Bab 4 (bagian 2)

165 6 0
                                    

Ingar bingar suara musik dan sorak sorai siswa terdengar jelas sekali di setiap sudut lapangan. Telinga Ayudia sudah pengang dengan dentuman keras seperti ini sejak pagi tadi. Akhirnya dia melangkah keluar lapangan menuju ruang kelas yang sepi untuk sekadar mengistirahatkan pendengarannya.

Tepat pada pukul satu siang, acara selesai. Gadis yang niatnya hanya duduk sebentar di antara bangku-bangku belajar, tanpa rencana malah terlelap begitu saja.

"Yu, Ayu." Rama menepuk pundak Ayudia dengan keras karena gadis berusia tujuh belas tahun itu tak kunjung bangun dari lelapnya.

"Hm?" Ayudia membuka mata. Lengan kanan yang sejak tadi menjadi bantal tidur, sekarang menampilkan garis-garis nyata karena tekstur masif bangku.

Ayudia menatap Rama sekali lagi sambil menguap. Kantuknya masih mendera. Sejak beberapa hari lalu, lelahnya tak bisa tertahankan. Mulai dari rapat panitia, mendekor lapangan sampai magrib, terakhir dia berangkat ke SMK ini pagi buta, pukul setengah enam.

Dengan rasa malas yang tinggi, Ayudia melihat jam tangan miliknya yang sudah menunjukkan pukul dua siang. Tak hanya itu, dua bola matanya yang bulat agak kaget karena di ruangan itu telah banyak orang. Bahkan ada beberapa pemuda yang sangat asing bagi Ayudia. Dengan isyarat mata, gadis itu bertanya pada Rama.

"Itu Kak Benny, yang tadi pagi gue cerita, lho." Rama menepuk keningnya dua kali, merasa jika Ayudia payah dalam mengingat-ingat sesuatu.

Tawa kecil lolos dari bibir mungilnya. Merasa tak berdosa sama sekali. 

"Gue salat dulu, ya," tukas Ayudia sambil berlalu meninggalkan kelas itu dengan cepat–kabur. Dia berjalan lurus, lalu berbelok ke kanan. Di sana ada masjid besar di dekat pintu gerbang sekolahnya yang megah.

Mata gadis itu nyalang melihat sekeliling lapangan, sudah kosong. Hanya ada sampah-sampah plastik dan styrofoam box berserakan di sana. Berantakan sekali. Sekilas, ada beberapa penghuni stand makanan yang masih membereskan lapaknya untuk dimasukkan kembali ke dalam mobil. Saat mata penjaga stand dan Ayudia beradu, gadis itu membalas senyum dengan ramah.

Pukul tiga sore, Ayudia berniat pulang ke rumah. Pun area SMK sudah kosong. Hanya ada beberapa motor terparkir dan beberapa petugas kebersihan yang tengah menyapu lapangan. Saat langkahnya hendak melaju ke arah gerbang, dia seperti melupakan sesuatu.

Tas kecil gue?

Dengan berlari-lari kecil, Ayudia kembali ke kelas persis samping lapangan tempat terakhir yang dia singgahi sebelum pergi ke masjid. 

Langkahnya gontai melewati ruang tata usaha, meja administrasi sekolah, koperasi tempat penjualan buku paket, serta lapangan basket yang dijadikan tempat pensi tadi. 

Paru-parunya seakan kini luas karena beban sebagai ketua acara telah luruh. Pun acara hari ini berjalan sukses. Hanya tersisa jadwal pembubaran panitia yang akan dilaksanakan lusa.

Yeay!

Saat sepatu sneakers putih bertali milik Ayudia menginjak teras, terdengar ramai tawa di dalam kelas yang tadi dia singgahi. Samar-samar terdengar alunan gitar akustik yang tengah dimainkan merdu. Dengan melempar pandangan hormat, gadis itu masuk ke area kelas dan langsung mencari tasnya yang berwarna abu-abu muda bergambar dua kucing tengah bermanja di latar depannya.

Saat binar netranya menangkap tas itu, lengan Rama menangkap miliknya. "Mau ke mana?"

"Balik," jawab Ayudia singkat.

Rama menguarkan aura kesal.

"Takut Ibu nyariin," lanjut Ayudia menambahkan penguat alasan.

"Alah, sini nyanyi dulu!" Tanpa mau mendengar alasan dari Ayudia, Rama menarik lengan kiri gadis itu ke hadapan lelaki asing yang tengah memainkan gitar dengan lihai. Pun gadis itu memang vokalis di dalam grup band-nya.

Saat hendak berkelit lagi, yang digadang-gadang bernama Benny tersenyum ke arahnya, meminta Ayudia menyanyikan beberapa lagu sebelum bertolak pergi. Pada akhirnya, niatan untuk segera pulang punah seperti uap.

Semakin sore, suasana makin tak terkendali. Salah satu teman Benny mengeluarkan bungkusan rokok dan beberapa kaleng minuman keras.

"Mau?" tawar Rama pada Ayudia. Remaja itu seperti sudah setengah teler sekarang.

Ayudia menggeleng, menolak dengan halus. "Gue nggak minum sama nggak ngerokok."

"Nyobain dikit nggak mau?" Benny menambahkan.

Ayudia menggeleng lagi. "Aku bawa air minum sendiri, Kak."

Kemudian langkah kecilnya menjawil tas selempang yang sejak tadi belum disentuh sama sekali. Benda itu jauh di belakangnya. Karena haus berat, gadis itu meneguk banyak sekali air.

Sejak tegukan itu, pandangan Ayudia agak kabur. Dia tak ingat apa-apa lagi. 

Gelap.

Azan isya berkumandang, Ayudia menguap berkali-kali. Badannya terasa sangat remuk sekarang. Lelah yang mendera terasa berkali-kali lipat dibandingkan siang tadi. Dua tangannya memijat pelipis yang terasa berat.

Netra cokelat miliknya nyalang mengitari ruangan. Tak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Pun dia kaget kenapa tubuhnya terlelap di atas lantai di antara bangku-bangku. Pantas saja sekarang rasanya agak meriang. 

Dengan segenap kekuatan, gadis itu bangkit dari posisi telentangnya. Benaknya terus mengutuk diri kenapa harus tertidur lama sekali di ruang kelas, pasti Bu Hidayati sangat marah dengannya. Sejenak dia melihat layar ponsel, ada puluhan panggilan whatsapp dan belasan chat dari beliau.

Aku harus pulang!

Dia melangkah cepat menuju pintu kelas yang tertutup rapat. Hatinya kencang berdoa agar benda yang terbuat dari kayu itu tidak terkunci.

Selamat! Gadis itu bisa keluar dari sana.

Sorot matanya heran karena suasana di luar sudah gelap.

Apa aku tertidur sampai malam? Bodoh sekali! Pun tak ada yang membangunkan. Jahat sekali, bukan?

Esok hari niatnya Ayudia hendak memaki Rama habis-habisan karena tidak setia kawan.

***

Halo, terima kasih suday stay membaca kisah ini. Hihi, luv.
Jangan lupa sebelum baca, follow akun aku dulu, ya?
Sebagai penulis baru, follow, vote dan komen kalian sangat berarti sekali, lho. Serius!!

Buat kalian yang mau baca kelanjutan cerita ini ngebut, aku juga posting di Karya Karsa, ya. Sudah update sampai Bab 6.
Kalian bisa pakai voucher lebaran dengan kode: Noorm01 untuk mendapatkan disc sampai 20%
Akun aku: Fitria Noormala

Salam,

Author

Sebaris Cinta AyudiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang