi tentang politik dan demokrasi. Tak ada seorangpun mau kesana walaupun hanya sekedar lewat. Sambil menghela nafas lega, Freen duduk dilantai yg sejuk. Bukannya dia tidak suka berada di samping Becca, tetapi entah mengapa rasanya berat. Seperti sedang berusaha menentang badai. Freen ada disekolah ini bukan untuk bermain-main. Dia ada disini hanya untuk satu tujuan, membuktikan pada mereka semua bahwa orang miskin tidak untuk diremehkan. Freen tidak akan membiarkan penghalang mana pun muncul dijalannya. Dan, itu termasuk Becca.
******
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua siswa serempak bersorak gembira, melepas penat selama pelajaran pada jam terakhir tadi. Becca sedang meregangkan tangan yg terasa kaku saat seseorang menyenggolnya. Dia menoleh, lalu mendapati Freen berdiri di sampingnya. Senyum Becca langsung terkembang.
"Langsung pulang?"
Freen mengangguk singkat, lalu meneruskan langkah menuju pintu sebelum Becca sempat bertanya lagi. Becca hanya menatap punggungnya, tidak mengerti mengapa gadis itu seperti menghindarinya. Tadi, saat di perpustakaan, Freen pun menghilang dan meninggalkannya begitu saja.
"Ayo, Becc"
Suara Lisa menyadarkan Becca. Becca mengangguk, lalu meraih tas dan mengikuti Lisa ke luar kelas. Mereka baru keluar koridor kelas dua belas saat Becca melihat sosok Freen, berjalan keluar koridor kantin bersama seorang wanita yg tidak pernah dilihatnya. Perasaan aneh menelusup kedalam hatinya, membuat langkah nya terhenti. Lisa yg merasakan Becca menghentikan langkahnya ikut berhenti dan berbalik.
"Ada apa, Becc?"
Alih-alih menjawab, Becca malah menatap kosong kesuatu arah. Lisa mengikuti arah pandangnya. Freen dan Jenny tampak sedang jalan ke arah mereka, asik membahas sesuatu. Freen membawa keranjang roti Jenny yg sudah kosong.
Freen dan Jenny baru menyadari kehadiran Lisa dan Becca saat mereka sudah berjarak beberapa meter saja dari satu sama lain. Freen dan Jenny berhenti melangkah, lalu balas menatap Lisa dan Becca bingung.
"Siapa?"
Becca menanyakannya sambil menatap Jenny yg segera salah tingkah. Karna Jenny tak langsung menjawab, Becca mengalihkan pandangannya kepada Freen, seperti meminta penjelasan.
Freen sendiri balas menatap Becca yg bingung, lalu melirik Lisa yg tampak lebih tertarik pada adiknya. Sebenarnya, Freen tak harus menjawab pertanyaan itu. Namun, entah mengapa, mendengar nada suara Becca membuatnya jadi merasa harus menjawabnya. Rasanya seperti seorang tuan putri sudah bertitah, dan dia sebagai jelata harus menjawabnya.
"Adikku," jawab Freen akhirnya, membuat mata coklat Becca melebar.
Jenny buru-buru tersenyum gugup, sudut matanya mengawasi Lisa yg masih menatapnya.
"Aku Jenny. Adiknya Freen."
"Hallo," sapa Becca, terdengar jauh lebih hangat. Dia lantas menatap Freen.
"Kamu tidak pernah memberitahuku kalau punya adik,"
"Kenapa aku harus memberitahumu?" gumam Freen tak habis fikir, tetapi Becca sudah kembali menatap Jenny.
"Ayo Jenny, kita harus pulang." ajak Freen tak tahan lagi.
"Apa itu?" tanya Becca, mengurungkan niat Freen untuk pergi. Becca menunjuk keranjang yg dibawa Freen.
"Keranjang roti. Setiap hari, kami titip roti ke Kelly." Jenny membantu Freen menjawab karna sepertinya kakaknya itu tidak tampak berminat. Becca hanya mengangguk-angguk.
"Sepertinya berat," gumam Becca.
Mata Becca masih tertancap pada keranjang itu. Detik berikutnya, dia seperti mendapat pencerahan. Dia menoleh kepada Lisa.
"Lisa! Kita antar mereka pulang saja, bagaimana?"
"Tidak usah!" potong Freen sebelum Lisa sempat menyanggupi. Baik Lisa maupun Becca sekarang menatapnya bingung.
"Kenapa?" tanya Becca.
Freen mengangkat keranjang nya dengan satu tangan.
"Tidak berat, oke? Ayo, Jenny."
Tanpa mengindahkan Becca yg menatap nya kecewa, Freen melangkah pergi. Jenny menatap Becca dan Lisa ragu, lalu membungkuk minta diri dan mengekor kakaknya.
Becca menatap punggung Freen dan Jenny hingga mereka menghilang dibalik gerbang, lalu menghela nafas. Lagi-lagi Freen seperti menghindarinya.
Apa dia sudah melakukan kesalahan? Becca sama sekali tak mengerti.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU (END)
RomanceSuatu hari dalam hidupku, kamu dan aku bertemu. Masih jelas di ingatanku sosokmu yg memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karna malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. Kam...