Dua Puluh Dua {KKN 1922}

86 13 15
                                    

"Kalo jodoh nggak akan ke mana. Kalo dianya pergi, berarti bukan jodoh. Gampang, bukan?"

_KKN 1922_

•••

Winter tidak menyangka jika kejadian semalam akan berdampak buruk. Selain sukar terlelap, dia sampai jatuh demam karena merasa takut. Padahal pagi ini dia harus mengikuti kuis di salah satu mata kuliah.

Pukul 6 pagi ketika membuka mata untuk pertama kali sebangun tidur, kedua mata terasa panas. Ditambah tenggorokan terasa mengering seakan kekurangan minuman. Alhasil dia segera bangkit berniat mengambil air putih di persediaan galon pribadinya.

Seharusnya Winter buru-buru mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus, tetapi yang perempuan berwajah pucat itu lakukan adalah menelisik area kamarnya. Memastikan tidak ada apa pun yang terjadi seperti semalam. Bahkan sekali lagi, mata menatap cermin di dinding, memastikan jika tulisan berwarna merah itu sudah benar-benar menghilang.

Entah siapa yang menghapus.

"Sialan," gumamnya pada diri sendiri.

Jujur, dia merasa trauma akibat teror sekilas tersebut.

Tok! Tok! Tok!

Prak!

Saking terlampau trauma, mendengar suara ketukan pintu sahaja dia terkejut. Ditambah gelas plastik di tangan sampai dibuat membentur lantai sehingga isi di dalamnya membasahi bagian bawah.

"S-siapa?"

Meskipun hari sudah pagi, tetapi gejolak was-was tetap menggelora di kalbu.

"Buka, woy! Udah bangun 'kan lo?"

Namun, tatkala mendengar seruan itu, hidung langsung dibuat menghela napas lega. Setidaknya dia merasa aman sekarang.

"Lama banget lo," cetus Yuki tatkala pintu kamar Winter telah terbuka. "Nih, buat lo. Tadinya, sih gue ogah bawain ini. Tapi, karena diminta Kak Dita, terpaksa gue mau!"

Winter memandang sebuah mangkuk berisikan sup hangat yang perempuan di depannya ini sodorkan. Tanpa pikir panjang, dia menerima pemberian makan gratis tersebut. Namun, bukan itu yang membuat perempuan berambut tergerai tersebut bergerak cepat. Akan tetapi, dia ingin berbicara empat mata bersama Yuki mengenai tragedi semalam.

"Gue mau ngomong hal penting," ucapnya menarik paksa pundak Yuki.

Awalnya Yuki memberontak. Dia memang paling tidak suka jika dipaksa. Namun, begitu Winter bercerita pasal teror semalam, raga menjadi menurut dan memasang telinga baik-baik.

"Kayanya ada yang ngerjain lo, deh," ujarnya menatap wajah Winter lalu beralih memandang genangan air yang belum sempat sang pemilik kamar bersihkan. "Tapi, lo harus inget. Apa pun yang terjadi, jangan sampe rahasia Kakak gue, lo bongkar. Kalo hal itu terjadi ...."

Jemarinya kemudian menyambar gunting di atas meja kecil milik Winter. Mengarahkan benda tajam itu ke depan mata si pemilik, membuat sang empu melotot tajam.

"Gue bakal buat status lo jadi jenazah."

Sumpah demi apa pun, rasa waspada Winter kian meningkat. Bukannya mendapat jalan keluar, dia malah semakin dibuat trauma.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang