Ting! Tong!
Ceklek!
"Kak Galvin?" Cicit Karensa dengan raut wajah takutnya, menatap Galvin yang sudah berada di hadapannya.
Galvin yang semuanya diam, menatap Karensa dia benar kaget melihat kondisi Karensa sekarang. Sungguh jauh dari kata baik, semua tubuhnya berisi bekas sayatan. Luka-luka yang sudah kering masing berbekas.
"G-gue mau bicara sama Lo, bisa?" Tanya Galvin, Karensa awalnya menimbang namun dia segera menganggukan kepalanya.
"Masuk kak, kita bicarain di dalem," ujar Karensa mempersilahkan Galvin untuk masuk ke dalam rumahnya, Galvin duduk di sofa yang besar menunggu Karensa yang masih menutup pintu.
"Kakak mau minum?"
"Gak usah, Lo duduk aja gue gak bisa lama-lama," jawab Galvin, masih dengan suara dinginnya. Namun Galvin segera bersikap santai, melihat Karensa yang nampak takut ketemu dengannya.
Karensa yang sudah duduk di hadapannya, membuat Galvin bisa melihat dengan jelas bagaimana luka di tubuh Karensa. Bahkan tubuh Karensa menjadi lebih kurus, tidak seperti dulu lagi.
"Kakak mau nanya apa?" Tanya Karensa heran, tumben Galvin akan mau bertemu dengan dirinya.
Galvin menghembuskan nafasnya. "Ini soal Lo sama Alexsa."
Deg!
Karensa mendadak menjadi kaku, tubuhnya terada bergetar mendengar perkataan Galvin. "K-kakak u-dah tau?" Tanya Karensa dengan nafas tercekat, namun Galvin dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Gue kesini justru pengen tahu, apa yang sebenarnya terjadi sama kalian," jawab Galvin. "Lo juga pernah mau bicara sama gue kan, sekarang tuntasin semua disini," jawabnya.
Karensa mendadak menjadi kaku, benar-benar kaku. Sebuah peristiwa itu terngiang-ngiang dalam pikirannya. Dia segera menghembuskan nafasnya, berusaha untuk menenangkan emosinya.
Galvin memegang bahu Karensa, dirasakan sekali jika tubuh Alexsa bergetar. "Lawan semuanya Karen, lawan semuanya jangan di tahan," ujar Galvin dengan suara lirih, berusaha untuk membuat Karensa tenang.
"Alexsa jahat kak." Karensa memulai pembicaraan, Galvin merubah posisinya dengan tubuh semakin dekat dengan Karensa.
"Pertama kali Alexsa datang, dia mengajak aku untuk kerja sama untuk jauhin Alana dari Kakak. Karena dia tahu, aku suka sama kakak." Karensa terdiam, kepalanya tertunduk seolah dia takut untuk mengatakan hal itu.
"Bodohnya aku mau, aku setiap hari bertemu dengan Alexsa untuk menyusun sebuah rencana." Karensa menatap Galvin dengan mata yang penuh berlinang air mata. "jatuhnya Alana di jalan raya itu aku yang membuatnya, hampir menjatuhi Alana pot juga aku, bahkan semua kecelakaan Alana itu aku kak."
Galvin tanpa sadar mengepalkan tangannya, namun sebisa mungkin dia menahan emosinya sekarang. Dia yakin jika cerita Karensa masih berlanjut. "Lalu, kenapa Lo mau?"
"Aku di paksa sama Alexsa, aku waktu itu juga benci sama Alana karena dia bisa selalu sama kakak sementara aku? Aku gak pernah di lirik sama kakak!" Karensa mengusap air matanya dengan kasar. "Setelah kejadian pot jatuh aku memutuskan untuk tidak bertemu lagi dengan Alexsa, karena aku takut Aodra sudah mencari ku kemana-mana."
"Tapi sayangnya, Alexsa berhasil menemukan tempat persembunyian ku dan dia mengancam aku untuk melakukan hal bodoh lagi, aku menolak namun dia mengancam akan memberitahu Aodra kalau aku disana."
"Lo kenapa gak ada niatan lapor polisi? Ini sudah kelewatan Karensa!" Balas Galvin, yang sudah benar tidak tahan dengan ceritanya.
Karensa tertawa kecil. "Lapor polisi? Aku punya bukti apa kak?" Tanya balik Karensa. "Aku tahu siapa Alexsa, tidak akan semudah itu kak. Justru aku yang akan kena."
KAMU SEDANG MEMBACA
Galvin Mahendra [END] [REPOST]
Ficção AdolescenteGalvin Mahendra, siapa yang tak mengenal dirinya? Seorang anak SMA yang menjabat sebagai ketua geng motor Aodra, yang paling ditakuti di kotanya. Tidak ada yang berani mengusik seorang Galvin, bahkan seorang pujaan hati tidak ada yang boleh menyentu...