"Dananya ada, Ram?" tanya Ayudia setelah remaja lelaki itu duduk sempurna di kursi kayu.
Dia tak menjawab apa pun, tangannya yang berwarna putih agak cokelat karena sering tersengat matahari itu menjawil laporan dari dalam tas.
Lengan kurus berisi itu sigap membuka halaman paling akhir. Di sana tercantum "Laporan Bendahara" sebagai judulnya. Jari-jari Rama terus menunjuk angka-angka yang tertera di dalam, kemudian kepalanya menoleh perlahan pada Ayudia.
"Sisa nih, ada satu koma lima jutaan," jawab Rama dengan napas lega.
Sejenak Ayudia berpikir. Dia membuka catatan kecil yang sejak tadi digenggamnya. "Cukup, kok. Panitia juga nggak sampe dua puluh lima, sih."
Rama mengangguk lagi.
"Ya udah kita berangkat sekarang aja," tandasnya sambil berdiri dari kursi.
Saat Rama hendak berdiri, Ayudia menarik lengan lelaki itu impulsif. Sorot matanya tajam melihat ke dalam kornea mata lawan bicaranya.
"Apa lagi?" Nada Rama mulai kesal.
Tangan Ayudia terus menarik tubuh remaja itu sampai terduduk kembali di atas kursi kayu. Sebelum memulai kalimat, perempuan belia itu menyapu ruangan kelas agar tak ada seorang pun yang mendengar percakapannya sekarang.
"Kok, lo, tega ninggalin gue pas pensi kemaren, sih?" Wajah Ayudia menguarkan aura kesal. Bahkan dua tangannya melipat di depan dada.
Alis Rama mengerut, dia tak paham maksud gadis di depannya.
Ayudia malah mencubit pundak Rama dengan kesal karena lelaki di depannya malah menggaruk kepala sambil bengong ke arahnya.
"Rama! Inget, kan, kalo lo ninggalin gue di kelas sendirian pas abis pensi?" Gadis itu mengulang kalimatnya dengan nada lebih tinggi agar Rama mendengarnya. Karena mungkin alasan lelaki itu tak menjawab karena suara Ayudia begitu pelan di kalimat sebelumnya.
Rama terlihat masih kesulitan mengingat kejadian saat pensi.
"Gue nggak inget, sorry. Emang lo … gue tinggalin, ya?"
Ayudia mengangguk pelan dengan raut wajah heran.
"Gue ketiduran di kelas, di atas lantai malah. Bangun pas azan isya. Keterlaluan lo!" Sekali lagi Ayudia memukul lengan Rama yang menggantung.
Remaja lelaki itu menahan tawa.
"Sorry ... gue aja nggak inget kapan gue balik. Soalnya tiba-tiba gue ada di rumah," ucapnya dengan raut wajah serius.
Sepertinya Rama sudah berkata sejujurnya.
Ah, dia kan juga menenggak minuman keras? Mana mungkin dia ingat. Celetuk batin Ayudia.
Rama bangkit berdiri dari kursi, dia memberi isyarat pada gadis di depannya untuk ikut berdiri juga.
"Yuk, udah jam sepuluh. Kita berangkat aja ke rumah makan," ajak Rama sambil melangkah keluar ruangan.
Ayudia tak banyak membantah, dia mengekor di belakang Rama.
Melalui whatsapp grup secara diam-diam, Rama dan Ayudia menyisir ke setiap kelas untuk menarik panitia ke area rumah makan. Dalam waktu singkat, ada sekitar delapan belas sampai sembilan belas panitia, sisanya tak masuk ke sekolah.
Ayudia pun sebenarnya malas berangkat ke sekolah. Hanya dia memiliki tanggung jawab sebagai seksi ketua acara. Hari ini adalah akhir dari semua tanggung jawab itu. Sisanya tugas ketua, sekretaris dan bendahara untuk membuat laporan pertanggungjawaban pada pihak administrasi sekolah.
Setibanya di rumah makan, belasan remaja itu memilih tempat duduk yang mereka senangi. Ada yang lesehan, ada yang memilih duduk di dekat kolam ikan, dekat musala, bahkan di dekat kasir. Terserah saja, asal tak membuat keributan. Karena Rama dan Ayudia yang bertanggungjawab di sini.
***
Hai selamat pagi. Baca terus kisah Sebaris Cinta Ayudia, ya.
Dukung karya aku terus biar aku semangat nulis dengan cara follow, tinggalkan vote dan komen 😘🙏Buat kalian yang suka dengan cerita Ayudia, boleh mampir ke Karya Karsa aku: Fitria Noormala
Oia, ada voucher disc 20% juga dengan kode Noorm01Selamat membaca.
Salam,
Author 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebaris Cinta Ayudia
RomansaAyudia Adhisti adalah siswi SMA kelas sebelas yang mengikuti ekstrakurikuler musik di sekolahnya. Tiga bulan setelah acara pensi sekolah itu dia telat haid. Tapi, tak ada yang curiga sama sekali karena siklus haid dirinya memang tak teratur. Namun...