Barra terpaku menatap Alma. Menunggunya bercerita. Tapi Alma masih terisak. Sesekali diusapnya air mata yang masih membasahi wajahnya. Barra menggenggam tangannya. Mencoba menenangkan.
"Minum dulu, Alma." Ibu meletakan cangkir berisi teh hangat di hadapan Alma lalu duduk di sampingnya.
Alma meneguknya, dan sesaat kemudian isaknya mulai berhenti.
"Aku enggak mau kita putus, Bar." Suara Alma terdengar parau.Barra mencoba tersenyum. "Aku juga enggak mau Ma," sahutnya.
"Apa yang terjadi, Alma? Apa yang membuat Papa mu tidak merestui hubunganmu dengan Barra?" Ibu mendekatkan wajahnya. Ditatapnya Alma dengan lembut.
Alma menggeleng. "Alma tidak tahu, Bu. Tiba-tiba saja Minggu malam itu, Papa memanggil Alma. Papa bilang, ia tidak mengijinkan Alma berpacaran dengan Barra, karena... " Alma berhenti sejenak. Dipandanginya Ibu dan Barra bergantian.
"Karena apa, Ma?!" Tanya Barra tak sabar.
"Papa bilang... dia sudah punya pilihannya sendiri ... anaknya teman Papa..." Kini Alma kembali terisak.
Barra melepaskan genggaman tangannya. Matanya menatap Alma tak percaya. Dihempaskan punggungnya ke sandaran kursi bersamaan dengan tarikan nafasnya yang terasa berat. "Ayahmu mau menjodohkan kamu?" Lirihnya.
Alma mengangguk, lalu tertunduk. Ia tak berani melihat tatapan kecewa di mata kekasihnya itu.
Ibu memandang Barra dengan mata berkaca-kaca. Ia tak tega melihat anaknya tersakiti.
"Maafkan aku, Bar..." lirih Alma. "Itu sebabnya aku pergi dari rumah. Tadi aku ijin ke kampus lalu melarikan diri ke rumah teman sebelum ke sini. Aku ingin pergi jauh. Aku ingin pergi sampai Papa merestui hubungan kita."
"Tapi kita mau pergi ke mana, Ma?" Barra menatap Alma dengan bingung.
"Ke mana aja, Bar. Kita pergi ke tempat yang Papa tidak tahu. Tempat yang Papa tidak akan mencari kita."
Ibu tersenyum. "Beliau pasti akan mencarimu ke mana pun kamu pergi, Ma."
"Dan resikonya juga akan sangat besar. Kamu sadar kan, Ayahmu itu seorang Jenderal?" Imbuh Barra.
"Tapi aku tidak mau pulang, Bar," isak Alma lagi sambil kembali meraih tangan Barra dan menggengamnya sangat erat.
Barra kembali menatap Alma dengan hati yang berkecamuk. Sungguh ia tak tahan melihat kekasih yang sangat dicintainya itu menangis karenanya.
Ditatapnya Sang Ibu. Meminta jawaban.Ibu menarik nafasnya. "Pergilah, Nak."
Tapi jawaban Ibu malah membuat Barra terkejut. "Tapi, Bu..."
"Berjuanglah untuk cinta kalian. Sampai tak ada lagi yang sanggup menghalanginya."
"Ibu..." Barra menatap Ibunya sungguh-sungguh.
"Kamu laki-laki, Barra. Kamu harus berjuang. Ibu akan mendukung kalian. Berjuanglah seperti Ayahmu berjuang untuk Ibu..." Kini air mata Ibu jatuh menetes di pipinya.
"Bu..." Barra terkejut. Dipeluknya Ibu yang lalu terisak di bahunya. Ia ingin sekali mendengar lebih banyak kisah Ibu, tapi melihatnya menangis, tak sanggup rasanya untuk membuatnya semakin bersedih.
"Ibu yang meninggalkan Ayahmu, Barra. Ibu yang tidak sanggup lagi... Maafkan Ibu," isaknya.
Barra memeluk Ibunya lebih erat. Tak pernah ia melihat Ibunya menangis tersedu seperti saat ini. Wanita tangguh yang dikenalnya itu kini begitu rapuh. Ternyata selama ini ia memendam rasa sesalnya sendirian.
![](https://img.wattpad.com/cover/340625477-288-k117462.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menculik Anak Jenderal
RomanceOriginal Story yang ditulis dengan alur dan plot tak terduga. Cerita tentang kisah sepasang anak muda yang memperjuangkan cinta demi restu orang tua. Dalam pelarian panjang yang penuh ketegangan dan drama. Diwarnai dengan romantisme, tawa dan air ma...