Dua Puluh {KKN 1922}

94 13 9
                                    

"Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, tapi dengan masalah satu ini, apakah akan ada?"

_KKN 1922_

•••

"Ibu yakin, kamu nggak mungkin ngelakuin hal sebejat itu." Wanita berhijab segi empat berwarna navy tampak melempar senyum teduh.

Meskipun sempat syok atas kabar yang menimpa sang putra, tetapi akhirnya diri yakin setelah mendapat penjelasan dari sang empu. Lagi pula, anak keduanya ini tidak mungkin melakukan hal sehina itu, terlebih kepada perempuan bukan mahram.

"Tapi, anak Tante udah ngelakuin itu sama Kakak saya!" Yuki menjawab tak terima. Jika bukan karena orang tua, mungkin sedari tadi dia sudah mencaci maki wanita di hadapannya kini.

Ya, malam ini keluarga Dita dan kedua orang tua Tio beserta lelaki itu sendiri sedang berkumpul di kediaman Pak Nurudin. Jelas tujuan pertemuan mereka adalah untuk membahas pasal kehamilan Dita juga pernikahannya dengan Tio.

Namun, meskipun demikian, Tio tetap saja enggan mengaku. Pasalnya dia memang tidak pernah merenggut keperawanan sang anak sulung pemilik Kos Putih tersebut.

"Ada bukti nyata kalo anak saya yang menghamili Nak Dita?" Ayah Tio pun ikut bersuara. Dia memandang Dita yang sedari tadi setia menunduk di sebelah sang ayah.

"Bukti buat apa? Orang Kak Dita udah ngaku kalo emang anak Om yang ngehamilin dia!" Anna merespon disusul decihan keras seraya menatap pria tua yang wajahnya terbilang cukup mirip dengan putra bungsunya itu.

Sedangkan Winarta yang mendengar pernyataan gamblang gadis SMA di depannya, beliau hanya menggelengkan kepala. Sebelumnya beliau sendiri jua telah berdiskusi bersama Pak Nurudin secara empat mata mengenai permasalahan anak mereka. Namun, pria berkepala empat itu tetap percaya bahwa putri sulungnya berkata jujur.

"Kalo bener gue yang ngehamilin lo, ada bukti, Dit? Kasih tau juga, kapan dan di mana kita ngelakuin hal itu." Hingga akhirnya Tio turut membuka suara.

Sejak tadi, mulutnya sengaja bungkam dan diam-diam netra memperhatikan gerak-gerik wanita berwajah tegang di sisi Pak Nurudin. Dia tahu jika Dita tengah merasa gelisah.

"Jawab, Kak," ujar Yuki, membuat semua mata spontan memandangnya menunggu jawaban.

Seharusnya perempuan tanpa polesan make up itu bisa menjawab tanpa ragu, tetapi dia tetap menunduk. Menggiring asumsi mendukung di mana bahwa dia takut apabila merespon sesuai fakta.

"Lo nggak bisa jawab? Jadi, bener 'kan kalo anak di kandungan itu bukan anak gue?"

Napas Dita seketika memburu. Kesepuluh jemari di bawah meja refleks mengepal erat, disusul ritme debaran jantung yang meningkat akibat rasa panik sekaligus kesal menerima dugaan Tio barusan.

Prang!

"Nikahin gue! Kalo nggak, gue bakal bunuh diri!" Terlampau dilanda kepanikan, dia lantas bangkit dari posisi duduk, mengambil pecahan gelas di lantai sebelum mengarahkannya ke pergelangan kiri.

Jelas hal tersebut memancing kepanikan semua orang. Anna sampai menangis karena takut jika sang kakak akan melakukan tindakan gegabah.

"Jangan macam-macam, Dita. Buang pecahan gelas itu!" Pak Nurudin sontak ikut bangkit dari kursi, mendekat ke arah Dita bermaksud menggagalkan ancaman tersebut.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang