Bab 7 (bagian 2)

110 6 0
                                    

Sekuat tenaga dia berdiri meski sendinya belum pulih betul, masih ngilu. Ayudia membawa seragam miliknya dan milik Pak Hanafi sekalian–seperti biasa.

Tangan kiri yang mencengkram kuat railing tangga masih bergetar, sedang tangan kanannya menjaga keseimbangan agar seragam dirinya dan Pak Hanafi tak terjun bebas dari atas. Napasnya mulai terengah dengan pandangan agak kabur–lagi.

"Udah jam berapa ini? Ayo siap-siap ke sekolah, Nak." Bu Hidayati mondar-mandir seperti sopir odong-odong di depan komplek perumahan.

"Iya, Bu. Ini mau pake seragam terus sarapan." Ayudia menjawab sambil menunjukkan dua seragam di tangan kanannya pada Bu Hidayati.

Di ujung tangga paling bawah, Pak Hanafi siap menyambut seragam miliknya.

Sedang Ayudia berjalan ke kamar, menggeret gorden supaya tertutup sempurna dan mengganti baju tidur yang dia kenakan menjadi seragam hitam putih.

Gadis itu duduk melingkar di atas karpet bersama kedua orang tuanya. Sekarang baru pukul setengah enam, tapi kegiatan sarapan mereka memang dimulai sangat pagi karena tekanan aktivitas, pun menghindari kemacetan di pagi hari. 

Ayudia memandangi piring porselen di depannya, dia menjawil salah satu piring dan mengisinya dengan nasi satu centong. Lalu tangan lainnya sigap membawa ayam dan tempe goreng serta sambal setengah sendok.

Saat suapan pertama meluncur ke dalam mulut, tiba-tiba lidahnya terasa pahit, bahkan lambung yang biasa menerima makanan jenis apa pun sekarang terus berbunyi, seakan menolak keras makanan yang baru saja ditelan. Rasanya ingin memuntahkan semua keluar.

Namun, karena melihat Pak Hanafi dan Bu Hidayati menikmati hidangan dengan lahap, dia tak mau menghancurkan pagi ini dengan muntah di depan mereka. Tak sopan. 

"Bu, aku kayaknya enek. Nggak abis nggak apa-apa, ya?" tanya Ayudia setelah suapan kedua.

Bu Hidayati berhenti mencubiti paha ayam, memerhatikan wajah putrinya yang sayu dan agak pucat. 

"Makan yang banyak, Nak. Nanti lemes di sekolah. Apa mau izin aja hari ini?" Suara wanita itu melunak.

Ayudia menggeleng keras. Izin untuk tidak masuk adalah pantangan terbesar baginya. Dia terkenal rajin dan juga pintar. Berkali-kali mendapatkan juara umum satu atau dua di angkatan.

"Ya udah bentar." Bu Hidayati bangun dari duduknya. Beliau menuangkan dua sendok gula pasir ke dalam gelas kosong berukuran besar, mencelupkan teh dan mengisinya dengan air hangat dari dispenser.

"Coba sambil minum ini, mana tahu jadi berkurang mualnya," saran ibunya yang mulai khawatir.

Ayudia mengangguk.

Setiap dia merasa mual, secepat kilat tangannya meraih teh manis hangat itu dan menenggaknya perlahan ke dalam mulut. Di suapan terakhir, Ayudia tersenyum. "Makasih, Bu."

Bu Hidayati hanya mengangguk.

Pukul enam kurang sepuluh menit, anak dan ayah itu mengeluarkan motor dari pagar. Pak Hanafi melambaikan tangan sambil mengucapkan salam pada ibunya yang mulai membuka gorden utama sebagai tanda warung dibuka. Ayudia pun sama, mengucapkan salam sebelum memacu gas motor matiknya yang berwarna hitam putih.

Terdengar suara teriakan Bu Hidayati dari belakang mengucapkan 'hati-hati'. Baik Pak Hanafi atau Ayudia, mereka mengangguk tanpa menoleh.

Jalanan gang rumah masih sepi, mungkin hanya ada beberapa pekerja atau anak sekolah yang melintas, tapi tak terlalu ramai. Pernah suatu kali gadis itu bangun agak kesiangan. Dia berangkat pukul setengah tujuh. Jalanan sudah padat dan sulit bergerak. 

Asap-asap bus kota dan angkutan umum yang berlalu membuat Ayudia merasakan mual kembali. Padahal dia memakai masker tebal dua lapis. Bahkan, sebelum asap itu tercium, rasa mual itu sudah mendera. Pikirannya seperti merancang sesuatu yang menyebalkan.

Mata gadis itu memerah dan berair karena menahan mual, secepat kilat dia melewati kepulan asap yang berwarna abu-abu tebal tadi. Terkadang kepalanya terasa berputar dan padangannya kabur lagi dan lagi.

Apa aku pulang saja? Batinnya ragu.

Ah, tidak. Aku harus berangkat ke sekolah.

***

Halo ... yuk, jangan lewatkan kisah Sebaris Cinta Ayudia. Karena cerita ini update setiap hari 🤩✌️
Aku cuman mau minta tolong follow, vote sama komen aja. Karena aku penulis baru di sini! Hehe

Buat kalian yang mau ngebut baca, silakan kunjungi Karya Karsa aku juga, ya. Karena aku pun update cerita ini di sana ~
Btw kalo di sana sudah otw Bab 18, lho 📌
Aku jual murmer aja koo. 2 Bab hanya 2500 🔥🔥
Akun: Fitria Noormala

Salam,

Author ❤️

Sebaris Cinta AyudiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang