Bya menatap ketiga alat di hadapannya dalam diam. Kepalanya sedang memproses hal yang baru saja dirinya temukan.
Ketiga alat dengan merk berbeda, namun memiliki hasil yang sama, membuat Bya membeku seutuhnya.
Positive, dua garis, dan dua garis. Sebuah kenyataan yang membuat Bya membeku duduk di pinggiran bathtub. Memegang perut rata miliknya.
Bya menangis, airmatanya mengalir begitu saja, memeluk perutnya erat, entah berapa usia nyawa yang ada disana, tapi tujuh pil kontrasepsi yang dia minum, bukan hal remeh.
Sudah tujuh pil yang ia konsumsi sejak terakhir dirinya datang bulan, bahkan dua hari lalu, dirinya dan Kevin juga melakukannya, sebuah fakta yang membuatnya bersalah.
Tangisan yang awalnya keluar tanpa suara itu perlahan mulai terdengar lirih, semakin jelas terdengar diantara gemercik suara air yang dinyalakan di wastafel.
"By, kamu kenapa?" suara Kevin menginterupsi, suaminya itu mengetuk pintu kamar mandi, "Shabea kamu kenapa?"
Ketukan yang awalnya santai itu berubah menjadi gedoran cukup keras yang seolah beradu dengan tangisan Bya di dalam sana.
Bya masih menangis, menyadari kelalaian dirinya. Bagaimana dia sampai tidak menyadari hal ini, Bya selalu mengingat setiap tanggal datang bulannya. Membayangkan bagaimana nyawa kecil itu celaka karenanya membuat tangisannya semakin menjadi.
Panggilan Kevin semakin keras dari luar, ada kepanikan yang dapat Bya rasakan dari suara suaminya.
"By, aku dobrak ya pintunya," teriak Kevin, membuat Bya bangkit, membuka pintu hitam di hadapannya.
Wajah laki-laki itu merah padam, matanya dipenuhi dengan ke khawatiran yang tercetak jelas, raut wajah yang membuat rasa bersalah di hatinya semakin menjadi.
Menubruk suaminya, Bya memeluk Kevin erat masih dengan tangisan, "Kevin, gimana ini," raungan Bya dalam pelukan Kevin.
Tak ada balasan dari raungan Bya, laki-laki itu masih mencoba merangkai skenario tentang hal yang membuat istrinya ketakutan.
Tangisan Bya tak juga berhenti, bahkan semakin Kevin usap punggung istrinya, perempuan itu semakin keras menangis membuat laki-laki itu kebingungan
Ini masih pukul setengah enam pagi, di hari sabtu, tidak mungkin Bya menangis karena terlambat kerja atau melewatkan rapat penting.
"Gimana Kevin, dia gimana," tangis Bya lagi masih memeluk suaminya erat.
Kevin hanya mampu mengelus pundak istrinya lembut, jujur dia clueless dengan apa yang terjadi.
Laki-laki itu memeluk istrinya dengan sayang, masih mengelus pungung si puan hingga isakan itu tenang.
"Kamu kenapa, hm?" tanya Kevin berjongkok memegangi lutut istrinya setelah ia dudukan dikursi rias.
Bya masih sesenggukan, "aku hamil," ucapnya kembali menangis.
"Kamu apa, By?" jujur Kevin masih berusaha memproses ucapan istrinya, ditambah perempuan itu kembali menangis setelah mengucap dua kata itu.
"Aku hamil, Kev, aku hamil," raung Bya kembali. "Aku hamil dan aku hampir bunuh anak kamu," teriak Bya dengan air mata yang berderai.
Bya kembali menangis dengan keras, mungkin jika kompleks rumah mereka berdempetan, tetangga di kanan dan kirinya akan mengira terjadi kasus KDRT karena tangisan Bya.
Kevin masih mengelus punggung tangan Bya, "kok bisa hamil?" tanya Kevin sekenanya. Otaknya masih berusaha memproses apa yang terjadi.
Bya menatap Kevin seolah tak percaya, membuat yang ditatap hanya menipiskan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Everyday
Genç Kız EdebiyatıMenurut Bya, jatuh cinta tidak ada dalam daftar jobdesk ketika dirinya menandatangani kontrak dengan HRD. Kevin Kuo, tidak pernah menyangka jika dia bisa menjadikan seseorang baru sebagai tempatnya kembali setiap malam, bercerita panjang lebar tenta...