BAB 14

2.2K 244 8
                                    

We can't live at the same time without trivial fights.
If can' be honest, then rapture and sorrow are meaningless.

[Remioromen--Snow Powder]







Pagi ini, Becca dan Lisa memasuki sekolah dengan langkah berat. Seperti biasa, semua orang menatap mereka dan berbisik, tetapi kali ini dengan konsten yg sama sekali berbeda. Jika dulu tatapan dan bisikan itu berupa kekaguman dan pujian, sekarang tatapan itu terasa mencemooh, dan bisikan yg keluar merupakan ejekan.



"Lihat, tuan putri yg tidak bisa olahraga datang."



"Iya, baru olahraga lima menit saja sudah drama."



Becca menundukkan kepala, bisa mendengar dengan jelas kata-kata itu. Mungkin mereka sengaja mengeraskan suara agar dia bisa mendengarnya.



"Lisa juga, bukankah dia berkencan dengan Jenny? Kenapa dia masih mengurusi Becca? Lucu sekali."



Lisa menghela napas. Dia sudah menduga akan menjadi bulan-bulanan sekolahnya, jadi dia tidak heran. Dia bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Namun, sepertinya tidak demikian dengan Becca.



"Dia juga menggendong Becca di depan mata Freen! Kasihan sekali Freen."



"Freen terlihat seperti orang bodoh."



Langkah Becca sekarang terasa semakin berat. Lututnya yg masih terasa sakit sekarang seperti di tusuk ribuan jarum. Dia merasa seperti putri duyung yg tak seharusnya menjejak bumi dan tetap berada di laut yg sepi.



Tak lama kemudian, Lisa dan Becca sampai di kelas yg segera senyap. Becca bisa melihat tatapan teman-teman sekelasnya yg memojokkan. Tatapan Becca pun akhirnya bertemu dengan Friska.



"Pagi, Friska."



Alih-alih menjawab sapaan itu, Friska menatap Becca tajam.



"Sudah baikan?"



Senyum segera terkembang di wajah Becca.



"Sudah."



"Bagus, lah. Lain kali tidak usah ikut olahragi lagi. Menyusahkan saja."



Mata Becca melebar. Selama beberapa saat, Becca membatu di depan bangku Friska, berusah untuk mengingat bagaimana cara bernapas dengan normal.



"Maaf, kalau aku menyusahkan."



"Saat olahraga kemarin, aku...benar-benar senang." Becca memaksakan senyum, berusaha untuk tidak menangis.



"Aku...tidak akan ikut olahraga lagi."



Selama beberapa saat, kelas terasa hening. Semua orang sibuk menatap Becca yg berdiri canggung dengan tubuh bergetar.



"Selamat pagi anak-anak!"



Saint memasuki kelas dengan ceria, tetapi segera bingung saat menyadari suasana kelas yg terlalu sepi. Tanpa harus melihay, Saint tahu siapa yg sedang menjadi pusat perhatian. Dia sudah mendengar tentang kejadian di lapangan beberapa hari lalu.



"Ayo semua duduk! Pelajaran akan segera dimulai!"



Walaupun enggan, Becca melangkah ke bangkunya kemudian duduk.



Becca menatap kosong mejanya yg putih bersih, hampir tak mendengar kata-kata saint. Kata-kata Friska tadi benar-benar menancap dihatinya. Sebelum pelajaran olahraga kemarin, Becca selalu berusaha untuk menjadi kasat mata. Tak tersentuh. Namun, saat dia ingij mencoba untuk menjadi normal, dia malah menjadi beban. Dia menyusahkan orang-orang.



I FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang