"Kamu tadi pagi mandi kembang apa sih, Sof? Laris manis!"
Sofia hanya tersenyum sekilas untuk menanggapi ucapan salah satu pedagang daging yang ada di pasar. Dia dan yang lainnya sudah saling akrab karena hampir setiap hari berjualan bersama.
"Tau nih Si Sofia, pakai pesugihan apaan. Yang lain sepi, dianya malah udah mau habis aja!" sahut pedagang lain bernama Titin.
"Pesugihannya berupa jujur Bu Titin," Akhirnya Sofia membalas.
"Kamu kira aku dan yang lain nggak jujur?"
Sofia menggerakkan bahunya acuh. "Ya mana saya tahu,"
Titik yang awalnya hanya ingin ikut-ikutan berbicara malah berakhir tersinggung dengan jawaban Sofia.
Dita yang belum lama datang untuk menemani hanya bisa menyenggol lengan Sofia untuk mengingatkan sahabatnya itu agar tidak sembarangan bicara.
"Kenapa?"
Dita berbisik, "Kalau nyindir jangan terlalu frontal lah! Digeruduk orang satu pasar kamu nanti!"
"Luweh! Biar sadar aja. Jualan dicampur ayam bangkai itu tidak halal. Lama-lama pembeli juga akan paham sendiri."
"Ssst.. Udah aja bahasnya." Dita tahu banyak tentang seluk beluk penjual di pasar yang tidak semua jujur. Dia sudah lama bersahabat dengan Sofia, dia juga sering menemani Sofia di pasar.
Gadis itu lalu duduk karena pesanan soto dan es teh nya sudah diantar.
"Tapi memang rejekimu bagus lho, Sof! Yang lain pada ngantuk karena sepi, dari tadi kamu sibuk."
"Alhamdulillah." jawab Sofia singkat setelah selesai membungkus satu kilo sayap ayam untuk pembelinya.
Selesai itu, lantas Sofia mendekati Dita sambil meregangkan otot-ototnya. Yang Dita katakan benar, sejak pagi buka tadi, pembeli banyak yang hilir mudik menghampirinya. Suasana pasar memang tidak sedang ramai seperti biasanya. Penjual lain dalam lorong khusus daging itu terlihat masih punya banyak dagangan. Berbeda dengan Sofia yang tinggal menghabiskan ati ampela dan daging yang tidak lebih dari lima kilo. Bukan salahnya juga kan jika penjual lain sepi? Rejeki itu Allah yang atur.
"Tumben ibuk nggak ikut ke pasar?" tanya Dita lagi sambil meniup-niup sotonya.
Tanpa segan Sofia memukul paha sahabatnya yang hanya tertutup di atas lutut. "Jangan meniup makanan! Ditunggu aja sampai nggak panas."
"Nggih Bu Nyai!" jawab Dita dengan nada protes tapi tetap dituruti ucapan Sofia. "Jadi ibuk kemana?"
"Di rumah, aku yang larang ikut jualan. Semalam ngeluh masuk angin, biar istirahat dulu."
"Tau gitu kenapa nggak telpon aku aja. Sejak pagi aku nganggur. Irsyad udah balik ke pondok?"
Sofia melirik Dita sambil meneguk air mineralnya hingga tersisa setengah botol.
"Nanti sore. Biasanya juga aku sering sendiri. Dan emang kapan kamu nggak nganggur?"
Dita mencebik kesal, menawarkan bantuan berujung sindiran. Meskipun benar adanya, dia yang saat ini sedang tidak bekerja di mana-mana. Hobinya memang menjelajahi pekerjaan, maksimal tiga bulan sudah bosan dan keluar.
Sementara Dita menghabiskan sotonya, Sofia membereskan dagangannya. Hal itu membuat Dita kembali bereaksi.
"Udahan? Masih ada itu dagingnya."
"Jeroannya simpan kulkas. Dagingnya mau aku antar ke bu Ira. Tadi dia hanya pesan tiga kilo tapi suruh antar ke kantornya. Aku jawab kalau nambah jadi 8 kilo, aku mau antar. Eh, alhamdulillah dia kirim pesan lagi, teman-temannya ikut pesan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Bunga Hydrangea
Ficción GeneralCerita tentang seorang pemuda bernama Atta yang sejak lahir sudah dimanjakan dengan hidup yang berlimpah materi, berlimpah ilmu agama, berlimpah pendidikan dan kasih sayang. Sehingga ia tumbuh menjadi sosok baik hati dan bijaksana. Berhasil menjadi...