Part 15 : Bunga Hydrangea

1.9K 443 123
                                    

Sesuatu yang dikhawatirkan akhirnya benar-benar terjadi. Buntut dari nasehat Atta yang ternyata menyinggung hati para santri gaulnya itu membuat kegiatan ngaji di minggu berikutnya sepi. Jika biasanya ada setidaknya dua puluhan remaja, minggu kali ini hanya ada beberapa orang saja yang datang, itupun mereka memutuskan untuk pergi lagi ketika mengetahui temannya yang lain tidak datang.

"Sofia di mana, sih? Ditelepon dari tadi nggak dijawab!" gumam Baim yang sejak tadi masih setia menemani Atta di masjid. Diliriknya jam yang lima belas menit lagi menunjukkan pukul lima.

"Memang mbak Sofia tidak ingat hari ini jadwal ngaji, Mas Baim?" Salsa yang juga turut di saja bersama teman baiknya —Efi menimbrung pertanyaan.

Baim menggeleng sambil terus mencoba mengulang panggilan seluler nya pada Sofia. "Seharusnya ingat,"

"Sudah tidak apa-apa, Mas Baim. Sofia mungkin sedang ada keperluan. Dan mungkin juga, Sofia tidak bisa membuat teman-teman kumpul lagi." sambung Atta.

Baim memutus panggilan yang lagi-lagi tidak dijawab oleh Sofia kemudian ia menatap Atta. "Kenapa begitu, Mas?"

Atta tersenyum untuk menutupi perasaannya yang tiba-tiba tak beraturan. "Kemarin sebenarnya saya sudah diskusi dengan Sofia. Saya salah bicara pada teman-teman di sini. Sewaktu saya memberi nasehat tentang cara berpakaian untuk ngaji, ternyata banyak yang tersinggung. Saya rasa sejak awal saya sudah gagal mengambil hati teman-teman, sehingga secara tidak sengaja saya sendiri yang mematahkan niat dan semangat mereka."

Terdengar helaan napas Baim, ia hembuskan dengan kasar. "Mungkin juga, Mas. Soalnya saya juga merasakan sendiri, kurangnya kesadaran anak-anak sini tentang pentingnya belajar agama. Dukungan keluarga masing-masing juga tidak begitu bisa diandalkan. Jadi memang harus hati-hati sekali mendekati mereka."

"Gus Atta tidak salah, sudah sewajarnya mengingatkan seperti itu karena memang teman-teman itu suka seenaknya kalau berpakaian. Tidak dibedakan antara pakaian untuk ngaji dan untuk main." Lagi, Salsa mencoba membesarkan hati Atta agar tidak merasa bersalah.

Atta hanya memasang senyum tipis untuk membalas ucapan orang-orang yang masih menemaninya itu. Tak berselang lama, Rahman yang merupakan Pakde dari Sofia datang karena merasa tidak ada keramaian di masjid.

"Sofia kemana, Pakde?" Baim langsung menodongkan pertanyaan.

Rahman mendekati mereka yang duduk di serambi. "Belum pulang apa ya? Tadi siang antar ibunya ke rumah saudara, ada undangan pernikahan. Berarti memang belum pulang mereka."

Kemudian Rahman memeriksa sekeliling serambi. "Sudah selesai ini ngajinya? Tumben tidak seramai biasanya."

Baim dan Salsa juga Efi kompak melirik Atta. Daripada membuat curiga, akhirnya Baim menceritakan perihal teman-temannya yang tidak mau datang ngaji lagi.

"Astaghfirullah, kok ya susah sekali ngajak mereka itu. Nanti biar saya bantu, Gus."

Perhatian mereka kemudian dialihkan oleh suara motor yang cukup banyak layaknya sedang ada kampanye lewat jalan depan masjid. Dalam rombongan pawai yang tidak jelas tujuannya itu, ada anak-anak yang seharusnya datang untuk ngaji. Gas sengaja dimainkan sehingga menimbulkan suara yang sangat bising. Ketika tepat melewati masjid, mereka sengaja menambah volume suara gas sambil bersorak. Tidak jelas apa yang mereka sorakkan, tapi sudah cukup menjadi bahwa mereka sengaja meledek dan meremehkan Atta.

"Gus, maaf nggih, jangan diambil hati. Sering kok mereka pawai begitu, kebetulan juga mau ada pertandingan voli nanti malam antar dusun. Jadi mungkin ini persiapan mereka memberi dukungan." Rahman mendekati Atta untuk membesarkan hatinya karena jelas sekali terpancar dari wajah Atta bahwa ia sedang merasa tidak dihargai.

Seindah Bunga Hydrangea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang