DELAPAN BELASS

25 6 0
                                    

Seorang laki-laki tampak menyusuri pantai, ia berjalan mengikuti alur pantai.

Rokok yang berada di antara jari-jarinya ia buang, mata sayu nya melihat ke arah dua orang gadis yang sedang bersenang-senang.

Dengan cepat ia menyusul dua orang gadis itu, ketika dirinya telah sampai di hadapan mereka.

Salah satu dari mereka berdua hendak pergi, namun dengan cepat di tahan oleh lelaki itu.

"Deca," panggil lelaki itu pelan.

Gadis yang di panggil Deca itu membuang muka, "Aku tidak ingin berbicara dengan mu." katanya

Lelaki itu tampak mengeluarkan tatapan permohonannya, Elena yang berada di sebelah Deca terlihat tidak nyaman dengan situasi ini, hingga ia memutuskan untuk pergi.

"Deca, aku ada urusan sebentar, nanti aku kembali lagi." kata gadis itu, kemudian dengan cepat ia melangkah pergi.

"Elena!"

Deca mendengus kesal karena di tinggalkan Elena, tatapan nya kembali mengarah pada Rendra yang kini mulai menunduk.

"Maafkan, kakak karena telah mencintaimu, Deca." ucap Rendra

Gadis itu terlihat semakin kesal setelah mendengar ucapan Rendra, ia tidak mengerti akan situasi ini, mengapa Rendra berlaku seolah-olah ia adalah adiknya.

"Kau ini kenapa? Sejak hari dimana kau menunjukkan foto ibuku serta sahabatnya yang entah kau dapat dari mana, kau seolah-olah menganggap ku adalah adik yang seharusnya kau jaga. Kenapa Rendra, kenapa?!"

Nafas gadis itu terengah-engah setelah berteriak di hadapan lelaki yang telah menjadi mantan nya, kemudian perlahan-lahan air matanya menetes mengalir melewati pipi hingga jatuh ke pasir.

"Aku membenci mu!"

Setelah mengatakan itu Deca langsung meninggalkan Rendra, di pinggir pantai, ia mengelap wajahnya yang basah.

Mata gadis itu terlihat memerah, namun tak sedikitpun ia mengeluarkan isakan, ia menangis dalam diam.

Tampak Elena dari kejauhan menghampiri dirinya, tentu gadis itu merasa khawatir.

"Ada apa dengan mu? Apa yang dia katakan padamu, Deca?" tanya Elena sembari mengusap-usap punggung belakang gadis itu.

"Kita pergi."

Elena mengangguk, mungkin belum saatnya ia bertanya, ia segera membawa Deca menuju mobil pink milik gadis itu dan segera pergi.

"Deca, sebaiknya kau ganti saja warna mobil mu." celetuk Elena setelah lama terdiam.

Deca mendengus kesal, "Kau membuatku semakin ingin menangis." katanya sembari membawa jari-jari miliknya ke wajah, untuk menghapus jejak air mata disana.

Elena menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Warnanya sangat jelek, seperti jamet lampu merah."

Ucapan Elena membuat air mata gadis itu turun semakin deras, "Tidak bisakah kau menghiburku sedikit saja?" Yang tadinya ia tidak terisak, kini isakan kecil mulai keluar dari belah bibirnya.

"Aku hanya berkata jujur, lagipula warna pink ini tidak cocok dengan perilaku mu."

"Bajingan!" Deca membalas sembari melemparkan earphone milik Elena tadi ke arah gadis itu. Kebetulan kali ini Elena duduk di sampingnya.

🌼🌼🌼

Terhitung, sudah seminggu sejak kejadian perkelahian tiba-tiba itu, kini seorang lelaki dengan jaket hitam miliknya yang tersampir di bahu tampak memencet bel di apartemen seseorang.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang