Bintang Jatuh.

706 85 17
                                    

Mereka memiliki beberapa masalah yang menghambat mereka untuk pergi ke Pardis Dhyai. Mulai dari tangan Kaveh yang tersayat akibat pecahan miniatur bulan, penggemar Alhaitham yang menghadang mereka untuk jalan keluar dari teater Zubayr hanya untuk memberikan hadiah berupa barang-barang mahal sebagai tanda selamat, lalu Alhaitham yang dipanggil oleh pihak Akademiya untuk mengurus beberapa dokumen.

Mereka beristirahat di gazebo besar yang berdiri kokoh disana. Hari sudah berganti malam. Bulan purnama memancarkan cahaya yang indah di tengah-tengah malam yang gelap. Langit dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelip.

benda-benda luar angkasa yang hadir bersinar di langit malam begitu indah. Dan ketika bulan purnama, ia dapat memancarkan cahaya indah yang menerangi dunia. Pancaran halusnya menenangkan dunia. Pada tengah malam saat ia paling terang dan terindah, melihatnya dapat membuat seseorang merasa damai dan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Tersapu angin dingin sambil menatap bulan, dikelilingi alam dan keindahan di sekitar gazebo, menjadi pengalaman yang merendahkan dan menakjubkan yang mengingatkan mereka akan luasnya alam semesta dan kekuatan alam.

Kaveh mengacungkan jari telunjuknya, menunjuk ke arah bulan. Rambut pirangnya yang tersurai diterpa angin malam yang dingin. Bulan menyinari wajahnya dengan cahaya lembutnya, menonjolkan struktur wajahnya dan memberinya kualitas halus.

Wajahnya terpahat dan bersudut, dengan tulang pipi yang tinggi dan dagu yang kuat, namun tetap memiliki semua elemen desain yang menyenangkan dan seimbang. Saat dia menatap bulan, matanya bersinar dengan kedalaman emosi yang menghantui yang tampaknya menangkap esensi kecantikan itu sendiri. Meskipun ekspresinya tenang dan santai, ada ketegangan halus di bibirnya, seperti jika dia menahan keinginan besar yang tak terucapkan.

"Kalau dilihat-lihat, warna bulan mirip dengan warna rambutmu. Kamu memang pantas mendapat julukan itu." Kaveh tertawa kecil. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Alhaitham.

"Haha...bulan kalau dilihat menggunakan teleskop jadi menyeramkan, kau tahu? Kau kan punya trypophobia."

Trypophobia adalah fobia yang membuat seseorang merasa jijik atau takut terhadap kumpulan lubang atau titik yang tersusun rapat. Hal ini dapat dipicu oleh berbagai objek, gambar, atau pola yang mengandung kumpulan lubang atau pola, dan perasaan jijik yang intens yang diakibatkannya bisa sangat berlebihan dan menyusahkan.

"Hmph! Tapi maksudku bukan itu tahu? Lupakan!" Kaveh menggembungkan pipinya karena kesal. Senior Alhaitham yang satu ini terlihat sangat menggemaskan.

Pandangan mereka kepada bulan seketika teralihkan oleh cahaya yang jatuh dari langit. Mata Kaveh terbelalak, itu pertama kalinya ia melihat bintang jatuh dari langit yang luas nan biru. Fenomena indah ini disaksikan oleh mereka berdua, sungguh momen yang amat romantis.

"Alhaitham lihat! Bintang jatuh, ayo buat permohonan!" Kaveh terdengar sangat gembira seperti anak kecil sambil menunjuk bintang jatuh itu.
Alhaitham tersenyum, ia melihat betapa manisnya wajah Kaveh yang penuh antusiasme, padahal Alhaitham tidak suka sesuatu yang manis, tapi tidak untuk Kaveh.

Kaveh dan Alhaitham mulai Menggenggam tangan menyimbolkan berdoa atau mengharapkan sesuatu yang istimewa. Mereka mulai memejamkan mata secara perlahan.

"Aku harap...kami selalu hidup bahagia. Melengkapi satu sama lain, selamanya."

"...Aku harap Kaveh dapat mengandung anakku."

"..."

Kaveh membuka matanya lebar-lebar, menengok ke arah Alhaitham. Menatap pria berambut seperti warna bulan itu dengan tidak percaya apa yang barusan ia dengar.

"...Kau bercanda kan?"

"Tidak, aku akan lebih sibuk lagi jika sudah mulai bekerja di Akademiya setelah menjadi Grand Sage. Itu artinya, aku tidak bisa meluangkan waktu untukmu, Kaveh. Aku tidak mau kamu merasa kesepian. Setelah kita menikah, aku harap kelak anak kita nanti bisa mengisi rasa kesepianmu itu dikala menungguku pulang dari kerja."

"T-tapi Alhaitham...aku...tidak tahu cara menjadi orang tua. Kau tahu sendiri kan? Bahkan orang tua kita membuang kita ke panti asuhan Akademiya. Aku tidak mau anak kita nanti merasakan hal yang kita derita."

Alhaitham tersenyum tipis pada Kaveh, membelai rambut Kaveh dengan penuh cinta.

"Itu mereka, bukan kita. Kalau begitu,  Kita akan belajar bersama-sama cara menjadi orang tua yang baik. Melihat buah hati kita tumbuh dengan bibit cinta yang kita berikan. Aku yakin, kita akan menjadi orang tua yang hebat, kita pasti bisa. Aku berjanji akan menjadi Ayah yang bisa diteladan oleh anak kita nanti. Kumohon Kaveh..."

Kaveh diam sejenak lalu Kaveh perlahan berdiri, menarik tangan Alhaitham agar ia juga ikut merdiri. Mereka kini berhadap-hadapan.

"Baiklah, aku terima jika bintang jatuh mengabulkan permohonanmu tadi. Aku tidak keberatan mengandung anakmu, Alhaitham. Asalkan kamu bahagia."

Alhaitham meletakkan tangannya di pinggang Kaveh, menatap kekasihnya dengan penuh harapan dan cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alhaitham meletakkan tangannya di pinggang Kaveh, menatap kekasihnya dengan penuh harapan dan cinta. Kaveh menyentuh pipi Alhaitham dengan jari-jarinya yang lembut. Wajah mereka berdekatan, Kaveh dapat merasakan napas hangat milik Alhaitham.

"Maaf...aku tahu aku telat mengucapkannya, tapi...Alhaitham, selamat atas pencapaianmu. Aku sangat bangga padamu."

Sikap Alhaitham yang sangat dingin akhirnya terlelehkan juga setelah bertemu dengan Kaveh. Kehangatan yang Kaveh berikan kepada Alhaitham layaknya hangat sinar matahari di pagi hari, membuat siapa saja merasa nyaman setelah melalui malam yang dingin dan gelap.

"Kaveh...Matahariku yang membantu diriku untuk bersinar... Aku sangat menyayangimu, sampai akhir hayat hidupku. Tidak, sampai kita bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Entah aku akan terlahir kembali sebagai fungus yang berempati atau apapun itu, aku akan terus menyayangimu."

Bibir mereka bertemu, dan napas hangat bercampur saat mereka berbagi ciuman di bawah sinar bulan.

Bintang jatuh di sekitar mereka menambah keindahan saat itu, dan kedamaian dan ketenangan malam diselingi oleh suara lembut angin dan sentuhan lembut bibir Kaveh. Ini adalah momen yang lembut dan penuh kasih. Mengingatkan Kaveh betapa sakral dan indahnya kehidupan, terutama jika dibagikan dengan satu-satunya seseorang yang membuat dirinya merasa damai dan dicintai. Ini adalah kenangan berharga yang akan Kaveh hargai selamanya.

"Jadi...inikah hadiah yang kau bilang kau ingin berikan kepadaku setelah acara selesai?"

Alhaitham membelai wajah Kaveh dengan penuh gairah.

"Tidak, Haitham... Lebih dari ciuman yang sakral ini..." Kaveh melipatkan tangannya diantara leher Alhaitham. Sebagai respon, Alhaitham menelan ludah, wajahnya memerah. Kaveh lalu mendekat ke telinga Alhaitham lalu berbisik, napas hangat milik Kaveh menggelitik telinganya ketika Kaveh mulai berbicara.

"Malam ini, aku akan memenuhi semua hasrat gairah seksualmu selama berapapun ronde yang kau inginkan. Sampai matahari terbit juga boleh. Lagipula, aku ini milikmu. Bukankah begitu, Ayah?"

Sol y Luna [HaiKaveh]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang