🍃🍃🍃
“VINA SAHABAT AKU!!!”
Baru saja Vina keluar dari dalam taksi, Vina sudah disambut dengan teriakan maut sahabat laknatnya. Tapi tak apa, Vina justru merasa senang saat ini. Setidaknya kepergian Galvin dari sisinya tidak begitu terasa kalau Reno kembali hadir untuk menemaninya.
Brugh
Hampir saja Vina terjungkal kebelakang jika tidak ada pagar yang menghalangi tubuh Vina. Kebiasaan Reno, tidak tahu tempat.
“Ih sakit, Reno!” teriak Vina mendorong pelan bahu Reno.
Reno mengerucut kan bibirnya. Mendengus sebal saat mendapatkan sambutan dari Vina. Bukankah hal yang wajar jika Reno melakukan demikian? Ayolah, mereka sudah hampir empat tahun tidak bertemu, dan sekarang Reno hanya ingin mengobati rasa rindunya pada Vina!
“Kok gitu sih, Vin? Kan aku sahabat kamu! Aku juga mau kali peluk kamu! Kamu gak kangen sama aku? Aku mah kangen sama kamu, makanya aku peluk kamu! Tau ah males!” gerutu Reno.
Vina mendengus sebal mendengar penuturan Reno. Sahabatnya itu tidak berubah. Masih ambekan dan selalu mengerucutkan bibir kalau sedang marah!
“Ya gue juga kangen sama, lu. Tapi jangan kayak tadi, coba kalau gak ada pagar, gue bisa kejengkang kebelakang, terus kepala gue terbentur aspal, terus gue pingsan, mending kalau gue bisa tertolong, lah kalau gue mat—”
“Udah! Maafin aku, ya. Aku gak bakal gitu lagi, deh. Janji! Kalau aku gitu lagi, berarti aku bakal janji lagi!” ucap Reno cengengesan.
Vina memutar bola matanya malas. Memang sahabatnya ini sangat menyebalkan sekali!
“Udah udah. gimana kabar, lu? Baik, kan?” tanya Vina menatap manik Reno.
Reno mengangguk. “Aku baik, kok!” jawabnya.
Reno memang menggunakan kosa kata Aku-Kamu pada Vina. Hanya pada Vina! Sedangkan Vina? Ya tidak masalah, selama Vina masih sudi bersahabat dengannya, apapun panggilan Vina pada Reno, tidak menjadikan masalah apapun untuk laki-laki itu.
“Syukur deh!”
“Kamu gimana? Baik, kan?” tanya Reno menatap Vina.
Vina mengguk mantap. Baginya, saat ini Vina memang baik-baik saja. Meskipun... Ah tidak! Dirinya baik sekali saat ini!
“Si Galvin gimana? Kok dia gak bareng kamu? Tumben?” tanya Reno, lagi.
Vina hanya mengangkat bahu acuh. Berjalan meninggalkan Reno yang masih diam mematung.
Ada apa? Kenapa seperti Vina dan Galvin tengah ada masalah? Apa mungkin?
“Bagus, gue jadi banyak peluang buat deketin, lu!” gumam Reno tersenyum simpul.
🍃🍃🍃
Setelah mengantar Reno membeli peralatan sekolah, Vina juga di traktir beberapa macam makanan oleh Reno. setelah itu Vina meminta Reno mengantarnya pulang. Dan ya, jangan lupakan kalau rumah Reno dan Vina hanya berselisih lima rumah saja. Lebih dekat dari Galvin pastinya.
“Hati-hati!” teriak Vina.
Saat sudah melihat Reno melangkahkan kakinya, barulah Vina masuk kedalam rumahnya. Melihat jam yang kini menunjukan pukul 20:00 wib, pantas saja dirinya sangat lelah!
“Baru pulang? Renonya mana?”
Pertanyaan itu berasal dari Nurul yang tengah duduk santai disofa. Ditangannya terdapat beberapa majalah yang entah tentang apa.
“Reno udah pulang, Mah. Besok kan sekolah.” jawab Vina menyalami tangan Nurul.
Tadi, sebelum Vina mengantar Reno, Vina memang sempat menelpon Nurul untuk meminta izin. Dan jelas saja jika Nurul mengizinkan mereka pergi. Toh Nurul sudah kenal dan bahkan lebih dari kenal pada Reno. Sama halnya dengan Galvin.
“Vina, duduk bentar ya. Mamah mau ngomong bentar.” ucap Nurul saat melihat putrinya hendak pergi.
Vina akhirnya duduk didekat Nurul. “Kenapa, Mah?” tanya Vina.
Nurul menghela nafas dan setelahnya Nurul tersenyum menatap manik milik Vina. “Ada apa kamu sama Galvin? Hmmm?” tanyanya.
Sejujurnya, Nurul ingin bertanya dari jauh jauh hari, tapi dia urung dan memilih diam, menunggu Vina yang bercerita padanya. Akan tetapi, Vina tak kunjung bercerita. Ya sudah, mau tak mau Nurul menanyakan nya.
Nurul tau, Vina dan Galvin sudah dewasa. Tapi sebagai seorang Ibu, Nurul tidak ingin jika Vina dan Galvin ada masalah dan sampai memisahkan keduanya. Nurul sudah sangat menyayangi Galvin seperti anaknya sendiri.
“Vina gak ada apa-apa, Mah.” jawab Vina acuh.
Mood nya barusaja baik, tapi entah kenapa, mendengar nama Galvin mood nya kembali berantakan.
“Jangan bohong sama Mamah, sayang! Mamah tau, kamu sama Galvin sedang ada masalah, kan?” tanya Nurul.
“Nggak kok, Mah. Bener, deh.” jawab Vina kukuh.
Akhirnya Nurul hanya bisa menghela nafas pasrah. Biarkan saja dulu, untuk kali ini Nurul akan mencoba abai saja.
“Yasudah, gih istirahat. Jangan lupa, kalau udah siap cerita, Mamah siap jadi pendengar terbaik buat kamu, ya!” ucap Nurul beranjak dari sana.
Vina diam, apakah harus dirinya ceritakan pada sang Mamah tentang Galvin yang sudah melampaui batas? Atau memilih diam diri dan memendam sendiri?
“Arghh... Pusing gue!”
Vina berjalan kearah kamarnya. Saat sudah sampai kamar, Vina langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Mengistirahatkan fikiran dan badan yang sama lelahnya.
“Ya Tuhan, kenapa masalahnya ribet bener, ya?” ucap Vina.
Vina hanya ingin memiliki Galvin seutuhnya, tapi kenapa Galvin malah berpaling darinya?
Vina juga tidak ingin menghancurkan hubungan Galvin dengan pasangannya. Tapi kenapa seolah hatinya berkata untuk selalu berada disisi Galvin?
Kenapa?
“Se–gitu cintanya ya gue sama tu orang? Sampai-sampai gak ada rasa benci dihati gue sama dia sampai sekarang! Omongan benci waktu itu palsu! Nyatanya gue gak bisa benci sama lu, Galvin!” lirihnya.
🍃🍃🍃
Usahakana tap ⭐⭐⭐ dan 💬💬💬, ya!
Pleas.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALVINA (End)
Teen Fiction"Kebodohan gue adalah, dimana gue ngelupain orang yang selalu ada dan mentingin orang yang baru ada." ... Galvin Mahendra. "Gak usah nyesel! Kagak guna, sumpah!" ... Vina Aureliya. °°°° WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA|||||