14. Where We Stand

27.2K 2.5K 8
                                    

Ballroom hotel itu sudah mulai dipenuhi tamu undangan. Prosesi panggih akan dilaksanakan setidaknya sepuluh menit lagi.

Bya bersama dengan anggota keluarga lain mulai berjejer, bersiap untuk berjalan di barisan belakang Radhina.

Hanya dirinya yang berjalan sendiri karena di depannya ada Ayah dan Ibunya yang bersebelahan, serta Raga dan Kanina yang berada di belakangnya.

"Kasian banget ewh, nggak punya plus one," goda Raga berbisik di telinganya, yang langsung Bya hadiahi dengan pukulan.

Bahkan anak itu terus menggodanya, mengatakan jika ini resiko karena sifat pelupa yang ia miliki. Tidak salah, tapi kenapa dia kesal dengan kejailan adiknya itu.

"Ibu, liat ini Raga mulutnya jail," adu Bya pada Ibu yang sudah mulai bersiap didepannya. Membuat Ibu mau tidak mau berbalik.

Meletakkan telunjuknya pada bibir, meminta kedua anaknya untuk berhenti berdebat, "jangan ribut mulu," tegurnya.

Bya mencebik kesal, terserahlah, sebelum menikah dirinya juga selalu sendiri diacara semacam ini, kenapa dia sedih sekarang, toh suaminya sedang kerja bukan selingkuh kan.

Semua mulai bersiap jalan untuk iring-iringan ketika MC mempersilahkan mempelai perempuan untuk keluar. Tepat ketika ujung mata Bya melihat seseorang berdiri di sampingnya, mengambil tempat yang seharusnya di tempati suaminya.

"Ma-astagfirullah," pekik Bya ketika dirinya malah dikejutkan dengan laki-laki itu yang tersenyum menatapnya.

"Kamu kok disini?" cecarnya membuat laki-laki itu terkekeh.

Kevin berdiri menatap muka panik Bya, bahkan Raga juga sudah tekikik kegelian melihat ekspresi kakak perempuannya.

Laki-laki itu menarik tangan istrinya, mengalungkan pada lengannya yang sudah ditekuk, "udah sini gandengan dulu," ucapnya, membuat Bya gemas ingin mencubit pinggang suaminya.

"Aku marah ya, Kev," cicit Bya tanpa melihat Kevin.

Hampir setengah jam Kevin bersembunyi diantara keluarga besar istrinya. Diam-diam berada disana, bahkan dirinya sempat berbincang dengan suami dari sepupu istrinya.

Tak lupa beberapa Budhe juga menyapa dirinya, tidak terlalu berbincang, hanya sekedar sapaan biasa.

Kevin sudah berada disana, menatap istrinya dari jauh diantara kerumunan sanak saudara yang ada disana. Mengikuti setiap pergerakan Bya.

Beberapa kali terjeda untuk menanggapi obrolan serta sapaan sanak keluarga.

Iring-iringan mulai memasuki area ballroom, siang ini Radhina dan Aksa dibalut dengan kain dodotan, dimana keduanya memilih jenis basahan.

Dengan paes ageng yang menjadi pilihan Radhina membuat penampilan di pengantin perempuan semakin mempesona, dan Aksa, si pengantin laki-laki juga sangat gagah dengan kain dodotan serta keris yang terselip dibelakang laki-laki itu.

Prosesi demi prosesi panggih mulai dilaksanakan, ketika tradisi balangan gantal semua tamu dibuat tertawa karena ulah kedua mempelai yang melempar dengan sungguh-sungguh.

Menikmati setiap runtutan acara panggih, Bya sesekali tertawa karena tingkah Radhina dan Aksa yang banyak canda.

Ketika prosesi sungkem selesai dilaksanakan. Lagi, Bya menangis ketika melihat Tante Arum yang menitihkan air matanya, melepas putri semata wayangnya.

Kevin pergi entah kemana setelah menyodorkan tissue pada Bya, laki-laki itu langsung menghilang.

"Nang, mending kamu ambilin aku gelato deh daripada disini diem aja kek patung, Kanina biar aku jagain," colek Bya pada Raga membuat si adik mendengus kesal.

Your EverydayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang