Tiga Puluh Dua {KKN 1922}

100 12 11
                                    

"Sederhana, tetapi belum tentu kamu bisa mengulang lagi bersama dia."

_KKN 1922_

•••

Sore itu hujan turun dengan begitu deras, bahkan geledek dan petir terlihat saling bersahutan. Membuat para insan yang masih di luar rumah terpaksa harus bertandang, entah di depan ruko, tempat makan, atau di rumah sang kenalan.

Begitu pula dengan dua manusia berbeda gender itu. Mereka bertandang lebih dahulu di warung makan pinggir jalan. Alhasil, dua orang yang tak lain adalah Tio dan Iza itu sekalian mengisi perut di sana.

"Aku ayam sama sambel aja, Bu," kata Iza kepada sang pemilik warung makan. "Sama minumnya teh anget aja."

"Siap. Kalo Mas gimana?" Sang pemilik warung bertanya kepada Tio sembari mengambilkan pesanan Iza.

"Ayam sama jengkol balado, Bu."

Iza terkejut saat mendengar jawaban tersebut. Dia tak menyangka bahwa Tio doyan bahkan menyukai makanan yang menimbulkan bau mulut setelah dikonsumsi. Padahal biasanya orang paling menjauhi makanan tersebut karena masalah satu ini. Namun, dirinya sama sekali tidak menyangka jika lelaki tampan ini mau mengonsumsi.

"Kak, doyan jengkol, ya?" tanyanya hati-hati.

"Emang kamu nggak?"

Kepala Iza ragu-ragu menggeleng saat mendapat pertanyaan balik. Dia memang pernah menyicipi dan rasanya cukup enak, tetapi jika ditanya demikian, dirinya belum bisa memastikan.

Hingga Iza dan Tio memilih fokus pada makanan masing-masing. Selama menyantap hidangan di depan mata, di luar sana hujan masih gencar mengguyur bumi, tetapi sudah tidak sederas beberapa menit lalu.

"Mas dan Mba, kalo boleh tau udah pacaran berapa lama? Kalian cocok, loh. Semoga bisa segera ke jenjang lebih serius, ya," ucap ibu di depan mereka tiba-tiba, refleks membuat Iza tersedak makanan di mulut.

Sontak dia menenggak teh pesanannya guna meredakan sensasi perih di tenggorokan. Rasanya mengejutkan saat tanpa aba-aba, ibu pemilik warung ini bertanya demikian.

Ternyata sedari tadi, wanita paruh baya tersebut mengira bahwa dirinya dan Tio memiliki hubungan lebih.

"Kami nggak pacaran, Bu," jawab Iza mengklarifikasi, sedangkan lelaki di samping kirinya hanya terdiam seribu bahasa.

Tanpa memberi efek apa pun seperti dirinya tadi, dia terlihat lebih santai, bahkan masih bisa melahap makanan dengan hikmat.

"Bener gitu, Mas? Takutnya Mbak-nya gengsi buat ngakuin."

Sialnya sang ibu justru terkekeh, seakan sedang menggoda. Pun Tio terlihat mendung, begitu dia hanya tersenyum singkat---seakan mengejek.

Aneh banget, nih orang dari tadi!

Malas menanggapi lebih jauh, Iza memilih kembali fokus pada makanan di piring yang tersisa setengah.

Hingga berselang beberapa menit setelah makanan masing-masing habis dan dibayar, mereka berdua pun memutuskan langsung pulang.

Awalnya Iza kira hujan tidak akan kembali turun saat cahaya matahari sudah mulai menyinari buana. Namun, di tengah perjalanan, gerimis kecil justru menetes mengiringi perjalanan dua insan berbeda gender itu.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang