"Gal, Delta meninggal."
Deg!
Galvin menatap Dion yang kini berada di hadapannya, Galvin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tak percaya dengan apa yang di katakan oleh papanya.
"Meninggal? Bukannya dia di penjara? Bunuh diri?" Tanya Galvin, dia benar tak percaya bagaimana bisa Delta meninggal di penjara? Mungkin?
Dion menghela nafasnya dengan pasrah, dia lalu memberikan sebuah kertas kepada Galvin. "Titipan surat dari Delta sehari setelah dia donorin darah ke kamu," ujar Dion. "Dia juga meninggal di rumah sakit, bukan di penjara."
Galvin menerima surat tersebut dengan pelan, dia membuka surat tersebut dan membacanya dengan teliti, di temani oleh Dion yang hanya dia berada di ruangan tersebut.
Teruntuk sahabat kecil gue Galvin
Gue minta maaf, gak seharusnya gue terlalu berlebihan dalam menganggap suatu hal. Gue itu pengecut Gal, Alana milih bareng Lo karena gue pengecut. Gue gak seberani Lo untuk mengungkapkan perasaan gue. Dan ujung-ujungnya gue nyalahin lu kan?
Gue juga minta maaf sama keluarga Lo dan juga keluarga Alana, dulu gue gak tahu masalah ekonomi gue yang sebenarnya. Gue kira benar kata papa gue kalau om Daniel dan om Dion yang buat papa gue menderita.
Tapi gue sadar, itu karena ulah papa gue sendiri. Papa gue yang mau menerima tawaran kerja sama hendak menipu orang, tapi dia sendiri kena tipu. Haha!
Gue gak tahu harus minta maaf pakai cara apa Gal, gue terlalu jahat di mata Lo kan? Gue terlalu jahat di mata Alana.
Mungkin waktu gue tau Lo kekurangan darah, gue minta jadikan hal itu untuk menyalurkan rasa permintamaafan gue kepada Lo. Dan mungkin berhasil.
Maafin gue ya Gal, gue titip Alana sama Lo. Alana aman sama Lo. Gue pamit.
Tertanda
Delta"Uhhh." Galvin menghela nafasnya setelah membaca surat tersebut, dia menaruh Surat di atas meja.
"Delta sudah di kuburkan tadi pagi," ujar Dion lagi, Galvin hanya memganggukan kepalanya.
"Aodra mana? Dia gak kesini?" Tanya Galvin, melihat Aodra yang sama sekali tidak ada di ruangan satu pun. Karena biasanya mereka akan menemani Galvin di dalam ruangan seharian
"Papa suruh dia sekolah, mereka setiap hari disini gak ada kerjaan jadi papa suruh sekolah saja," jawab Dion dengan santai, dia lalu duduk di sofa sambil menaikkan sau kakinya. "nanti malem kamu sudah boleh pulang."
"Kenapa gak sekarang aja?" Galvin menaikkan sau alisnya, dia sudah benar bosan berada di dalam ruangan seperti ini.
Dion berdecak. "Udah di kasih pulang, malah nawar lagi!" katanya kesal.
Galvin memutar bola matanya dengan malas, dia mengambil ponselnya. Untuk menghilangkan rasa bosannya, pandangannya terus tertuju kepada sebuah room chat yang sama sekali tidak ada balasan apapun.
Tak!
Galvin melemparkan ponselnya sembarang, bahkan Dion hampir kaget menatap Galvin degan malas.
"Alana kemana Pa? Aku disini Udah lama dia ga ada niat jenguk aku gitu?" Galvin hanya terkekeh, terlihat seperti bercanda namun Dion bisa merasakan suasana hati Galvin.
"Udah mantan, ngapain juga jenguk?"
Skak!
Galvin berdecak dengan sebal, papanya selalu saja membuat dirinya terjebak. Sementara Dion sudah tertawa dengan kecil, melihat reaksi Galvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galvin Mahendra [END] [REPOST]
Fiksi RemajaGalvin Mahendra, siapa yang tak mengenal dirinya? Seorang anak SMA yang menjabat sebagai ketua geng motor Aodra, yang paling ditakuti di kotanya. Tidak ada yang berani mengusik seorang Galvin, bahkan seorang pujaan hati tidak ada yang boleh menyentu...