"Bahkan dia yang mengaku sebagai sahabatmu pun bisa memerankan dua peran di dalam hidupnya. Menjadi sahabatmu dan menjadi musuhmu."(Vee Arkarna)
"PEMBUNUH"
Mata Almira seketika menatap tajam kepada Anggra yang kini seolah sudah tidak ada darah merah yang mengalir pada wajahnya. Wajahnya nampak pias dan sangat pucat. Tubuhnya menjadi patung yang berdiri tanpa pergerakan. Anggra tengah dalam keadaan shock.
"Nggra, jangan bilang lo pengkhianatnya." Vee hadir di antara mereka dan menatap Anggra seperti elang yang tengah mengincar mangsanya, terfokus dan mengintai.
Anggra menggeleng cepat lalu menjawab, "Astaga Vee, pengkhianat apa sih? Gue aja kaget kenapa tuh bocah nunjuk ke arah gue."
"Mungkin dia masih trauma, Vee." Zevano yang secara tiba-tiba datang dari arah belakang Anggra, langsung memotong ucapan yang mau Vee sampaikan kepada Anggra.
Vee mengalihkan pandangannya dan justru menatap curiga pada salah satu sahabatnya itu. Zevano yang merasa aneh dengan cara Vee menatap dirinya, balik menunjukan raut penuh tanya.
"Lo kenapa lihat gue kaya gitu, Vee?"
Vee tidak menjawab, ia mengarahkan kedua netranya melihat Chaca yang kini berada dalam pelukan Almira. Wajah anak itu masih terlihat ketakutan, jari telunjuknya masih mengarah lurus ke tempat Vee, Anggra, dan Zevano berdiri dan dari bibirnya terus mengeluarkan kata "Dia pembunuh."
Sebuah lekukan sudut kecil, terukir samar pada mimik wajah Vee yang kini menundukan wajahnya.
Apa mungkin lo? Vee bergumam dalam hatinya.
"Rubi, tolong bawa Chaca ke kamarku." Vee memberikan perintah pada Almira agar Chaca bisa lebih tenang dan beristirahat.
"Tapi Vee, kursi rodanya Chaca naiknya gimana?" Almira bertanya dengan sejuta kepolosannya. Saat Vee menyuruh Almira untuk membawa Chaca ke kamarnya, Vee melupakan satu hal kalau posisi kamarnya berada di atas, dan sekarang ini Chaca sedang menggunakan kursi roda untuk membantunya berjalan akibat perban yang ada di kakinya.
"Zev, gue minta lo cek ulang alamat pengirim paket gue."
"Anggra, lo harus jelasin ke gue nanti, karena anak kecil ga mungkin berbohong."
Kedua kalimat yang Vee keluarkan sebelum mengantar Chaca menuju ke kamarnya, sama sekali tidak mendapatkan bantahan apapun dari Zevano dan Anggra. Keduanya hanya diam dan memanggutkan kepalanya.
Vee mendekati Chaca dan Almira. "Ayo," ajak Vee sambil tangannya terulur menggendong tubuh Chaca yang sudah sangat dingin akibat rasa takutnya yang parah.
***
KAMAR VEE
Vee merebahkan tubuh ringkih Chaca di atas tempat tidurnya dan ternyata anak kecil itu sudah tertidur saat berada dalam gendongan Vee. Vee menurunkan tubuhnya dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkannya.
"Vee," panggil Almira yang berdiri di belakang Vee.
"Kenapa?"
Tangan Almira menyentuh wajah Vee, tepatnya pada luka lebam di wajahnya.
"Ada P3K? Biar aku obatin luka kamu, aku ga akan nanya ini gara-gara apa. Aku cuma mau obatin doang," pinta Almira dengan suara yang lembut.
Seolah terhipnotis dengan wajah cantik dan suara lembut Almira, Vee segera mengambil kotak P3K yang ia letakkan di dalam salah satu nakas dekat kasurnya.
"Tahan ya Vee," ujar Almira memperingati, sebelum ia mengoleskan wajah Vee dengan cairan alkohol yang sebelumnya sudah ia tuang sedikit ke atas kapas.
"Aku udah biasa seperti ini, jadi rasanya biasa aja," jawab Vee jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
VEE : THE ASSASSIN (END)
Romance"Kalau aku tidak bisa memilikimu di dunia nyataku, dapatkah aku memilikimu di dunia mimpiku?" "Kenapa harus kamu anak dari pembunuh ayahku." "Apa kamu mau menghabiskan sisa hidupmu bersama dengan anak dari pembunuh ayahmu sendiri?" Mata itu menatap...