Note : Don't forget to click the like and comment buttons on this chapter.
___
"Penyesalan adalah bayangan yang selalu datang terlambat, saat semua yang kita abaikan telah hilang. Tidak ada jalan kembali, hanya pelajaran pahit yang tersisa untuk mengingatkan kita bahwa kesempatan untuk berbuat baik tidak selamanya terbuka."
- Moy Mamoy.
___
Malam itu, angin bertiup kencang, membawa aroma tanah basah yang terhirup bersama rintik hujan yang menghantam keras di luar jendela. Pepohonan di taman bergoyang seolah merintih dalam badai, membuat suasana malam semakin suram dan dingin.
Nazeea terduduk di tepi kasur, jari-jarinya dengan lembut menyentuh permukaan kain satin yang menutupi tubuhnya. Malam ini, ia hanya mengenakan nightgown tipis berwarna putih, lembut dan elegan, mengikuti lekuk tubuhnya dengan sempurna. Namun, kain itu tak cukup menahan dingin yang merambat masuk melalui celah pintu kamar, menyusup hingga ke kulitnya yang mulai menggigil.
Udara malam terasa menusuk, membawa aroma hujan yang tak kunjung reda sejak sore tadi. Sesekali, Nazeea mengusap lengannya yang terasa kedinginan, meski raut wajahnya tetap tenang-tatapan dinginnya menembus kegelapan kamar yang hanya diterangi lampu temaram di sudut ruangan.
Ia meraih selimut yang tergeletak di sebelahnya, membungkus tubuhnya perlahan.
Sesaat kemudian, terdengar ketukan pelan di pintu kamar.
“Masuk,” ujar Nazeea dengan suara pelan.
Seorang pelayan masuk, menunduk sopan sebelum berkata, “Nyonya, Tuan Samuel bertanya apakah Anda memerlukan sesuatu.”
Nazeea terdiam sejenak, matanya menatap lurus pada pelayan itu. “Tidak perlu,” jawabnya singkat. Ada nada ketus yang samar dalam suaranya, seakan menegaskan batas yang ia pasang terhadap semua orang di rumah itu, termasuk suaminya sendiri.
Pelayan itu mengangguk, lalu melangkah keluar dengan sopan. Ketika pintu kembali tertutup, Nazeea menundukkan kepalanya, menatap bayangan dirinya di cermin yang tergantung di dinding seberang. Ada sorot hampa di matanya, seolah malam ini terlalu dingin bahkan untuk hatinya yang biasanya tak tergoyahkan.
Di luar, hujan masih mengguyur deras, seakan-akan alam tengah berbagi kesepian yang tak pernah ia akui.
Atensi Nazeea teralihkan kala mendengar suara dering telepon masuk. Dengan selimut yang ia peluk erat, Nazeea tergerak mengambil ponsel miliknya. “Hallo,” sapanya langsung saat panggilan tersebut ia angkat.
“Hallo, Zee. ini saya, Manajer Yvonne.” Terdengar suara yang familiar dari ujung telepon.
Nazeea menghela napas, merapatkan selimutnya sambil memejamkan mata. “Ada apa, Yvonne? Ada sesuatu yang penting di malam hari seperti ini?”
Dari seberang telepon, Yvonne terdengar terdiam sejenak sebelum melanjutkan, “Aku tahu ini mendadak, tapi ada klien penting yang ingin kamu hadir di acara gala dinner besok malam. Mereka sangat ingin kamu jadi wajah utama di sana.”
“Ini adalah klien besar dari luar negeri, dan mereka tiba-tiba mengubah preferensi mereka. Tadinya mereka hanya ingin melihat portofolio mu, tapi setelah melihatnya, mereka berubah pikiran dan ingin kamu ada di sana secara langsung.”
Dari ujung telepon, suara Yvonne terdengar sedikit gugup. “Minggu lalu aku sudah meminta Joanna untuk menyampaikan hal ini kepadamu, dan katanya kau sudah setuju. Sejak itu, dia yang menangani semuanya dan menyerahkannya padaku tadi pagi. Awalnya, klien hanya ingin melihat portofolio mu, tapi setelah mereka melihatnya- mereka sepertinya terkesan dengan pencapaianmu dan menginginkanmu hadir secara langsung.”

KAMU SEDANG MEMBACA
GESTICULATE
RomanceHidup dalam pernikahan yang dingin, di mana cinta dan kasih sayang tak pernah hadir. Itulah yang dialami Nazeea. Dia terjebak dalam rutinitas, tak pernah menghargai kehadiran Samuel, bahkan menganggapnya sebagai beban. *** Hingga pada suatu hari, sa...