21. Counting My Stars

30.4K 2.3K 37
                                    

Bya berdiri di ambang pintu, menyapa perempuan dengan rambut coklat sebahu yang berjalan bersama seorang gadis kecil dengan rambut ikal.

"Salam sama Tante Bya dulu, Kak," perintah Ayuni pada si anak perempuan.

Gadis kecil berusia enam tahun itu langsung mencium punggung tangan Bya, "Tante, boleh pake toilet nggak? Mama nggak sabaran, padahal aku udah mau pipis banget tadi," adunya, yang langsung dipersilakan Bya, "masuk aja, Kak, kayak biasanya ya."

"Ayo, Mbak, masuk," ajak Bya pada Ayuni.

Sudah seminggu Kevin berada di Taipei, pagi tadi Ayuni mengirimkan pesan padanya jika akan berkunjung setelah Maura selesai les.

"Udah berapa minggu sih, By? kok udah mulai keliatan gitu," tanya Ayuni mengusap perut Bya, keduanya kini duduk di ruang tengah.

"Masuk empat belas minggu, Mbak," balas Bya mengusap perutnya.

Obrolan keduanya terhenti ketika Mbok Har membawa teko berisi chamomile tea dan bitterbalen yang masih mengepul karena baru diangkat dari penggorengan.

Di belakang Mbok Har, Maura juga membawa toples berisi keripik buah yang dikirimkan Mama Erina minggu lalu.

"Tante, mau nonton boleh?" tanya Maura meminta persetujuan Bya yang langsung diangguki oleh perempuan itu.

Ayuni menyandarkan punggungnya, "suka galau nggak sih, By, di rumah sendirian kayak sekarang?" tanya Ayuni, "jaman aku hamil Mou, setiap hari pasti mewek."

Bya mengangguk, "kalo ada Mas Kevin nggak terlalu sih, Mbak, tapi sejak ditinggal, kerasa aja sepinya," ucap Bya, tangannya sibuk membelah bitterbalen menjadi dua bagian, "nggak kebayang kaya Mbak Ayu, mana di luar pula," sambungnya sebelum memasukan potongan bitterbalen.

Ayuni mengangguk, meletakkan cangkir teh miliknya, "dulu Kevin suka temenin aku di apartemen," tuturnya, Ayuni kembali menempatkan diri berhadapan dengan Bya, "nggak nyangka aja tuh bocah bentar lagi punya anak."

Bya mendengarkan cerita Ayuni, mendengar sebuah fakta baru tentang suaminya.

"Dulu, Alvin masih baru banget naik, masih sibuk-sibuknya sama segala tugas baru yang dia punya. Kevin itu dulu adik tingkat Alvin pas kuliah, eh, malah sekarang jadi sejajar," cerita Ayuni. Sebuah fakta yang memang membuat Bya mulai paham mengapa Kevin dekat dengan Alvin.

Perempuan dengan rambut sebahu itu tersenyum tipis, "Suami kamu itu, setiap mau pulang kerja selalu tanyain aku, ya sekedar buat nanya aku lagi pengen atau butuh apa," lanjutnya sebelum menyesap teh di gelasnya. "Meskipun bentukannya kayak laki-laki yang nggak serius, percaya sama aku, anak itu akan jadi Papa yang baik buat anak-anak kalian."

Bya cukup setuju dengan ucapan Ayuni. Kevin dan anak kecil bukan sebuah kesalahan.

Beberapa bulan lalu, ketika mereka pulang ke Surabaya. Bya melihat Kevin yang telaten menyuapi Brenda, keponakan Kevin yang masih tiga tahun. Gadis kecil itu merajuk setelah ditegur Maminya, karena membuat teman sekolahnya benjol setelah berebut sebuah kursi.

"Ma, can you put the bitterbalen for me, please?"

Mou membalik badannya, anak itu memilih duduk di atas karpet. "Makasih, Mam," ucapnya menerima piring kecil berisi beberapa bitterbalen.

"Kamu gimana, By, masih mual-mual? kemaren Kevin sempet ke rumah, cerita kalo kamu sekarang sering mual," lanjut Ayuni, melihat Bya yang sibuk menasukan potongan kecil kudapan di piringnya.

Bya mengangguk, "lumayan, kalo pagi rada parah sih, cuma kemaren dibeliin permen jahe sama Mas Kevin, mayan ngurangin sih, Mbak," jawab Bya, melirik kaleng permen yang tergeletak di meja.

Your EverydayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang