Part 41 :

4.3K 464 78
                                    

Semenjak Sofia terserang pemikiran aneh, Atta lebih memperhatikan istrinya hingga hal kecil. Apalagi saat ini, ketika melihat kulit punggung Sofia yang kemerahan bekas laser untuk menghapus tatto nya.

"Masih sakit?"

"Lumayan, ngilu-ngilu dikit."

"Nanti aku bantu lagi pas mandi,"

Sofia memutar bola mata dengan malas mendengar penuturan Atta yang terdengar serius.

"Jangan suudzon! Kata dokter kan tidak boleh kena air dulu. Kalau kamu mandi sendiri, susah kan mau lihat bagian punggung." Atta membela diri karena melihat tatapan menuduh dari Sofia dari bayangan cermin.

Kembali lagi Sofia terkekeh geli melihat tingkah suaminya. Kemarin dia baru saja menjalani tindakan menghapus tatto yang ada di tangan dan pundaknya. Menyisakan luka yang butuh perawatan khusus. Dan jangan lupakan Atta yang sejak kemarin terlalu berlebihan saat mengkhawatirkan Sofia, padahal dia yang menjalani tenang-tenang saja.

"Hanya luka kecil, Mas. Kamu khawatirnya seperti aku kena penyakit parah. Dan kata dokter bukan nggak boleh kena air. Tapi yang nggak boleh itu air panas. Lagian siapa juga yang mau mandi pakai air panas?"

Atta menggeleng tanda tidak setuju. Dia sebagai pengamat saja bisa merasakan betapa perihnya bekas laser di kulit Sofia. Atta mengecup singkat kulit dekat luka.

"Terimakasih ya,"

Sofia tersenyum geli mendengar entah berapa kali Atta mengucapkan kata terima kasih dan maaf. Tentu Sofia terharu meski jauh sebelum kenal dengan Atta, dia sudah berencana untuk menghapus tatto itu. Hanya saja butuh waktu untuk mengumpulkan uang karena biayanya tidak sedikit. Lalu siapa tahu jika Tuhan mempercepat keinginannya dengan mendatangkan Atta sebagai suami dan pada akhirnya Sofia tidak keluar biaya sedikitpun. Cukup menahan perih dan sakit saat diberi tindakan. Tidak perlu lagi menahan pusing karena memikirkan kantongnya terkuras.

"Ngomong-ngomong, Mas Atta itu beda ya dari yang aku kenal dulu?"

Setelah punggungnya selesai diolesi salep, Sofia kembali memakai bajunya dengan benar. Lalu ia membalik tubuh untuk menghadap suaminya.

"Mas Atta dulu itu kalem dan banyak diam. Aku kira nggak berani sama wanita. Ternyata pas udah nikah, agak... banyak maunya terutama soal ibadah malam."

Sejujurnya Sofia ingin menyebutnya 'mesum' hanya saja tidak mungkin. Bisa kualat ia menyebut suami sendiri yang notabene cucu kyai dengan sebutan seperti itu. Jika Anto, mungkin pantas-pantas saja.

Setelah mengatakan itu Sofia menggigit bibirnya sendiri karena takut menyinggung sang suami. Namun ketika mendengar Atta tertawa, wanita itu lantas merasa lega.

Sejujurnya bukan sesuatu yang menganggu karena pada kenyataannya Sofia juga senang ketika Atta sering merayu. Hanya saja dia sedikit tidak menyangka pria seperti Atta juga bisa seperti itu.

"Semua manusia dibekali nafsu, Sofia. Yang membedakan itu besar kecilnya kesabaran untuk menahannya. Aku juga kaget sebenarnya. Setelah menikah, Tiap waktu dekat dengan kamu, rasanya berdebar dan harus disembuhkan. Takut jantungan."

Tertawa geli, itu respon yang Sofia berikan. Sesungguhnya itu hanya obrolan pembuka karena ada hal yang lebih penting yang akan dia bahas. Namun karena banyak sekali hal yang harus mereka lakukan terkait persiapan pernikahan, alhasil belum ada kesempatan untuk membicarakannya. Dan dia paham sekali jika membahasnya, Atta akan merasa tidak sepehaman.

Terlebih dulu Sofia menatap suaminya dengan lekat. Semakin mengenal Atta, semakin banyak hal yang tergali dari dalam diri suaminya itu. Awalnya, ia pikir Atta adalah sosok yang kaku, maksudnya tidak bisa santai terlebih hal-hal kecil. Namun siapa sangka, Atta jauh dari pikirannya. Pria itu bisa jadi orang berbeda tergantung situasi dan kondisi.

"Mas Atta harus hati-hati, meskipun sekarang Rendi terlihat akrab, kita nggak tahu apa yang ada di pikirannya. Mungkin akan lebih baik jika tidak terlalu dekat."

Sambil mencuci tangannya Atta menoleh dengan wajah mengerut. "Bukankah kamu sendiri yang mengatakan, bahwa dengan cara lembut pun kita bisa meluluhkan kerasnya hati?"

"Ya tetap harus hati-hati kan, Mas?"

Ingin mendebat tapi apa yang Sofia katakan memang benar. Akhirnya Atta pilih menggaguk setuju meski dalam hati tetap akan mendekati Rendi dan teman-temannya tanpa mengabaikan pesan Sofia.











Seindah Bunga Hydrangea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang