Bab 10 : DPO

92 9 0
                                    

Barra terbangun ketika terdengar suara ponselnya berbunyi nyaring. Seketika ia teringat janji makan malamnya. Terdengar suara Alma di ujung telepon saat ia mengangkatnya. Tak berapa lama ia pun berlari keluar dari dalam kamar lalu bergegas masuk ke dalam elevator yang membawanya sampai ke restauran yang terletak di lantai dasar hotel itu.

Barra tersenyum saat melihat Alma melambaikan tangan dengan mulut yang penuh terisi makanan.
"Sorry! Aku ketiduran. Udah lama nunggu?" Sesalnya seraya duduk di hadapan Alma yang tengah menyantap sepiring lumpia. "Kamu benar-benar lapar?" Tanyanya lagi.

Alma mengangguk. "Aku bangunin kamu udah hampir satu jam, jadi aku ke sini duluan. Keburu lapar."

"Sorry, ya. Aku nyenyak banget tidurnya," sesal Barra lagi.

Alma menggeleng. "Enggak apa-apa, aku kan, jadi bisa makan lebih lama dan lebih banyak. Kamu mau cobain?" Alma menyodorkan piring lumpia itu ke hadapan Barra, tapi Barra menggeleng sambil tersenyum.

Itu juga salah satu yang membuatnya suka pada Alma. Ia selalu apa adanya. Ia tidak pernah jaim di hadapannya.

"Kamu udah pesanin makanan aku, belum?" Barra membuka buku menu di hadapannya.

"Aku pesenin kamu Sop Buntut. Kamu suka, kan?"

Barra mengangguk. "Thanks!" Ucapnya. Dipandangnya Alma yang tampak segar malam itu. Tak ada lagi sisa air mata di pipinya. "Kamu udah mandi?" Tanyanya.

Alma kembali mengangguk. "Aku juga udah berendam air hangat tadi."

"Lebih tenang sekarang?"

Lagi-lagi Alma mengangguk. "Tinggal nunggu kabar dari Mama. Ibu gimana kabarnya?" Alma memandang Barra dengan rasa bersalah.

Barra meneguk air putih di hadapannya, lalu menggeleng. Membuat Alma semakin merasa bersalah. "Mungkin dia lagi sibuk," sahutnya mencoba menenangkan Alma.

Alma mencoba tersenyum, lalu kembali menyantap makanannya dalam diam. Dan beberapa saat kemudian seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka.

Barra mengaduk-aduk Sopnya yang masih mengepul. Dipandanginya wajah Alma yang tengah menuangkan sambal ke dalam Soto Ayamnya.

"Kenapa?" Alma mengangkat wajahnya. Menyadari Barra yang terus memandanginya sejak tadi.

Sesaat Barra ragu. Namun akhirnya diberanikan diri untuk bertanya. "Kenapa kamu meninggalkan dia, Ma?"

Alma tampak terkejut.  Ia terdiam sesaat. Ditariknya nafas dalam-dalam.  "Aku hanya ingin kehidupan yang berbeda. Aku bosan hidup berpindah-pindah tempat. Dan harus berpisah berbulan-bulan lamanya. Aku sudah mengalaminya hampir seumur hidupku."

"Dia sudah mulai bertugas?"

"Dua bulan lagi dia akan ditugaskan ke Timur Tengah selama setahun untuk misi perdamaian."

Barra tercenung. Kini ia semakin mengerti. Laki-laki itu benar-benar mencintai Alma. Dia takut meninggalkan Alma. Dia ingin Alma kembali. Kini dilihatnya Alma yang dengan lahapnya menyantap sotonya. Lagi-lagi Barra tersenyum melihatnya. Ia benar-benar kelaparan.

Suara pesan masuk mengejutkan Barra. Dibukanya ponsel. Seketika raut wajahnya berubah gembira.

"Dari siapa?" Tanya Alma penasaran.

"Ibu. Dia lagi di Bandung sejak kemarin. Tante Nurul mengajaknya jalan-jalan."

"Oh!" Alma tersenyum lega. Ia tidak berani menanyakan lagi. Saat ini mengetahui kabar baik dari Ibu saja sudah cukup baginya. Ia tak ingin lagi mendengar kabar buruk.

"Ibu kirim salam buat kamu," ucap Barra sambil menutup ponselnya.

Alma tersenyum. "Thanks! Sampaikan salamku lagi nanti."

Menculik Anak JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang