Acara syawalan di rumah sakit sudah berlangsung beberapa saat namun ketiga anak Dito dan Sean baru saja tiba. Selain keluarga mereka, ada beberapa anggota bani ahmad lain yang menyempatkan untuk datang mengingat tidak semua bisa.
Atta melangkah di belakang adik-adiknya. Ia memindai poster kesehatan yang ada di sepanjang dinding pintu masuk hingga tatapannya tetuju pada satu objek.
"Kalian duluan aja naiknya!"
Acha dan adiknya kompak berhenti ketika Atta menyuruh mereka.
"Kenapa, Mas?"
"Aku mau ke sana dulu!" Atta menunjuk ke arah ruang tunggu poli umum sehingga membuat kedua adiknya memandang ke sana. Penasaran ada apa di sana, tapi tetap tidak menyuarakannya pada Atta.
"Oh ya udah. Kita duluan, Mas."
Ketika keduanya mulai beranjak ke tempat acara syawalan yang ada di lantai atas, Atta mengambil arah yang berbeda. Ia menuju ke ruang tunggu pasien, di mana di sana ada gadis yang tadi sempat membuatnya bertanya-tanya.
"Sofia,"
Sang pemilik nama mendongak. Sesaat wajahnya menunjukkan keterkejutan melihat Atta yang memanggilnya.
"Periksa di sini?"
Sofia mengangguk. "Nggak mungkin saya jualan ayam di sini."
Atta mau tertawa karena menganggap Sofia sedang bercanda, tapi melihat wajahnya yang datar, Atta memutuskan tak jadi tertawa karena tidak mungkin orang bercanda tapi wajahnya begitu.
"Irsyad di mana?" tanyanya lagi.
"Saya sendiri."
Kali ini pemuda itu yang gantian terkejut. Bagaimana mungkin Sofia pergi periksa sendiri di saat sakit dan wajahnya terlihat pucat. Mendadak pikirannya melayang jauh, teringat cerita Fajar. Jangan-jangan benar Sofia punya penyakit parah dan sengaja menyembunyikannya dari keluarga oleh karena itu ia memilih periksa sendiri seperti yang ada di film-film. Pikir Atta.
Dan berbekal imajinasinya yang sedikit berlebihan, Atta ikut menduduki salah satu kursi di ruang tunggu itu. Tak jauh dari Sofia.
"Kata Fajar, kamu punya keluhan asam lambung."
Sofia hanya mengangguk untuk menjawabnya. Atta hendak bertanya lagi namun terhenti karena suara sistem antrian berbunyi dan menunjukkan bahwa giliran Sofia yang masuk ke ruang periksa.
Gadis itu menuju ruang periksa tanpa mengatakan apapun pada Atta. Namun anehnya, meskipun tak mendapat kata apapun dari Sofia, Atta tak beranjak di sana malah mengambil ponselnya sembari menunggu Sofia keluar.
Sementara itu, tanpa Atta ketahui, tak jauh dari tempat ia duduk ada dua orang yang sedang mengintainya. Di dekat tangga ke lantai dua, mereka berdiskusi setelah berhasil mengabadikan momen ketika Atta dan Sofia bercakap.
"Abang ternyata udah ada target." ucap Rendra.
"Ngawur kamu! Itu kan mbak Sofia. Kakaknya Irsyad. Nggak targetnya mas Atta juga kali." jawab Acha.
"Ya apa dong, Mbak? Abang nyuruh kita duluan naik sedangkan dia milih nyamperin mbak-mbak itu."
Acha kembali memandang ke arah kakaknya duduk. Ia merasa tidak setuju dengan pendapat Rendra.
"Masa iya sih mas Atta gitu? Tapi ngapain dia duduk di sana sedangkan mbak Sofianya aja udah masuk."
"Emangnya kenapa, Mbak?"
Sebelum menjawab, Acha menarik tangan adiknya untuk diajak melanjutkan langkah menuju tempat acara syawalan. Sambil berjalan ia menjawab, "Kalau bisa ya jangan. Nggak tau kenapa, first impression ku sama mbak Sofia itu agak nggak baik. Kamu kenal banget gimana mas Atta. Orangnya kan tipe yang adem dan tenang gitu. Digigit nyamuk aja, ibaratnya pilih ditiup biar nyamuknya pergi daripada ditepuk. Kayaknya aku kok agak nggak rela ya dia nanti jodohnya sama wanita yang lebih dominan apalagi judes gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Bunga Hydrangea
Tiểu Thuyết ChungCerita tentang seorang pemuda bernama Atta yang sejak lahir sudah dimanjakan dengan hidup yang berlimpah materi, berlimpah ilmu agama, berlimpah pendidikan dan kasih sayang. Sehingga ia tumbuh menjadi sosok baik hati dan bijaksana. Berhasil menjadi...