Dua Puluh Empat {KKN 1922}

84 13 6
                                    

"Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga"

_KKN 1922_

•••

Malam ini hujan turun dengan begitu deras. Bahkan kilat dan geledek terlihat saling bersahutan. Tak heran apabila orang-orang yang biasa keluar malam kini memilih untuk berdiam diri di kamar. Menutupi tubuh menggunakan selimut sehingga rasa hangat bisa mendominasi raga.

"Sialan! Gara-gara hujan, gue gagal jalan!" tukas salah satu penghuni kamar di lantai dua Kos Putih.

Perempuan itu meringkuk di dalam selimut. Mempertahankan kehangatan yang sukar didapat akibat cuaca malam ini. Akibat geledek di luar sana terdengar mengerikan, terpaksa dia mematikan lampu kamar. Padahal perempuan yang tak lain adalah Winter itu kurang nyaman berada di kegelapan.

Tok! Tok! Tok!

Seketika Winter terlonjak saat mendengar suara tiba-tiba tersebut. Setiap mendengar ketukan pintu, dirinya menjadi teringat akan teror malam itu. Terlebih malam ini, keadaan sekitar juga tengah temaram, membuat jantung berdebar dua kali lebih cepat.

"S-siapa?" Memberanikan diri, dia merespon lirih. Tentunya masih dengan posisi merebahkan tubuh dan wajah mengintip dari balik selimut.

Namun, tidak ada sahutan sama sekali dari luar sana. Bulu kuduk Winter seketika dibuat meremang. Ditambah, geledek kembali menyambar sampai dia refleks memekik. Alhasil, terpaksa dia menyalakan lampu kamar meskipun konsekuensi harus diterima jika kilat dan geledek datang kembali nanti.

Duar!

Benar saja, detik berikutnya geledek kesekian kali menyapa lagi diikuti kilatan dari sang petir. Saking dahsyat suara alam tadi, lampu kamar dibuat berkelap-kelip sebelum berakhir mati sempurna.

Jelas hal tersebut kian membuat Winter ketakutan. Spontan jemari menyambar ponsel di atas nakas untuk menyalakan senter. Dia jua berinisiatif menghubungi kenalannya di lantai atas. Memintanya guna menjemput ke kamar ini agar dirinya bisa bertandang sementara di kamar perempuan itu.

Namun, kesialan lagi-lagi datang menimpa. Wifi Kos Putih tidak dapat tersambung, terlebih pulsa di gawai Winter belum sempat diisi. Alhasil, dia tidak bisa menghubungi temannya itu sekarang.

Tok! Tok! Tok!

"Winter?"

Deg!

Sekujur tubuh Winter langsung menegang, sampai tak terasa, ponsel di tangan jatuh ke lantai.

Dia masih ingat betul suara barusan. Ini adalah suara laki-laki yang malam minggu kemarin sempat menerornya.

Dug! Dug! Dug!

"Jangan ganggu! Pergi lo, sialan!" Suara Winter sudah berubah serak, sangat kentara jika dia menahan tangis. "Mamah!"

Dug! Dug! Dug!

Suara itu masih terus mengganggu. Buru-buru perempuan berambut terurai itu kembali naik ke aras kasur, menutupi seluruh daksa menggunakan selimut. Di sana, mata memerah Winter diam-diam menatap ke arah pintu dari balik selimut, memastikan jika benda persegi panjang tersebut masih berdiri kokoh.

"Winter, keluar yuk ...."

Seketika hidung Winter menahan napas. Terlampau takut, tak sadar perempuan berwajah pucat itu mengompol di celana. Hingga kasur lantainya dibuat basah dan terasa lembab.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang