Kebetulan sekali hari ini Minggu, sehingga Aluna bisa bersantai dan menghilangkan tugas sekolah dari pikirannya.
"Huh! Lelah sekali, apakah tidak ada hari untuk tidak melakukan apapun dari pagi hingga malam?" keluhnya sambil berbaring di kasur empuk. Namun, rasa bosan perlahan mulai menghampiri, dan ia pun bangkit, memutuskan untuk melangkah ke kamar mandi.
Setelah mandi, ia memutuskan untuk pergi ke padang bunga milik orangtuanya yang telah tiada. Di sana, bunga daisy kesukaannya dan bunga dandelion yang disukai ibunya tumbuh subur, memberi ketenangan yang sulit didapatkan di tempat lain.
Langkahnya terasa ringan saat memasuki padang bunga daisy. Ia mencium aroma bunga itu, memetik beberapa tangkai kecil, dan memandangnya lama—seperti mencari jawaban pada alam yang bisu.
Di ujung padang bunga itu berdiri rumah pohon yang dibangun orangtuanya. Tempat itu selalu memberi Aluna kenyamanan, seolah menjadi tempat pelarian dari dunia yang seringkali terlalu berat. Di sana, foto-foto orangtuanya memandangnya dengan senyum cerah.
Dulu, Aluna tak tahu bagaimana rasanya bersedih. Namun kini, ia merasa seolah lupa bagaimana cara tertawa tanpa membawa beban.
Setelah cukup lama di sana, ia memutuskan untuk kembali pulang. Begitu tiba di depan rumah, Aluna menghela napas. Baru saja ingin menikmati ketenangan, namun di depannya sudah berdiri ketujuh temannya, yang tak pernah memberinya waktu untuk benar-benar beristirahat.
Beberapa dari mereka tersenyum lebar, melambai-lambaikan tangan dan berteriak riang.
"Luna! Kami ingin bertamu ke apartemenmu!" seru salah satu dari mereka, Deca Victoria, dengan lesung pipinya yang khas.
"Bertamu atau ingin merusak apartemenku?" jawab Aluna dengan nada menyindir, sedikit mendengus.
🌼🌼🌼
Aluna menata es yang baru saja ia buat di atas meja dan duduk bergabung dengan ketujuh temannya.
"Apa kalian tidak bosan? Hampir setiap Minggu kalian datang ke sini," celetuk Aluna, mencoba menyembunyikan rasa lelah yang mulai menggerogoti.
"Oh, sindiran keras," balas Lyla, Aida Lyla Putri, dengan nada yang sedikit lebih serius namun tetap ceria.
Lyla, gadis dengan sifat bijaksana yang selalu mengingatkan teman-temannya saat mereka berbuat salah, namun juga dengan mulut ceplas-ceplos yang sering membuat semua orang terperangah.
"Siapa suruh kau tidak pernah mau kalau kami ajak ke rumah?" timpal Deca, yang selalu cerewet dan tak bisa diam.
Deca, gadis dengan sifat blak-blakan, suka dengan K-pop, dan tingkahnya yang sering kali alay, selalu bisa membuat suasana menjadi lebih hidup, meski seringkali menambah kekacauan.
Aluna tersenyum kecil mendengar jawaban Lyla yang terdengar agak tidak ramah. Namun, begitu Deca menambahkan komentarnya, Aluna langsung merasa murung.
Bukan karena ia tak ingin mengunjungi rumah teman-temannya, tetapi ada ketakutan yang menghantui. Ketakutan akan melihat kebahagiaan keluarga mereka, rasa cemburu yang tak bisa ia kendalikan, bahkan perasaan membenci mereka. Sungguh perasaan yang sangat tidak masuk akal, bukan?
"Kenapa termenung?" tanya Billa, Nabilla Carnelian, gadis yang matanya seperti bulan sabit.
Billa, dengan sifat ramah dan baik hati, juga peka terhadap perasaan orang lain.
Tak ada jawaban dari Aluna, hingga pundaknya ditepuk oleh salah satu gadis yang duduk di sampingnya.
Gadis itu adalah Elena Bella Alexandra, ambivert seperti Aluna, namun suaranya begitu riang dan keras saat tertawa, hingga bisa membuat siapa pun ikut tertawa.
Setelah pundaknya ditepuk, Aluna tersentak dan baru menyadari dirinya sudah terperangkap dalam lamunan.
"Apa? Kenapa?" tanyanya dengan wajah linglung.
"Kata Billa, mengapa kau termenung?" ulang Zaskia, gadis dengan rambut coklat dan senyum ceria.
Kini semua mata tertuju padanya, membuat Aluna merasa sedikit gelagapan. "Ah, tidak ada. Aku hanya sedikit memikirkan masa lalu," jawabnya, mencoba menghindari perhatian lebih lanjut.
Dengan senyum canggung, ia merasakan tatapan teman-temannya yang penuh curiga.
"Sudahlah Luna, istirahatlah sejenak. Kami akan membantumu mencari tahu tentang masa lalumu," ucap Putri, Putri Al-Jazeera, dengan kebijaksanaannya yang selalu berhasil menenangkan suasana.
Putri, gadis yang selalu mengagumkan dengan pemikirannya yang tajam, namun juga memiliki sisi gila yang tak banyak orang tahu—suka dengan anime One Piece.
Aluna menunduk, merasakan rasa syukur yang mendalam karena memiliki teman-teman yang peduli. Namun ada sesuatu yang mengganjal di hati.
Saat matahari mulai tenggelam, Aluna kembali ke apartemennya. Ia duduk di kasurnya, memandangi foto-foto orangtuanya yang masih tersimpan di meja samping tempat tidur. Namun, perasaannya masih belum tenang. Ada sesuatu yang terus mengusik pikirannya.
Saat matahari hilang digantikan oleh bulan, Aluna menutup jendela kamarnya dan mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ia membuka media sosial seseorang yang sudah lama tidak ia kunjungi, menelusuri setiap postingan hingga matanya tertuju pada foto terakhir yang diunggah—sudah setahun yang lalu.
Pesan yang terlintas di kepalanya semakin membuatnya resah. Kenapa akun ini tidak pernah diperbarui lagi? Mengapa foto itu tampak begitu dekat dengan dirinya?
Ponselnya dilempar ke atas kasur, kesal karena akun itu tak lagi aktif. Aluna bangkit dan menuju kamar orangtuanya, bergegas menggeledah lemari ibunya.
Setelah mencari cukup lama, ia menemukan sebuah kunci kecil yang tersembunyi di sela-sela baju ibunya.
"Kunci? Kunci apa ini?" gumamnya, merasa penasaran.
Kunci itu tampak seperti kunci untuk sebuah peti kecil atau diary—sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Ia menyimpan kunci itu di saku bajunya, kemudian membereskan kekacauan yang telah ia buat.
Setelah selesai, ia kembali ke kamarnya dan duduk di kasur empuknya, menarik selimut hingga menutupi dadanya. Ponselnya masih menyala, menunjukkan pesan baru dari seseorang yang tidak dikenal.
+62 xxx-xxxx-xxxx
"Lupakan saja tentang masa lalumu, atau kau akan menyesal!"Pesan itu membuat darah Aluna berdesir. Siapa yang mengirimnya? Apa yang mereka ketahui tentang dirinya?
Sekarang, lebih dari sebelumnya, ia merasa sebuah misteri yang jauh lebih besar sedang menunggunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy
Ficção AdolescenteHanya sedikit kisah hidup seorang gadis, yang katanya yatim piatu. Kisah seorang gadis yang katanya sangat menyukai bunga Daisy. Kisah gadis yang katanya tidak ingat siapa orangtuanya, siapa neneknya, bahkan kerabatnya. Kisah gadis yang katanya suka...