"Sudah lega?"
Hembusan napas panjang menjadi jawaban yang Sofia berikan atas pertanyaan Atta.
Jika dijabarkan, sudah pasti ia merasa lega. Ternyata rasanya tidak semengerikan itu bertemu kembali dengan keluarga Faqih. Meskipun awalnya memang mendapat sikap dingin, tapi Sofia cukup puas bisa membuat Faqih dan keluarganya kalem karena mengenal siapa Atta.
Bukan bermaksud menyombongkan siapa keluarga suaminya, tapi jika ada kesempatan, sombong sedikit pada keluarga yang sombong tidak masalah, pikir Sofia.
"Alhamdulilah, untung aku bawa suami yang dari keluarga Al Anwar. Jadi percaya diri banget."
Atta menggeleng sambil menarik kedua sudut bibirnya. "Tidak juga. Tapi Karena kamu sendiri yang memang sudah jauh lebih dewasa untuk berdamai dengan masalah itu."
Kembali Sofia menarik napas panjang. Beban rasa di hatinya perlahan terkikis. Akan tetapi di saat itu, ia kembali teringat sang bapak. Rasa penyesalan itu mungkin akan terus ada sampai kapan pun.
"Pulang yuk! Takut telat sampai rumah, malam ini jadwal ngaji di masjid."
"Nggak libur, Mas?"
Sambil menginjak gas, Atta menggeleng. "Kenapa harus libur?"
"Seharian ini Mas Atta full kegiatan banget dari subuh, aku kira bakal diliburkan,"
"Tidak. Ngaji cuma duduk aja kok. Kasihan para tetangga, mereka semangat banget."
Sofia tak melarang, hanya merasa kasihan karena dari subuh hingga sore ini suaminya benar-benar tidak istirahat.
Dalam perjalanan pulang itu Sofia lebih banyak diam. Teringat sesuatu yang membuatnya berpikir keras. Tadi, untuk pertama kalinya ia melihat langsung wanita yang telah menjadi istri Faqih. Wanita yang dipilih secara langsung oleh orangtua Faqih untuk menjadi menantu idaman.
Jika bisa jujur, Sofia merasa rendah diri. Bukan karena tidak rela Faqih menikah dengan wanita itu. Hanya saja sikap wanita bernama Inara itu benar-benar lembut dan penuh sopan santun. Hal itu sungguh membuat Sofia membandingkan dirinya dengan Inara. Pantas saja pak kyai menolak keras saat Faqih berhubungan dengannya, karena memang telah disiapkan wanita yang begitu lembut. Sangat berbeda dengan dirinya.
Sekali lagi, bukan karena Sofia Cemburu. Tapi tiba-tiba saja rasa rendah diri itu menyerangnya. Ia menoleh ke arah Atta yang tengah fokus mengemudi.
"Kenapa?" Atta sadar jika Sofia sedang menatapnya.
"Enggak," Sofia menggeleng, mencoba mengusir pikiran rumit di kepalanya. "Kasihan aja sama Mas Atta, kayaknya capek banget."
Bibir Atta melengkung sempurna. Perhatian kecil yang membuat hatinya senang.
"Nanti aku minta obat capek ke kamu," candanya.
Sofia sempat bingung obat apa yang dia punya. Namun ketika melihat senyum nakal Atta ditambah kelingan mata dari suaminya, Sofia langsung paham obat apa yang Atta maksud.
Reflek Sofia mendorong pundak Atta sambil tertawa. Sekaligus menutupi wajahnya yang memerah karena malu.
"Ya Allah, kasar amat!" ucap Atta, bercanda karena sambil tertawa. Akan tetapi sanggup membuat Sofia berhenti tertawa.
Sayangnya, Atta sedang konsentrasi menyeberang rel kereta api sehingga tidak menyadari Sofia yang tiba-tiba diam karena kembali diserang pemikiran rumit.
Sofia juga paham jika Atta sedang bercanda. Akan tetapi pikirannya yang sedang kusut kembali membandingkan diri sendiri dengan wanita lemah lembut bernama Inara. Kenapa dia tidak bisa seperti itu? Bagaimana jika lama-lama Atta tidak tahan dengan sikapnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Bunga Hydrangea
Genel KurguCerita tentang seorang pemuda bernama Atta yang sejak lahir sudah dimanjakan dengan hidup yang berlimpah materi, berlimpah ilmu agama, berlimpah pendidikan dan kasih sayang. Sehingga ia tumbuh menjadi sosok baik hati dan bijaksana. Berhasil menjadi...