BAB 25

6.2K 382 70
                                    

If I only knew how to reach you,
I'd grab your hand and take you where you belong.
Here inside my arms.

[David Choi--Something to Believe]



"That's it for today. I'll see you again tomorrow."


Para mahasiswa Columbia University jurusan Ilmu Komputer segera bangkit begitu Profesor Jenkins menutup kelas hari ini. Freen sendiri segera membereskan buku, lalu menyusul pria tua dengan wajah penuh noda kecoklatan itu.



"Professor," panggil Freen, berhasil membuat Profesor Jenkins menoleh.



"About the scholarship..."



"You're going to get it. I've already written the recommendations." Profesor Jenkins menepuk bahu Freen, sudut bibirnya yg keriput tertarik ke atas.



"You deserve it."



Mata Freen segera melebar.



"Thank you, Professor! I really do!"



Profesor Jenkins melambai, lalu kembali melangkah renta di antara para mahasiswa. Freen menatap punggung itu hingga menghilang di balik koridor, lalu menghela napas lega.



Setelah hampir setahun mengikuti program pertukaran pelajar, Freen akhirnya mendapatkan jalan terang bagi masa depannya. Profesor Jenkins menulis surat rekomendasi secara pribadi untuk beasiswa program master-nya nanti di universitas ini.



Tiga tahu lalu, saat Freen masuk ke kampus impiannya, dia mengetahui bahwa donatur yg membuatnya kembali mendapatkan beasiswa itu tak lain adalah Tn Armstrong. Dari Lisa, Freen juga tahu bahwa Becca lah yg khusus meminta Ayahnya untuk memberi beasiswa itu setelah dia sadar dari koma.



Dari sana, Freen memiliki tekad baru. Dia merencanakan kembali masa depannya. Dia akan memastikan diri untuk masuk ke program pertukaran pelajaran ke Amerika, dan saat berada di sini, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari beasiswa untuk program master-nya. Dan hari ini, dia sudah semakin dekat dengan masa depan yg dia inginkan itu.



"Freen!"



Freen menoleh, lalu mendapati Amber, teman satu kamarnya sedang melangkah ke arahnya sambil menenteng tas gitar. Jurusan musik yg sedang digelutinya membuat penampilannya tampak jauh berbeda dengan Freen.



"Finally, long weekend! What are you up to? tanya Amber.



"I heard Kev is having a party..."



"Sorry, Amb. I've got a date," potong Freen, membuat Amber melotot.



"You've got WHAT? With who?" seru Amber, merasa dikhianati.



Selama ini, Freen tak pernah terlihat bersama siapa pun. Dia selalu berada di kamarnya, mengutak-atik komputer dengan buku-buku tebal berserak di atas meja. Dia pun tak pernah mau di ajak keluar bahkan hanya untuk menonton pertandingan baseball.



Freen tak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya tersenyum, kepalanya sudah dipenuhi oleh rencana liburan Thanksgiving yg sudah dibuatnya berbulan-bulan lalu.



Satu langkah lagi menuju masa depannya yg sempurna.



*****



Freen menatap gedung minimalis berdinding kaca bertuliskan 'Parsons the New School for Design'. Akhirnya, dia berhasil mengumpulkan keberanian untuk datang ke sini, ke tempat di mana orang yg dia sayangi berada. Freen memperhatikan anak-anak muda New York yg tampak asik mengobrol di depan kampus itu. Mereka terlihat sangat stylish, seperti siap untuk menjadi calon-calon penerus Donna Karan dan teman-temannya.



I FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang