BAB 10

2.4K 259 8
                                    

We each listened to our hearts beating to different tempos.
As if things were meant to be this way from the start.

[Mr. Children-Proof]





Selama beberapa hari ini, Becca dan Lisa memiliki kesibukan masing-masing. Becca asik mendapat mendapat pengetahuan baru dari Freen di perpustakaan, sementara Lisa sibuk menonton Jenny latihan memanah. Jika biasanya mereka jarang mengobrol saat dalam perjalanan menuju sekolah, sekarang mereka berlomba-lomba bercerita. Becca menceritakan bagaimana alam semesta tercipta, sementara Lisa tentang cara penjurian olahraga panahan.



Sekarang, saat bel istirahat berbunyi nyaring, keduanya tampak terlalu bersemangat. Becca membereskan buku-bukunya dengan terburu-buru, lalu membalik badan.



"Ayo," ajak Becca dengan wajah berseri, sementara Freen menatap nya datar.



Setelah Becca menarik tangannya, Freen pun bangkit dengan ogah-ogahan, anak-anak di kelas mereka melihat pemandangan itu dengan takjub. Bahkan, Lisa tampak tidak keberatan dan mengikuti mereka beberapa langkah dari belakang. Dan kalau biasanya setelah Becca masuk Lisa menunggu di depan perpustakaan, sekarang dia lebih sering berada di lapangan belakang sekolah.



Freen mengikuti Becca menuju rak astronomi sambil menatap tangannya yg tergandeng erat. Selama beberapa hari ini, gadis itu selalu ada di sampingnya, mendengarkan dengan seksama pengetahuan yg dia dapat dari buku. Freen merasa menjadi semacam penerjemah bahasa tulisan ke dalam bahasa lisan. Awalnya Freen memang merasa di berdayakan, tetapi akhir-akhir ini, dia melakukannya dengan sukarela. Seperti sudah ikhlas dan hal itu membuatnya nyaman. Terkadang Freen juga merasa bangga bisa memamerkan pengetahuannya yg luas.



"Hari ini belajar apa? Astronomi lagi? Atau sejarah?" tanya Becca, menyadarkan Freen.



Freen menggaruk kepalanya yg tak gatal, lalu melangkah ke sebuah rak. Dia sudah tak punya ide, pengetahuan apa lagi yg harus dia tanam ke kepala gadis itu.



"Freen, kamu tahu soal mereka?"



Freen memutar kepala, lalu melihat buku di tangan Becca. Seri mamalia. Entah bagaimana gadis itu bisa menemukannya.



"Sedikit," jawab Freen, membuat senyum Becca mengembang.



"Apa yg kamu tidak tahu?" Becca berkata kagum, lalu segera duduk dan menepuk lantai di sebelahnya.



"Ayo duduk."



Sambil menghela nafas, Freen duduk di sampingnya. Walaupun sedikit enggan, entah mengapa Freen juga ingin melakukannya. Dia ingin Becca tahu lebih banyak. Dia tak ingin Becca terlihat bodoh.



Detik berikutnya, Freen mendengus, geli dengan pikirannya sendiri. Mengapa dia harus melakukannya? Mengapa dia tak ingin Becca terlihat bodoh? Bukankah itu justru menyenangkan, melihat orang kaya, tetapi bodoh?



Alis Becca terangkat.



"Ada apa?"



"Kamu....pernah berfikir tidak, kalau Tuhan itu adil?" tanya Freen tiba-tiba, membuat Becca mengerjap.



Becca tersenyum, lalu mengangguk.



"Pernah. Buktinya, Tuhan menciptakan kamu. Kamu miskin, tapi sangat pintar."



"Tepat sekali. Dan, kamu sebaliknya." Freen menempelkan telunjuknya pada dahi Becca.



Becca mengelus dahi yg tadi diketuk Freen, lalu tersenyum sama sekali tak terlihat tersinggung. Freen sendiri sedang berfikir apa yg membuatnya melakukannya. Apa mungkin dia merasa sudah terlalu nyaman hingga berani menyentuh gadis ini?



I FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang