🍃🍃🍃
( ¯(∞)¯ )
Sudah hampir setengah jam Vina dan Andra mengelilingi toko buku yang kini mereka kunjungi. Ternyata Vina buka hanya berniat membeli satu atau dua buku saja, tapi lihatlah, di tangan Vina sudah ada lebih dari lima buku.
“Lu gak cape dari tadi muter terus?” tanya Andra menatap datar ke arah Vina.
Vina mengangkat bahunya acuh. Toh tidak ada yang menyuruh Andra mengantarnya, kan? Jadi biarkan saja!
“Lu cape?” tanya Vina polos.
Andra hanya mampu menghela nafas kesal. Ya jelas dirinya cape, Markonah! Etdah!
“Yaudah, yuk pulang!” ajak Vina menatap malas manik Andra.
Sepertinya rasa kasihan dan tau diri Vina kembali pada dirinya. Lihatlah, terlihat sekali kalau saat ini Andra sudah sangat letih. Apalagi melihat peluh sebesar biji jagung terus keluar dari dahinya.
“Sakit, lu?” tanya Vina sedikit khawatir.
Yang ditanya hanya menggeleng pelan. Jika boleh jujur, Andra memang merasakan sedikit pusing dikepalanya. Ya iyalah dikepala, emangnya kaki bisa pusing? Ngaco!
Setelah membayar semua buku, Vina dan Andra keluar dan duduk sebentar dikursi yang memang disediakan untuk pengunjung.
Dan jangan tanyakan siapa yang membayar, karena sudah pasti jawabannya Andra. Ya mana mungkin Andra membiarkan Vina yang membayarnya, dimana harga diri Andra sebagai seorang cowok gentlemen?
“Lu sakit ini. Muka lu juga pucet!” ucap Vina yang menyadari ketidak beresan dari wajah Andra.
“Nggak, gue gak papa kok!” jawab kukuh Andra.
Tidak percaya dengan omongan Andra, Vina lantas menyimpan telapak tangannya di dahi Andra.dan benar saja dugaannya, dahi Andra panas.
“Gila, ini lu demam!” ucap Vina.
Andra hanya mengangkat bahunya acuh. Sial! Kenapa penyakitnya harus kambuh saat ini?
“Kita naik taksi aja ke rumah sakit!” putus Vina.
“Ck, lebay amat sih lu. Gue gak papa, bentaran doang duduk disini abis itu sembuh, deh!” jawab Andra yang tidak terima. Ayolah, Andra sudah biasa dan... Ya memang selalu ke rumah sakit. Tapi untuk kali ini tidak boleh, Andra tidak boleh terlihat lemah!
“Jangan ngeyel napa, Ndra? Gue bisa aja bawa motor gede lu, itu. Cuman gue khawatir kalau lu kejengkang nanti dibelakang!” ucap Vina.
Vina memang bisa membawa motor besar, ya karena Galvin yang mengajarkannya.
“Gak papa, lagian bentaran juga semb—”
“Gak ada penolakan!” ucap Vina tegas.
Vina menuntun Andra berjalan. Berdiri sebentar dipinggir jalan sebelum akhirnya dirinya menemukan taksi dan langsung meluncur ke rumah sakit.
Bukan lebay, hanya saja menurut Vina demam Andra memang tinggi. Lihatlah, wajah Andra semakin pucat.
“Lu jangan pingsan ya, Ndra.” ucap Vina was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALVINA (End)
Teen Fiction"Kebodohan gue adalah, dimana gue ngelupain orang yang selalu ada dan mentingin orang yang baru ada." ... Galvin Mahendra. "Gak usah nyesel! Kagak guna, sumpah!" ... Vina Aureliya. °°°° WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA|||||