"Asalamualaikum," ucapnya sambil membuka pantofel hitam pelan di depan pintu.
Ayudia menoleh sampai ke ujung dagangan yang berderet, tak nampak ibunya di sana. Bahkan di teras, terlihat seorang bocah berusia sekitar lima sampai enam tahunan tengah mematung di depan freezer es krim sambil memandangi batangan manis di dalamnya yang menggiurkan indra pencernaan.
"Kak, aku mau yang rasa pisang sama cokelat!" ujarnya menunjuk es krim di dalam freezer.
Dengan sigap Ayudia menggeser kaca freezer dan mengambilkan dua batang es krim pada bocah laki-laki tersebut.
"Ini uangnya, makasih." Saat dua batang es krim sampai di telapak tangan, anak lelaki itu memberikan dua lembar uang lima ribuan dan berlari sekuat tenaga meninggalkan warung.
Ayudia hanya menatap bocah itu sekilas lalu menenteng sepatu pantofel hitamnya ke dalam.
Kala tubuh mungilnya sampai di ranjang untuk sekadar merebahkan diri, sayup-sayup dia mendengar beberapa orang tengah berbicara di ruang belakang.
Karena penasaran, perempuan belia itu melanjutkan langkah dengan amat pelan. Bahkan tas gendong yang harusnya sudah terkulai lemas di atas lemari plastik masih menempel di punggung.
"Bu?" panggil Ayudia.
Sontak empat pasang mata di sana menoleh serempak.
Deg!
Benny? Ujar batinnya.
Bu Ratna mengulum senyum hangat, beliau melambaikan tangan kanan di udara sebagai simbol agar Ayudia mendekat ke arah mereka.
Dengan anggukan kecil, perempuan berusia tujuh belas tahun itu masuk ke dalam barisan.
"Gimana kabarnya Ayu? Sehat?" tanya Bu Ratna lembut.
Ayudia hanya mengangguk. Tak ada batas nyata sehat atau tidak untuk seorang ibu hamil. Setiap hari dipenuhi dengan drama pusing, mual, muntah, lesu serta seperti kehilangan kekuatan tiba-tiba.
"Mi-minum dulu, Nak." Perintah Bu Hidayati pada putrinya sambil menunjuk dispenser di area sekitar sana.
Ketika air putih telah dalam genggaman, "Hoek!" Perempuan itu memuntahkan cairan kuning ke lantai.
Benny langsung menoleh. Begitu pun kedua orang tuanya.
"Ma-maaf, saya enek," jawabnya seraya langsung berjongkok memegangi perutnya.
Ada tatapan iba dan merasa bersalah dalam hati kecil Benny, tapi dia segera mengalihkan pandangan ke arah lain.
Cih, cari perhatian!
Bu Hidayati masih memperhatikan putrinya yang berjongkok. Dengan agak tertatih beliau bangkit dan berjalan ke arah rak piring mengambil gelas kaca berukuran sedang, kemudian menuangkan gula pasir dua sendok.
"Duduk aja, Yu, ini ibu lagi bikinin teh manis anget buat kamu."
Namun, kalimat tersebut tidak berpengaruh pada mual dan rasa lemas yang ditimbulkan si janin. Perempuan muda itu tetap berjongkok, malah sekarang wajah cantiknya mulai memucat.
Bu Ratna menyikut lengan Benny disampingnya, ujung mata wanita baya itu tajam menyorot netra putranya yang terlihat tak peduli.
"Lihat, kasian Ayu! Sana bantu berdiri!" ujar beliau berbisik dengan penuh tekanan.
Benny berdecih pelan lalu berdiri dengan malas. Langkahnya gontai sambil meraih lengan Ayudia. "Yuk, gue bantu buat bangun."
Ayudia mendelik tak suka, lengan yang tersentuh Benny langsung dikibaskan kuat-kuat. "Nggak usah sok baik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebaris Cinta Ayudia
RomanceAyudia Adhisti adalah siswi SMA kelas sebelas yang mengikuti ekstrakurikuler musik di sekolahnya. Tiga bulan setelah acara pensi sekolah itu dia telat haid. Tapi, tak ada yang curiga sama sekali karena siklus haid dirinya memang tak teratur. Namun...