38.

1.3K 36 3
                                    



“Kenapa kamu gak bilang dari awal, Nak? Kenapa kamu gak bilang kalau kamu anak kami? Apa se benci itu kamu sama kami? Apa kamu se marah itu sama Mamah, sayang?” lirih Nurul menatap sendu Netra Andra. 

Andra menggeleng ribut mendengar pertanyaan dari Nurul untuknya. Bukankah Andra sudah menjelaskan kalau dirinya tidak benci sedikitpun pada mereka?

Iya, sejak Darma datang, Andra pun sadar. Darma menceritakan tentang penyelidikannya terhadap Andra. Dan ya, mau tidak mau Andra pun menceritakan apa dan siapa sebenarnya dirinya.

“Andra nggak benci kalian. Andra gak benci Mamah, Papah, Adek, juga. Andra cuman mah memastikan dulu kalau kalian benar-benar keluarga Andra,” jelas Andra menggenggam hangat tangan Nurul. 

“Jadi lu bener Abang gue? Lu Bang Vano? Kok gue nggak sadar sih?” lirih Vina dengan isakan yang kini terdengar lirih. 

Andra tersenyum. Mengacak rambut Vina dengan sayang. Sudah lama Vano ingin jujur pada Vina, tapi sepertinya Tuhan sudah menyiapkan waktu yang tepat untuk, itu. Dan ya, tepatnya hari ini.

“Abang minta maaf, ya. Abang gak bermaksud. Abang kan udah jelasin barusan,” jelas Andra.

“Papah minta maaf sayang. Papah kira kamu emang sudah... ” Darma tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa sakit kembali dirinya rasakan saat mengingat kabar Andra atau Vano yang telah meninggal, dulu.

“Andra ngerti kok, Pah. Nggak papa. Yang penting sekarang semuanya sudah lengkap, kan?” tanya Andra dengan senyuman khasnya. 

Semuanya mengangguk. Terutama Nurul. Sakit sekali hatinya mendengar bagaimana sikap Dewi pada anak sulungnya. Andai saja waktu itu mereka tidak mempercayai kabar, itu. Mungkin sudah lama mereka menemukan keberadaan Vano.

“Mulai sekarang, ganti lagi nama kamu, Mamah namain kamu Vano Grabliano, bukan Andra Aldiansyah!” pinta Nurul tegas. 

Andra tersenyum kemudian mengangguk mantap. “Iya. Vano bukan Andra. Vano Vano dan Vano!” seru Andra memeluk sang Mamah sayang. 

“Aaa... Kangen Abang!” seru Vina berhambur ke pelukan Vano. Tangisnya yang memang sudah pecah sedari tadi kini semakin terdengar lirih.

Andra memeluk erat Vina. Mengelus pelan rambut Vina dengan sayang.

Abang mau bicara sama kamu empat mata. Tapi nanti, kalau Mamah sama Papah udah pulang!’ bisik Andra tepat disamping telinga Vina. 



“Makan dulu, Vin!” Tegas Agas. 

Saat ini Agas tengah membujuk bayi se besar Galvin. Sudah hampir 20 menit lamanya Agas membujuk agar Galvin mau makan. Tapi nihil, Agas kewalahan karena Galvin tak kunjung mau memakan makanan yang berada ditangan Agas. 

“Mau Vina... Gas,” lirih Galvin menatap sendu langit-langit kamarnya. 

Agas berdecak sebal. Lebay sekali menurutnya. Dasar ABG! lah, emang dirinya kakek-kakek, to?

GALVINA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang