Tiga Puluh {KKN 1922}

91 12 7
                                    

"Pada dasarnya, terlalu berharap kepada hati yang memang bukan milikmu akan selalu membawa rasa kecewa."

_KKN 1922_

•••

"Maaf, Kak. Tapi, setelah aku pikir-pikir, aku memang harus ada di tim Kak Yuki."

Ketika mendengar ucapan Anna, Dita semakin dibuat tak berdaya. Sebisa mungkin dia menampik pengakuan Tomi. Namun, kedua adik kandungnya malah memberikan pernyataan yang membuat alibinya berakhir sia-sia.

Ditambah, Winter yang juga ikut serta membuka mulut. Perempuan itu telah berkhianat, padahal dia sudah diberi uang penutup mulut beberapa kali. Bahkan sampai berjumlah sepuluh juta apabila ditotal.

"Lo pengkhianat! Padahal gue udah kasih lo bayaran buat tutup mulut!" ujar Dita terbawa emosi.

Hingga tanpa sadar, perkataan tersebut membuatnya secara tak langsung telah mengaku bahwa anak dalam kandungannya memang darah daging Tomi. Mau bagaimanapun, pria itu memang berhak dan harus bertanggungjawab atas kesalahan ini.

"Dit, jangan egois, ya? Ini yang kamu mau dari awal 'kan? Anak dalam kandunganmu itu berhak dapet kasih sayang dari ayah kandungnya waktu dia lahir nanti." Tio yang sedari tadi memilih diam pun kini akhirnya angkat suara. Dia bangkit dari posisi duduk di depan penghulu lantas mengusap pelan perut Dita yang di mana sang empu sedari tadi sudah berdiri.

Tanpa bisa melakukan perlawanan lagi, wanita berhiaskan dominan berwarna putih itu dibuat menangis. Pipi bersemu merah akibat polesan blush on-nya bahkan sampai basah oleh tetesan air mata.

Hingga mulut tak kuasa menahan suara isak tangis dan berujung mengakui fakta bahwa Tomi memang ayah kandung dari janin di dalam perutnya sekarang.

"Maaf, ya. Aku datang terlambat dan sempat buat kamu kecewa," ucap Tomi tepat di samping Dita.

Pria itu kemudian mendaratkan kecupan singkat di dahi sang istri yang baru sah sekitar dua menit lalu. Jujur saja, perasaan lega langsung hinggap di sanubari, walaupun awalnya keraguan lebih mendominasi hati guna menikahi Dita hari ini juga.

"Semoga kamu nggak nyesel, ya setelah ini," jawab Dita lirih seraya menundukkan wajah setengah. Sejujurnya, masih terselip rasa takut dalam kalbu. Dia khawatir jika sikap baik mantan kekasihnya ini berubah kembali, mengingat terakhir kali mereka berkomunikasi, dia sempat merespon di luar dugaan karena enggan menerima kehamilannya ini.

"Iya, Sayang. Habis ini aku bakal bawa kamu ke rumah aku, ya? Aku juga bakal kenalin kamu ke nenek." Senyum manis Tomi pun mengembang.

Mereka kemudian keluar dari masjid, menuju halaman rumah Dita lantas mendudukkan diri di atas pelaminan cukup megah. Sesungguhnya wanita itu tidak menyangka bahwa acara ini akan berakhir bahagia---walau awalnya diri enggan mengaku karena takut Tomi sekadar berpura-pura.

Hingga konsekuensi besar harus diterima setelah ini. Dirinya dan Tomi resmi dikeluarkan dari kantor tempat mereka bekerja karena kabar burung tentang kehamilannya telah menyebar. Namun, hal tersebut bukan masalah, masih banyak pekerjaan di luar sana yang sedang menanti.

"Semoga langgeng, ya."

Dita tersenyum, menerima uluran tangan Tio yang naik ke atas pelaminan. Lelaki itu sudah berganti pakaian biasa.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang