Sebuah Anugerah?

842 105 7
                                    

"Ugh...tamatlah riwayatku."

Ia baru saja mengeluarkan desahan tak diinginkan ketika Alhaitham menyentuh kulit sensitif milik Kaveh.

Mereka kini duduk bersamaan didalam bak mandi yang hanya cukup menampung 2 orang saja. Alhaitham masih mengenakan pakaian yang sejak malam ia kenakan hingga berakhir disini. Sedangkan Kaveh, tak ada sehelai kain pun menutupi tubuhnya yang terdapat memar di beberapa bagian, ia hanya berlapiskan celana dalam.

Posisi Kaveh sedang membelakangi Alhaitham, membiarkan pria berambut perak itu memijat pundaknya. Pria yang berada di belakang dirinya sekilas membelai rambut pirang yang tersurai, mencium helaian rambut Kaveh bagaikan barang yang berharga, atau memang kenyataannya Kaveh adalah seseorang yang berharga menurut dirinya. Ia kemudian mengikat rambut Kaveh yang tersurai agar tidak terkena remasan tangan Alhaitham. Itu juga berguna untuk mempermudah gerak pijatan.

"Rambutmu sudah tumbuh panjang sejak kejadian itu." Alhaitham bergumam.

"...Apa? Kejadian?" Kaveh terlihat heran. Ia tidak mengingat kejadian apa yang Alhaitham maksud.

"...Tidak, tidak ada."

Kaveh melihat wajah Alhaitham melalui pantulan refleksi cermin yang berhadapan dengan dirinya, ia sedang tersenyum tipis menatap tubuh telanjang Kaveh dari atas sampai bawah.

"Berhenti menatapku seperti itu, kau terlihat seperti orang cabul." Wajah Kaveh memerah ia mencoba menutupinya, Alhaitham tetap bisa mengetahui karena daun telinga Kaveh juga ikut memerah.
"Manis." Itulah yang pertama kali Alhaitham pikirkan ketika ia melihat reaksi sang "kekasih."

Alhaitham menyeringai beberapa saat, namun wajah datarnya kembali lagi seperti semula.

"Bagaimana dengan kondisi tubuhmu? Apakah masih terasa sakit? Aku akan mengantarkanmu ke Dokter jika kau mau." Nampak ekspresi di wajah Alhaitham masih terlihat datar, tetapi tertanam di lubuk hatinya ia merasa khawatir kepada "pasangannya."

"Tidak, jangan terlalu mengkhawatirkanku. Aku bisa menjaga diriku sendiri."
Ucapan Kaveh membuat Alhaitham menajamkan tatapan mata hijau keemasan miliknya.

"Kalau saat malam itu aku tidak datang untuk menyelamatkanmu, kau mungkin sudah dihamili oleh Eremite brengsek itu."

"Ugh... iya-iya aku berbalas budi pada- HAH?! DIHAMILI?!" Kaveh membalikkan tubuhnya ke arah sumber suara. Ia terlihat seakan-akan tidak percaya dengan omongan Alhaitham.

"Kau ini bercanda kan?! Aku punya batang sama seperti dirimu! Aku ini adalah seorang pria! P-R-I-A! Apakah aku perlu mengeja nya lagi untukmu seperti mengajar anak TK?!"
Kaveh tersulut emosi, menatap Alhaitham yang masih terlihat datar wajahnya tidak berubah sejak tadi. Terkejut, ketakutan, atau macam-macam ekspresi apapun itu, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh reaksi Kaveh.

"Tidak peduli kau memiliki batang dan kau adalah seorang laki-laki, kau tetap bisa hamil. Tubuhmu itu spesial, Kaveh." Alhaitham meletakkan kedua tangannya di pundak Kaveh. Tulang selangka milik Kaveh terlihat sangat indah dipandang. Air keringat mengalir diantara belahan dadanya.

"Omong kosong! Aku bukan seorang transgender! Kita ini berada di dunia nyata, bukan cerita-cerita khayalan belaka! Kau ini masih bermimpi ya?!Apakah aku perlu mencubitmu agar kau terbangun?!" Kini Kaveh mencoba menerangkan berbagai alasan mengapa ia tidak akan pernah bisa hamil.

Alhaitham menarik napasnya panjang-panjang.
"Coba pikirkan, tubuhmu itu sangat sensitif terhadap sentuhan. Beda dengan tubuh pria pada umumnya. Ditambah lagi-"

Kaveh menyelak ucapan Alhaitham yang belum selesai menjelaskan.
"Ha! Siapa kau yang sok lebih paham mengenai tubuhku ini?! Inikan tubuhku, bukan tubuhmu. Aku lah yang tinggal didalam tubuh ini! Jelas-jelas aku lebih mengerti semua hal tentang tubuhku!"

Setelah selesai dengan ocehannya itu, Alhaitham kemudian melanjutkan.
"Jangan gegabah. Bukankah barusan kau mengeluarkan suara erotis saat aku menyentuh tubuhmu? Padahal itu hanya sentuhan biasa. Dan aku menyentuhmu di area yang wajarnya dianggap bukan area sensitif."

"Aku hanya terkejut! Bukan-"
Alhaitham merasa ia sudah terlalu banyak memakan omongan Kaveh. Telinganya benar-benar kenyang, terlalu kenyang sehingga rasanya gendang telinga miliknya ingin meledak mendengar suara pria yang terus-terusan membantah dengan intonasi suara yang tinggi.

Tiba-tiba ia mendorong tubuh pria didepannya hingga bersandar di ujung bak mandi. Gerakan Alhaitham yang secara tiba-tiba itu membuat bak mandi berdecit.

"Nampaknya perkataanku tidak dapat memecahkan kepalamu yang keras seperti batu. Kau tidak akan tahu kebenarannya jika kau belum pernah berhubungan seksual dengan siapapun."
Alhaitham mendekatkan wajah nya ke Kaveh, menyentuh dagu pria yang sedang ia sudutkan menggunakan tangan kanannya. Kaveh dapat merasakan napas hangat Alhaitham yang menerpa wajahnya. Ia semakin mendekat dan terus mendekat hingga bidang dada mereka bersentuhan. Jantung Kaveh berdegup kencang ketika pria yang menyudutkannya semakin mendekat ke wajah miliknya hingga bibir mereka hampir bersentuhan.

Lalu Alhaitham berbisik ke salah satu telinga Kaveh dengan nada yang lembut.

"Apakah penjelasanku masih kurang cukup hingga membuatmu belum paham juga?" Ia menghela napas.

"Baiklah...maka dari itu, izinkan aku menunjukkannya langsung padamu, senior."


Sol y Luna [HaiKaveh]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang