Hiks...
Hiks...
Isak tangis Alana terus terdengar di dalam pelukan Govie, Govie berusaha untuk menenangkannya namun Alana tak kunjung diam.
"Al udah, Galvin bakal marah liat Lo nangis kayak gini terus," ujar Govie, namun Alana hanya menggelengkan kepalanya.
"G-gue gak tau gue harus gimana, coba aja gue pulang gak telat, pasti Galvin gak akan kecelakaan," ujar Alana dengan suara lirihnya.
Govie menarik Alana dari dalam pelukannya. "Ini semua pasti akan terjadi, ini udah takdir. Stop nyalain diri Lo sendiri atas apa yang terjadi, Al," jawab Govie dengan tatapan tajamnya, tangannya mengusap air mata yang membasahi wajahnya.
"Sekarang kita masuk ke dalem yuk? Temenin Galvin, dia pasti butuh Lo banget."
Alana diam sejenak, sebelum menganggukan kepalanya menyetujui. Govie dan Alana pun berdiri, berjalan mendekati pintu. Govie membuka pintu dengan pelan, terlihat Galvin tidur membelakangi pintu.
Tidak ada siapapun di ruangan, karena mereka sibuk untuk mencarikan donor mata untuk Galvin, dan harus segera bisa di dapatkan.
Alana dan Govie mendekat, tangan Alana bergetar namun Govie memegangnya berusaha untuk membuat Alana kuat.
"Gal, k-kamu gak mau makan?" tanya Alana dengan suara seraknya, melihat makanan yang dibawakan suster sejak tadi nampak belum tersentuh.
Galvin yang mendengar suara Alana, merubah posisinya menjadi telentang. "Kamu habis nangis, Al?" Tanya Galvin dengan cepat, tangannya meraba di sekitar bankar berusaha untuk menggapai tangan Alana.
"Aku disini." Alana mengambil tangan Galvin, matanya berkaca-kaca tangisnya pasti akan pecah sekarang. "Aku enggak nangis kok"
"Jangan nangis, Al. Aku gak bisa hapus air mata kamu sekarang," jawab Galvin dengan suara lirihnya, terus mengelus tangan Alana dengan lembut.
"Gal, ini ada Govie mau jenguk kamu," ujar Alana, menarik tangan Govie untuk mendekat kepadanya.
Kening Galvin berkerut, seketika dia terpikirkan sesuatu. "Govie? Andi, gimana kondisinya? Dia gak apa kan?" Tanya Galvin dengan cepat, namun Govie hanya bisa tersenyum gentir.
"Andi koma, Gal."
Deg!
Nafas Galvin terasa tercekat mendengar itu semua, tangannya yang semula memegang tangan Alana kini terlepas. Kepalanya hanya menggelengkan.
"Koma?" Galvin tersenyum gentir. "Lo bohong kan? Dia pasti ada di ruangan ini sekarang lagi jenguk gue!"
"Enggak Gal, dia emang koma. Benturan di kepalanya sangat keras."
Galvin hanya bisa diam, dia ingat suara Andi yang memanggil dirinya untuk berhenti. Namun dia tak kunjung mendengarkannya, hingga datang sebuah truk yang membuat tubuh mereka berdua terpental hebat.
"Andai gue dengerr omongan Andi, dia pasti gak akan sesakit ini sekarang," kata Galvin dengan suara sendunya. Terdengar hampa, dan lirih di telinga mereka berdua.
"Al," panggil Galvin, Alana dengan cepat memegang tangan Galvin.
"Hari ulang tahun aku, hadiahnya luar biasa kan?" Nafas Alana nampak tercekat mendengar apa yang dikatakan Galvin. "Saking luar biasanya, aku sampe bingung gimana caranya menikmati hari ulang tahun."
***
"Maaf pak, kami sudah mencari kesana kemari tapi mohon maaf kami tidak mendapatkan donor mata untuk anak bapak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Galvin Mahendra [END] [REPOST]
Teen FictionGalvin Mahendra, siapa yang tak mengenal dirinya? Seorang anak SMA yang menjabat sebagai ketua geng motor Aodra, yang paling ditakuti di kotanya. Tidak ada yang berani mengusik seorang Galvin, bahkan seorang pujaan hati tidak ada yang boleh menyentu...