BAB 8 II

2.4K 245 13
                                    

"Ini....toko bukunya?"



Becca turun dari taksi dan mengikuti Freen dengan penuh ketakjuban. Saat Freen mengatakan hendak membeli buku, Becca berfikir tentang sebuah toko buku di tengah kota yg luas dan bertingkat, bukannya lapak-lapak disamping terminal seperti ini.



"Ini namanya pasar buku bekas. Buku-buku yg dijual adalah buku bekas." jelas Freen sambil melangkah masuk ke salah satu lapak, mengamati buku-buku yg terpajang.



Becca mengangguk-ngangguk sambil menatap tumpukan komik bekas yg menggunung. Kalau Lisa ikut kesini, mungkin dia bisa bersin-bersin sampai dua hari. Takut akan kemungkinan itu, Becca mundur teratur dan memperhatikan Freen dari luar lapak.



Selama hampir lima belas menit, Becca menunggu Freen diluar lapak sambil memperhatikan sekitar. Dia sibuk mengamati para pedagang buku, penjual tas, penjual makanan, kondektur bus dan para pengamen bekerja keras. Jadi, rupanya seperti ini orang-orang miskin berusaha?



Ingatan Becca melayang pada seseorang yg meninggalkannya belasan tahun lalu. Tidak bisakah orang itu bekerja seperti ini demi dirinya? Mengapa orang itu meninggalkannya dengan alasan kemiskinan?



Freen melangkah keluar toko dan menarik tangan Becca pergi dari sana. Becca patuh mengikuti Freen menuju jalan besar. Terik matahari menyengat kulitnya hingga kepalanya terasa sedikit pusing.



"Sudah beli bukunya? Ayo panggil taksi," ajak Becca sambil menyetop sebuah taksi yg lewat.



Walaupun enggan, Freen mengikuti Becca masuk ke taksi yg sejuk. Seumur hidup, Freen hanya pernah naik taksi dua kali. Sekali saat dia dan Becca tadi kesini, sekali lagi tiga tahun yg lalu, saat dia dan Jenny harus kerumah sakit begitu mendengar kabar kedua orang tua mereka mengalami kecelakaan. Tanpa sadar, geraham Freen sudah merapat, tangannya pun terkepal keras. Naik taksi ini mengingatkannya pada banyak hal. Seharusnya, dia tidak menuruti Becca dan naik angkutan umum seperti biasa.



"Kamu kenapa?"



Suara Becca yg lembut membuyarkan lamunan. Freen menoleh, lalu mendapati mata bulat Becca hanya berjarak tiga puluh senti dari matanya. Freen segera mengalihkan pandangan, dan tepat pada saat itu lah, dia melihat angka pada argo taksi.



"Hm?" gumam Freen sambil mencondongkan badan ke depan, takut salah lihat. Namun, argo itu memang menunjukkan angka yg tidak masuk akal. Freen lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan terperangah.



"Dimana kita?"



Mereka memang sedang berada di daerah yg tidak dikenal Freen. Freen segera menoleh kepada Becca, tetapi gadis itu mengedikkan bahu, sepertinya tidak tahu-menahu. Freen mendecak, lalu menghela nafas. Sopir taksi ini rupanya sedang menipu dengan membawa mereka berkeliling.



Freen menepuk pundak sang sopir.



"Berhenti disini,"



Becca melotot, lalu menatap sekeliling.



"Disini?"



Walaupun tampak enggan, sang sopir akhirnya menghentikan taksi di sisi danau. Freen membayarnya dan segera keluar diikuti Becca yg masih tampak bingung.



"Freen, ini dimana?" tanya Becca sambil menatap danau yg keruh.



"Rumahmu di dekat sini?"



"Masih jauh," Freen menjawab tak acuh sambil memperhatikan bus yg lewat, berusaha membuat rute perjalan dalam otaknya.



Becca mengalihkan pandangan dari danau yg berwarna coklat untuk menatap Freen.



I FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang