Bab 6 (bab 1)

144 4 0
                                    

Dua hari berlalu, kemarin Ayudia tak bertemu Rama. Saat gadis itu menelusuk ke dalam kelasnya, dia tak ada, absen. Memang setelah pentas seni, kegiatan mereka hanya menunggu rapor dibagikan oleh wali kelas. Tak salah jika ingin membolos.

Semoga dia hadir kali ini. Gumam Ayudia dalam hati.

Hari ini mereka–panitia pensi akan melakukan pembubaran panitia di rumah makan dekat sekolah. Tak mewah, hanya ayam goreng dengan lalapan dan nasi hangat saja.

Ayudia tak memiliki sahabat akrab atau geng di sini. Dia tergolong remaja yang berteman dan akrab dengan siapa saja. Seperti sekarang, gadis itu tengah duduk di atas kursi keramik di depan kelas Rama dengan santai. Di genggaman tangannya ada buku catatan kecil berisikan acara pensi kemarin dan daftar nama-nama panitia.

Sudah satu jam gadis itu duduk di sana, matanya berkeliaran memandangi gerombolan remaja putri hilir mudik ke kantin, perpustakaan dan kantor. Atau sesekali dia menoleh ke dalam kelas Rama, anak-anak kelasnya tengah bermain gitar lalu bernyanyi beramai-ramai dan sebagian lagi menonton film di layar laptop.

Ayudia melangkah masuk ke dalam kelas, dia merogoh ponsel dari balik rok rimpel abu-abu miliknya. Secara mengendap, dia mencari kontak Rama, kemudian menempelkan alat elektronik itu ke samping telinga.

"Ram, lo ke sekolah, kan?" tanyanya melalui sambungan jarak jauh.

Di ujung sana terdengar si penerima sedang menguap lebar.

"Iya, bentar gue mandi dulu," jawabnya dengan suara berat. Sepertinya remaja itu baru saja terbangun dari tidur karena dering ponsel barusan.

Dengusan napas kasar terdengar dari rongga hidung Ayudia, sudah lama dia menunggu Rama, sekarang harus menunggu lagi? Oh, ayolah, panitia yang lain sudah mendesak untuk segera berangkat ke rumah makan pukul sepuluh pagi ini.

"Jam sepuluh, pokoknya lo harus udah ada di sini!" Ayudia menutup sambungan telepon dengan ketus.

Bisa-bisanya ketua panitia datang terlambat, bahkan tak tahu waktu. Menjengkelkan.

Ketika Ayudia hendak melangkah keluar dari pintu, seseorang menabraknya dari belakang.

"Aw," gumam Ayudia spontan.

Gelenyar nyeri di area kewanitaan dan panggul yang samar-samar memudar kini terasa kembali.

"Ah, sorry-sorry, Yu." Seseorang yang menabraknya mengatupkan dua tangan di depan dada lalu berjalan melewati gadis itu dan berlalu.

Ayudia hanya tersenyum sambil mengangguk, "Iya, iya, santai."

Sudah dua hari ini Ayudia memakai pembalut, tapi darah yang malam itu menggenangi celana dalamnya tak keluar lagi. Meski dia tak paham, pembalut itu terus dia pakai. Takut tiba-tiba darah misteri itu muncul kembali.

Ayudia sejak pertama kali haid di kelas sembilan, jadwalnya memang tak teratur. Terkadang satu bulan satu kali, sisanya bisa dua atau bahkan tiga bulan sekali. Jadi wajar jika darah haid kali ini keluar lagi padahal baru saja satu minggu dia selesai bersuci dari datang bulan. Mungkin stres karena menghadapi pensi.

Sudah empat puluh lima menit berlalu, akhirnya lelaki itu muncul juga dengan rambut masih basah dan seragam yang agak kusut.

"Yu, Yu," panggil Rama saat dia sampai di depan kelas dengan napas terengah.

"Hm," Gadis itu hanya berdeham malas di atas kursi keramik. Bokong dia hampir menyatu dengan semen saking lamanya menunggu Rama datang.

Rama nyengir kuda, kemudian menarik lengan Ayudia ke dalam kelas. Mereka memilih bangku di tengah-tengah agar tak terganggu oleh siapa pun. Karena arena depan penuh dengan perempuan yang tengah bergosip, pun area belakang penuh dengan sekumpulan anak lelaki yang tertidur pulas di atas lantai.

***

Hai selamat pagi. Baca terus kisah Sebaris Cinta Ayudia, ya.
Dukung karya aku terus biar aku semangat nulis dengan cara follow, tinggalkan vote dan komen 😘🙏

Buat kalian yang suka dengan cerita Ayudia, boleh mampir ke Karya Karsa aku: Fitria Noormala
Oia, ada voucher disc 20% juga dengan kode Noorm01

Selamat membaca.

Salam,

Author 💙

Sebaris Cinta AyudiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang