"Ma..."
"Aku enggak apa-apa, Bar. Kamu enggak perlu minta maaf terus." Alma berjalan semakin cepat, meninggalkan Barra yang mengejarnya dari belakang.
"Tapi kamu menghindari aku dari pagi, Ma!" Barra menghentikan langkahnya. Nafasnya mulai tersengal.
Alma berhenti berjalan. Lalu duduk di atas rerumputan. Kini ia sudah berada di tepi sebuah danau buatan. Dilihatnya orang-orang yang kebanyakan tamu penginapan itu sedang duduk-duduk di tepiannya. Beberapa orang tampak berfoto selfie di jembatan kayu yang menjorok hampir ke tengah danau.
"Ma..." Barra kini sudah berada di samping Alma. Diraihnya tangan Alma. "Aku tahu kamu masih marah. Kamu masih cemburu."
"Aku perempuan, Bar. Perempuan mana pun akan cemburu kalau jadi aku." Alma meluruskan kedua kakinya.
"Tapi aku enggak pernah jadian sama dia, Ma. Kamu bisa tanya Dom. Aku cuma bersamanya seminggu, waktu jalan-jalan di Malang tiga tahun lalu. Kebetulan waktu itu aku lagi di Jogja, karena nenek meninggal dunia. Dom datang, sekalian mengajak jalan-jalan untuk menghiburku."
"Aku percaya kamu, Bar. Cuma... mestinya kamu cerita dulu ke aku. Jadi aku enggak bingung."
"Aku takut kamu marah."
"Aku enggak berhak marah. Itu masa lalu kamu."
"Tapi kamu menjauhi aku terus dari dia datang."
"Aku harus bagaimana?" Aku enggak bisa melihat kamu berduaan terus sama dia. Dia kelihatan sekali masih cinta sama kamu."
"Tapi aku enggak pernah cinta sama dia, Ma. Waktu itu aku cuma... menggoda..."
Alma tersenyum. "Makanya jangan suka godain cewek-cewek. Godaan kamu maut, bikin baper," selorohnya.
Kini Barra tertawa. Dielusnya rambut Alma. "Udah enggak marah lagi, kan?" Tanyanya.
Alma menggeleng. Ditatapnya Barra. "Tapi kamu harus bicara serius sama dia. Jelasin supaya dia enggak berharap lagi. Mungkin selama ini Milla menggangap kamu pernah cinta sama dia. Kamu pernah menganggap dia kekasihnya biarpun cuma sebentar."
Barra memeluk bahu Alma. "Kamu memang cewek terbaik yang aku kenal," bisiknya.
Alma tertawa. "Benar kata Dominik, kamu memang pintar gombal!"
"Sama yang lain mungkin aku suka gombal. Tapi sama kamu aku selalu jujur."
Kini Alma memandang wajah Barra setelah tawanya reda. "Kenapa kamu enggak suka Milla? Dia cantik sekali. Laki-laki mana pun pasti jatuh cinta sama dia. Tinggi, langsing, putih, wajah blasteran bule."
"Gak tahu. Aku enggak merasa cocok aja kalau untuk hubungam serius. Kadang-kadang laki-laki hanya butuh perempuan sederhana yang enggak bikin ribet."
Alma kembali tersenyum. "Tapi aku ribet, Bar. Aku malah merepotkan."
"Kamu melakukannya demi aku. Kamu bisa memilih jalan yang mudah tapi kamu malah cari yang ribet. Kamu bisa pilih cowok mapan, tapi kamu malah pilih cowok yang belum tentu masa depannya. Kamu juga bisa pilih calon mertua jenderal, tapi kamu malah..."
"Hei..." Alma menempelkan telunjuknya di bibir Barra. "Aku melakukannya bukan karena kamu. Aku memilih ribet untuk kebahagiaanku sendiri. Untuk masa depan ku. Dan aku memilih kamu, karena aku yakin aku bisa bahagia sama kamu."
"Kita akan lalui ini bersama, Ma. Kita pasti akan selalu bersama."
Alma mengganguk. Kedua matanya kini berkaca-kaca. Dipeluknya Barra dengan erat.
...
Barra beranjak dari kursi teras saat dilihatnya sebuah sedan kecil berwarna putih masuk dan berhenti di depan rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/340625477-288-k117462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menculik Anak Jenderal
RomanceOriginal Story yang ditulis dengan alur dan plot tak terduga. Cerita tentang kisah sepasang anak muda yang memperjuangkan cinta demi restu orang tua. Dalam pelarian panjang yang penuh ketegangan dan drama. Diwarnai dengan romantisme, tawa dan air ma...