Enam {KKN 1922}

135 13 21
                                    

"Mau bagaimanapun, jika bukan diri kita yang dia mau, usaha akan berakhir sia-sia!"

_KKN 1922_

•••

Kaisar sedang fokus menatap layar ponsel yang sengaja dia letakan dengan posisi miring di depan dinding. Lelaki pemilik telinga caplang itu tampak fokus menonton film Marvel di sana. Saking fokusnya netra, ia sampai tidak beralih sedikit pun meski jemari terulur ke samping guna mengambil camilan kemudian dimasukan ke dalam mulut.

Terlampau candu dengan film produksi Amerika tersebut, sudah terhitung lima kali lelaki itu memutar dan menonton ulang tanpa diskip. Mungkin orang yang kenal dekat dengannya akan mengetahui mengenai hal ini.

"Ck, pake habis segala minum gue." Kaisar buru-buru berdiri saat rasa dahaga sudah mendominasi. Namun, sayang. Ternyata air galonnya juga tinggal tersisa beberapa tetes sehingga belum mampu menghilangkan rasa hausnya sekarang.

Tok! Tok! Tok!

Di sela-sela dia berusaha menuang sisa air di galon ke dalam gelas, suara tersebut terdengar beberapa kali. Namun, tidak ada susulan suara manusia yang terdengar---minimal memanggil nama atau mengucapkan salam.

Ceklek!

Hingga ketika benda persegi panjang kamarnya terbuka, sosok mungil berambut pendek terlihat di depan mata. Perempuan selaku tetangga kamarnya ini terlihat menggigit bibir bagian bawahnya sendiri saat dia mendongak guna menatapnya balik.

"Kenapa?" tanya Kaisar, memulai percakapan.

"E-eh, ini. Aku cuma mau ngasih ini." Perempuan yang tak lain adalah Ivy itu mengulurkan kertas satu lembar berwarna biru muda kepadanya. "Titipan dari Bapak Kos. Katanya kembalian waktu bayar kos kemarin."

Mendengar nada bicara Ivy, Kaisar langsung bisa menebak jika dia sedang gerogi. Terdeteksi dari suara begitu lirih dan telapak tangan berkeringat saat tangan mereka bersentuhan manakala jemarinya mengambil alih uang tadi dari cekalan.

"Thanks. Ngomong-ngomong, lo punya persediaan air minum? Kalo ada boleh minta?"

Ivy yang awalnya kembali menunduk, kini dibuat mendongak lagi. Kepala lalu refleks mengangguk sekali lantas menjawab, "Bentar, aku ambilin, ya, Bang."

Dia lalu masuk ke kamarnya sebelum tak lama kemudian keluar dengan membawa segelas air putih di tangan kanan. Niat awal dia ingin langsung masuk ke kamar setelah memberikan air putih itu kepada Kaisar, tetapi sang empu tiba-tiba berkata, "Temenin gue nonton aja sini. Butuh temen ngobrol juga soalnya."

Antara ragu dan takut, tetapi kesempatan emas untuk lebih dekat dengan lelaki tampan ini, alhasil Ivy turut masuk ke dalam kamar nomor 20. Pastinya pintu kamar Kaisar tetap dibuka agar tidak terjadi kesalahpahaman nantinya.

Setidaknya Ivy menjadi tahu satu hal penting bahwa Kaisar menyukai film Marvel. Ternyata dia juga tipe lelaki humble pun pemilik selera humor cukup receh.

Mengetahui hal tersebut, Ivy merasa jika dirinya dan lelaki pemilik tinggi bak tiang ini satu frekuensi. Sekarang dia kian dibuat bingung antara memilih Marka atau Kaisar.

"Cie, tumben, nih berduaan gitu!"

Refleks Ivy menoleh ke ambang pintu. Di sana Marka berdiri seraya berkacak pinggang. Padahal baru sahaja dia memikirkan lelaki itu dan kini sang pemilik nama sudah menampakkan batang hidung. Benar-benar ajaib!

"Lagi nonton, Bang. Gabung aja kalo mau." Spontan pula, mulut Ivy berkata demikian.

Namun, di luar dugaan, Marka justru menuruti ajakan Ivy barusan. Hingga jadilah kini mereka bertiga berkumpul di satu kamar dengan posisi perempuan yang terlihat kecil itu duduk di antara dua kaum adam sekaligus.

"Kak Kaisar! Boleh minta tolong nggak?"

Sedang asik-asiknya menonton bersama, tiba-tiba tetangga kamar pemilik paras yang dianggap paling menawan di Kos Putih ini muncul. Sialnya Winter meminta langsung kepada Kaisar agar membantunya menurunkan koper di atas lemari kayu di kamar kosnya.

"Boleh." Tanpa menolak, Kaisar serta merta berdiri dari posisi duduk bersilanya.

Ck, ganggu aja! Ivy mendesah pelan, tetapi berusaha agar tidak menampilkan ekspreksi terganggu.

•••

Sekitar pukul 10.00 WIB, Iza dan Jisung baru sampai di kos. Masing-masing di tangan mereka membawa kantung berisikan hasil belanjaan dari pasar. Awal berangkat mereka memang bertiga, tetapi pulang-pulang mereka hanya menyisakan dua raga mengingat salah satu di antara mereka yaitu Tio tengah menemani anak sulung Pak Nurudin berbelanja.

"Capek banget gue. Gue yang disuruh nemenin, ujung-ujungnya malah ditinggal!" Iza misuh-misuh seraya mencuci kaki dan tangannya di keran.

"Ya, yang penting lo udah sampe di sini sama gue. Lagian, kayanya lo sensi banget, deh sama si Dita itu?" Jisung yang mampu merasakan kekesalan Iza terhadap Dita sontak menatap perempuan itu lekat-lekat. "Atau jangan-jangan lo---"

"Udahlah, ngga usah dibahas! Nih, bawa sendiri ke kamar lo!" Masih kesal, Iza membiarkan Jisung membawa semua hasil belanjaan tadi seorang diri lantas dia sendiri masuk ke kamar.

Dia terlampau kesal karena telah termakan ekspektasi pribadi. Awal mula dia bahagia karena bisa berduaan bersama sang lelaki pujaan meskipun terganggu oleh Jisung, tetapi mendadak Dita datang dan sukses menghanguskan harsa di dada dalam sekejap.

"Tau, ah! Ngeselin banget, tuh cewek! Mentang-mentang lebih cantik jadi bertingkah seenaknya!" Di sela-sela Iza mengomel, tiba-tiba ketukan cukup keras menyapa dari luar, disusul suara familier milik temannya---Ivy.

"Ada apa, sih?" tanyanya ketus saat membuka pintu. Bahkan terlampau sensitif, Iza sampai terbawa emosi ketika berkomunikasi dengan orang lain.

"Boleh masuk? Mau cerita sesuatu." Ivy yang cukup peka lebih dahulu meminta izin. Dari air muka, Iza jua terlihat sedang merasa jengkel.

Alhasil kini mereka berdua berkumpul di kamar Iza. Ternyata mereka berdua sedang memendam suatu perasaan serupa, kesal kepada seorang perempuan yang dianggap pesaing cinta.

Ivy pada Winter sementara Iza pada Dita.

"Gara-gara si Dita-dita itu, gue jadi ditinggal sama Kak Tio! Ngeselin banget!"

Bergantian, Ivy bercerita pasal Winter yang kerap cari perhatian kepada Kaisar. Contohnya ketika dia meminta diambilkan koper di atas lemari beberapa menit lalu.

"Ya, kalo dipikir-pikir ... kamu aneh juga. Sebenernya kamu suka sama Kak Marka atau Kak Kaisar? Kalo dua-duanya, kamu terkesan kaya buaya betina!"

Berselang dua detik, raga Iza dibuat terjungkal tatkala bantal guling melayang mengenai wajahnya. Siapa lagi jika bukan akibat ulah tangan Ivy yang tak terima dikatai sebagai buaya.

"Nggak usah keras-keras ngomongnya! Nanti ada orang di luar yang denger!"

Iza hanya mendengkus menanggapi.

"Tapi, aku akui, sih. Si Winter itu emang cantik, imut-imut gitu." Ketika mengatakan itu, Iza memandang serius perempuan di hadapannya. Ingin mengetahui respon Ivy walau hanya dari mimik wajah. "Cuma minusnya dia centil. Jadi, keliatan kaya cewek kegatelan."

Iza tahu, Ivy kurang nyaman ketika dirinya memuji pasal kecantikan winter---bisa dikatakan dia insecure.

"Iya, aku juga tau kalo dia cantik. Maka dari itu, aku nggak berharap lebih sama Kak Marka atupun Kak Kaisar, orang saingannya dia."

Mendengar itu, Iza spontan membalas, "Berarti kalo gitu, kamu nggak usah marah-marah kalo Winter berusaha deketin Kak kaisar. Katanya kamu nggak berharap 'kan? Logika aja, siapa yang berani, dia yang menang. Aku rasa, anak seumuran kamu nggak bodoh-bodoh amat buat bisa mahamin kata-kataku barusan."

•••

TBC~

Halo, jangan lupa tinggalkan jejak.★
Terima kasih buat yang sudah
berkenan membaca:^^

Ttd
-Faiz

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang