Delapan {KKN 1922}

122 13 24
                                    

"Baper boleh. Tapi, jangan berlebihan, ya. Siapa tau dia cuma sekedar ramah."

_KKN 1922_

•••

Sekitar pukul 8 pagi lebih sedikit, Iza dan Ivy tampak keluar dari area kos. Mereka akan berangkat ke kampus dengan berjalan kaki mengingat jarak yang ditempuh terbilang dekat---sekitar sepuluh menit. Lumayan bisa menghemat pengeluaran selama satu bulan. Awalnya Iza diajak oleh Jisung untuk berangkat bersama dengan dibonceng motor lelaki itu, tetapi dia menolak menggunakan alasan bahwa Ivy tidak bisa ditinggal seorang diri.

"Eh, semalam kamu kenapa pulang cepet ke kos? Mana main ninggalin lagi tanpa ngomong!"

Seraya mengobrol ringan di jalan, Iza melontarkan pertanyaan tersebut. Memang sejak semalam dia belum sempat bertanya dan memilih langsung masuk ke kamar setelah kembali dari acara sang pemilik kos.

"Males jadi nyamuk doang di sana," kata Ivy, terdengar dongkol.

Iza berdecak menanggapi. Memang salah dirinya juga karena meninggalkan perempuan itu begitu saja---memilih berduaan bersama Tio sehingga lupa akan keberadaan Ivy. Namun, jika dipikir-pikir, apabila posisi dibalik, pasti dia juga akan melakukan hal serupa. Terlebih semalam, Kaisar dan Marka sempat menampilkan aksi sebagai seorang gitaris dan penyanyi.

"Ngomong-ngomong, semalem si Dita-dita itu sempet ikut nyanyi juga, loh. Andai kamu liat langsung, pasti auto panas!" ujar Iza terkekeh lirih seakan mengejek.

Namun, meskipun demikian, dia bisa mendeteksi akan seperti apa respon seorang Ivy.

Benar saja, perempuan yang membawa tas ransel hitam itu sok cuek menanggapi lantas menjawab, "Biarin aja, lagian nggak ada urusannya sama aku."

Diam-diam Iza menerbitkan senyum tipis. "Tapi, bagus, sih. Dia jadi nggak ganggu waktu aku sama Kak Tio."

Di tengah perjalanan, mereka berdua lalu bertandang lebih dahulu ke sebuah tempat fotocopy yang ada di pinggir jalan raya. Kebetulan sekali Iza ingin membeli bolpoin dan satu buku. Namun, sebelumnya dia sama sekali tak menduga siapa yang akan melayani.

Tio---lelaki pemilik kulit cukup cerah itu ternyata bekerja di sana. Iza sempat dibuat terkejut saat melihatnya.

"Aku mau pulpen yang itu, Kak sama buku itu ... satu aja," ujarnya menunjuk alat tulis incaran di dalam etalase. Disertai suara gemetar, Iza berusaha memasang senyum ramah meskipun rasa gerogi tetap terdeteksi.

Perempuan itu jua dibuat menahan napas saat netra tak sengaja melihat otot tangan lelaki berbaju lengan pendek itu ketika sang pemilik mengulurkan tangan guna mengambilkan pesanannya. Entah ke mana aja dia selama ini karena baru menyadari bahwa Tio memiliki otot tangan begitu kentara---menunjukkan jikalau dia kerap berolahraga.

"Za!"

"E-eh, iya?"

"Itu ...."

Iza berkedip berulang kali ketika tak sadar sempat melamun. Dia sampai tidak melihat ketika Tio menjulurkan pulpen hitam serta satu buku permintaannya tadi sehingga tepukan Ivy berhasil menyadarkan.

"Eh, maaf. Jadi, semuanya berapa, Kak?"

"Ambil aja. Nggak usah bayar," tukas Tio.

KKN 1922 [Selesai!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang