Barra memandang Dominik dengan hati berdebar. "Gimana, ada?" Tanyanya tak sabar saat Dominik menutup teleponnya.
"Kalau pakai nama Alma atau Mia sih gak ada, katanya. Tapi gak tau kalau pakai nama lain. Terakhir orang yang keluar dari rumah itu cowok, turis bule."
Barra melambatkan laju mobil, lalu menepikannya di sisi jalan. Sejenak ia berpikir. "Kita enggak usah ke sana berarti. Alma enggak akan ada di sana."
"Siapa tahu dia nginap di hotel atau penginapan lain, Bar?"
Barra menggeleng. "Lu tau gak, kenapa enggak ada yang ngikutin kita lagi?"
Dominik menggeleng.
"Karena mereka udah duluan ke sana Dom. Mereka udah duluan ngecek ke Bromo, ke Ubud. Mungkin juga ke Semarang. Dan Alma enggak ada di sana."
"Oh, ya, ya! Bener juga lu, Bar!" Dominik menepuk keningnya. "Terus kita mau ke mana sekarang?" Tanyanya bingung.
"Gak tau, Dom. Mentok gua." Barra menghembuskan nafas panjang. Disandarkannya kepalanya di sandaran kursi kemudi. "Mungkin dari awal harusnya gua emang enggak usah jadian sama Alma. Dia enggak akan susah begini, Dom..." lirih Barra dengan nada putus asa.
"Lu kan, gak bisa nolak takdir, Bar. Kan, Alma yang mau?"
"Sekarang gua mesti gimana? Gua takut Alma kenapa-napa. Kenapa dia belom juga hubungi gua ya, Dom?"
"Mungkin emang dia gak mau hubungi lu, Bar. Mungkin dia nunggu waktu yang tepat?"
Barra kembali menghembuskan nafasnya. "Lu kayak nyokap gua pikirannya. Masalahnya.... Iya, kalau dia cuma nunggu waktu. Lah, kalau dia kenapa-napa?"
"Kenapa gak lu tanya nyokap aja? Nyokap lu kan, biasanya punya ide bagus?"
Barra membuka ponselnya, namun sesaat kemudian dia terdiam. Dipandanginya Dominik. "Kalau lu jadi Alma. Lu gak pernah pergi kemana-mana sendirian, terus lu ribut sama bokap lu. Lu mau pergi ke mana?" Tanyanya membuat Dominik sejenak mengerutkan keningnya.
"Ya... pergi ke tempat yang gua kenal aja."
Barra tersenyum. "Kita ke Surabaya, Dom. Alma masih di Surabaya."
"Maksud lu?" Dominik bertambah bingung.
"Alma gak akan pergi jauh dari Surabaya. Dia gak akan berani. Tapi bokapnya mikir dia pergi sama gua. Karena dia tahu Alma enggak berani pergi jauh sendirian. Makanya gua diikutin. Dan, Alma enggak ngehubungin orang tuanya. Dia matiin hape karena memang dia enggak ke mana-mana. Dia masih di Surabaya. Malah mungkin dia cuma kabur di hotel dekat rumah neneknya."
Dominik tertawa. "Keren otak lu! Kenapa baru kepikiran? Untung kita gak jadi ke Bali."
Barra ikut tertawa, dilajukannya mobil dengan cepat. Wajahnya kini berubah ceria. Ia yakin Alma di sana. Karena petunjuk satu-satu nya yang ia dapatkan adalah Surabaya. Alma tidak mungkin berani pergi sendirian tanpa dirinya.
...
"Bener ini rumahnya?" Dominik menatap rumah besar berpagar tinggi itu.
Barra mengangguk. "Sesuai sama yang dikirim Erin, sih," sahutnya seraya turun dari dalam mobil, dan menghampiri seorang satpam yang sedari tadi memperhatikan kedatangan mereka.
Setelah menunggu beberapa saat, satpam itu pun mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah, dan menunggu di ruang tamu.
Tak butuh waktu lama, seorang wanita datang menghampirinya.
"Barra?" Wanita itu terkejut melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menculik Anak Jenderal
RomanceOriginal Story yang ditulis dengan alur dan plot tak terduga. Cerita tentang kisah sepasang anak muda yang memperjuangkan cinta demi restu orang tua. Dalam pelarian panjang yang penuh ketegangan dan drama. Diwarnai dengan romantisme, tawa dan air ma...