11. Puncak Kemarahan.

2.2K 115 1
                                    


Tolong usahakan buat vote, ya!

🎍🎍🎍

Pagi hari Vina sudah siap mengenakan seragam sekolahnya. Namun sebelum melangkahkan kakinya keluar kamar, Vina lebih dulu menatap pantulan dirinya di cermin. 

Mata sembab akibat semalaman menangis, bibir sedikit pucat dan juga hidung yang mampet akibat Flu, dan itu juga disebabkan karena Vina semalaman yang menangis.

“Menyedihkan banget sih, gue!” lirih Vina. 

Lantas tangannya dengan lihai mengoles lifblam ke area bibirnya. Menghilangkan sedikit pucat disana.

Dan ya, benar saja, setelah di olesi benda itu, bibir Vina kembali mengkilap.  Aish, mengkilap, kau fikir bibir Vina keramik yang baru di pel? 

Ada-ada saja! 

Setelah dirasa cukup, Vina mulai melangkahkan kakinya menuju luar. Seperti biasa, Vina akan memulai pagi harinya dengan sarapan, karena kalau harapan terlalu menyakitkan, cuy! 

Sarapan, bersalaman, dan tinggal berangkat.  Ah iya, Andra selalu menjemput Vina diluar rumahnya. Entah apa sebabnya, laki-laki itu tidak pernah mau menunjukan mukanya dihadapan Orangtua, Vina. Pernah sekali waktu Damar berada dirumah, Papah Vina itu sangat penasaran dengan sosok Andra yang selalu Vina ceritakan, dan berakhir ingin bertemu.  Namun Andra menolak dengan halus, ya, bahkan sangat halus kepada Vina. 

Entahlah! 

“Udah? Perawan lama banget sih dan-dannya!” ketus Andra menatap horor ke arah Vina. Sedetik kemudian, pandangannya beralih menatap mata Vina dengan tajam.

Merasa diperhatikan, Vina segera mengalihkan dan mengajak Andra untuk mengobrol. 

“Bang, lu t—”

“Ada apa? Kenapa lu berusaha nutupin dari gue? Gak perduli lu sama gue? Gak nganggep gue, lu? Gak penting ya kehadiran gue buat l—”

“Nggak, Bang. Bukan gitu. Aku... ” ucap Vina menggantung kalimatnya.  Bingung harus menjelaskan atau tetap diam dan memilih merahasiakan?

“Cerita. Kalau emang lu anggep gue Abang, cerita sekarang!” ucap Galvin menyimpan kembali helm, nya. 

“Gue bakal cerita tapi nanti disekolah!” putus Vina. 

“Oke! Awas aja kalau sampe boong!”

🎍🎍🎍

Waktu terus berlalu, hingga kini jam istirahat sudah tiba.  Sebelum ke kantin, Andra lebih dulu mengajak Vina ke taman belakang. Menagih janji!

“Jadi?” tanya Andra memulai. Melihat Vina yang terus menunduk membuat Andra kesal sendiri. 

“Tapi lu jangan ngelakuin apa-apa ya, Bang!” ucap Vina hati-hati. 

Andra hanya mengangguk mendengar permintaan Vina.  Dirinya juga belum yakin, apakah nanti setelah mendengar cerita dari Adek kesayangannya itu akan marah atau tidak. ralat, Adek angkat lebih tepatnya.

GALVINA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang