22.

1.2K 59 2
                                    

🎍🎍🎍

—hari 03—

“Muka lu pucet amat, Vin! Kek mayat idup!” celetuk Faisal menatap Galvin.

Saat ini mereka tengah duduk dikantin. Iya, mereka. Galvin, Agas, Deva, Faisal, Reno, Andra, Laras dan Vina. Mereka tengah menikmati makanan yang memang mereka pesan. Namun atensi Faisal beralih menatap Galvin kala menyadari wajah pucat milik Galvin. Dan lagi, laki-laki itu memakan makananya seperti tidak selera. 

“Sakit, lu?” Tanya Deva yang juga menatap Galvin.

Galvin diam dan menoleh. “Nggak! Gue baik-baik aja kok. Kalau gue sakit kan gue gak sekolah!” jawab Galvin acuh. 

“Lu belum sembuh ya? Kemaren kan lu izin sakit.” tanya Faisal, lagi. 

“Nggak! Gue gak papa. Apaan sih! Lanjut makan!” ucap Galvin mengaduk makananya. 

“Apaan? Orang dari tadi gue perhatiin lu kagak makan. Di aduk terus tuh makanan.” ucap Faisal menatap malas Galvin. 

Galvin memilih diam. Jika boleh jujur, badannya memang kurang enak. Apa lagi semalam kehujanan dan tepat posisinya Galvin belum makan. Mungkin masuk angin!

Jika tidak rindu pada Vina, maka Galvin lebih memilih libur lagi hari ini, tapi itu tidak bisa dirinya lakukan, hatinya tidak kuat jika hari ini tidak melihat Vina.

Saat hendak menelan makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya, Galvin merasakan sesuatu yang ingin keluar dari dalam sana. Perutnya seakan di aduk dan membuatnya mual. 

Galvin berdiri. “Gue ke toilet bentar!” ucapnya berlalu dari sana. 

“Napa tuh anak?” tanya Faisal menatap punggung Galvin. 

Galvin berlari ke arah toilet guna mengeluarkan semua isi perutnya. Masuk kesana dan segera menyalakan keran air.

Hoek...

Entah ke berapa kali Galvin memuntahkan isi perutnya yang bahkan belum banyak dirinya isi. Kepalanya mendadak pusing.

Galvin diam sebentar sebelum keluar dari dalam kamar mandi. Menetralkan nafasnya yang sedikit memburu. 

“Jangan kek gini dong! Gue gak mau sakit dalam 17 hari ini. Bisa berkurang waktu gue kalau sakit.” lirihnya menatap pantulan dicermin. 

Galvin keluar saat dirasa sudah aman. Membuka pintu dan...

“Kenapa, lu?”

Pertanyaan itu mengagetkan Galvin. Ah ternyata disana Agas tengah berdiri bersedekap dada.  Menatap nyalang dirinya. 

“Nggak papa.” jawab Galvin acuh. 

“Gak usah bohong. Gue denger tadi lu muntah, kan? Kenapa?” tanya Agas.  Iya, hanya didepan Galvin saja Agas terlihat Mak Kontrakan yang bawel! Tapi meskipun begitu, Galvin bersyukur mempunyai sahabat macam Agas. 

“Gue masuk angin aja kali!” jawab Galvin.

“Lu masuk angin? Abis dari mana emang lu?” tanya Agas, lagi. 

GALVINA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang