"Setelah sekian lama berpisah, lalu kita di pertemukan lagi melalui undangan pernikahanmu" (Vee Arkarna)
"Menikah dengannya hanya akan mengubah statusku saja tapi tidak akan mengubah perasaanku padamu" (Almira Rubi)
***
Vee terus saja menatap terpaku undangan pernikahan Almira dan Joan. Bibirnya ia katup dengan rapat tapi kedua sudutnya terangkat sedikit.
"Jadi kalian benar akan menikah dua minggu lagi?" tanya Vee kepada Joan tapi dengan netra tetap mengeja nama Almira Rubi di dalam hatinya.
Joan mengangguk membenarkan. "Iya, kamu tentu tahu bagaimana Om Roy," jawab Joan dengan nada penuh kepasrahan.
"Almira bukan sekali dua kali memohon pada Om Roy untuk membatalkan pernikahan ini tapi yaahh ...." Joan mengangkat kedua bahunya lalu ia menunjuk undangan yang masih dipegang kuat oleh Vee.
Vee tertunduk dan sejenak memejamkan matanya, tanpa sadar pegangannya semakin kuat menggenggam undangan tersebut.
"Bagaimana kabar Almira, Kak?" Vee bertanya dengan suara yang ia buat sekuat mungkin tapi sepertinya Joan jauh lebih bisa menangkap kepura-puraan Vee di depannya. Joan tersenyum tipis, lalu ia mengeluarkan ponsel miliknya dan membuka galeri fotonya.
Joan memperlihatkan beberapa foto Almira saat gadis itu tengah mengikuti pentas akting di kampusnya. Wajah Almira semakin cantik dan bersih, rambutnya pun semakin panjang dan lurus. Senyum Gummy-nya tidak pernah berubah. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal penglihatan Vee, pakaian Almira yang sangat minim.
"Dia masuk jurusan Akting di sana, dan ini merupakan tahun-tahun awal dia berkuliah. Sama seperti kalian juga, kan?"
"Waktu itu ada pertunjukan seni di kampusnya dan dia ditunjuk oleh seniornya untuk berakting karena memang bakat akting Almira sangat bagus."
Vee mamandang dalam wajah Almira dari layar ponselnya Joan. Kedua netra tajamnya memancarkan pancaran penuh rasa kerinduan. Ia tidak membiarkan matanya berkedip sedetikpun karena ia takut, saat ia mengedipkan mata, foto Almira akan lenyap. Tanpa Vee sadari, kedua sudut bibirnya sudah membentuk sudut kurva yang sangat kecil dan matanya sedikit menyipit serta berbinar penuh kebahagiaan.
Bagi Vee hanya dengan memandang wajah Almira saja sudah bisa menciptakan sebuah dunia kebahagiaannya sendiri. Walaupun hatinya terasa sakit tapi melihat wajah dari gadis yang masih menjadi porosnya itu seolah semua sudah tergantikan dan tertutupi dengan rasa bahagia di lubuk hatinya.
"Oh iya, bagaimana kabar anak kecil yang waktu itu di rumah sakit?" tanya Joan dan secara mendadak raut wajah Vee berubah datar. Sekilas ia sempat menggertakan gigi-giginya seolah sedang menahan amarah.
"Chaca sudah meninggal, ia terkena trauma berat dan mengakibatkan kejiwaannya tergoncang. Setiap asupan yang masuk ke dalam mulutnya selalu dimuntahkan dan hal tersebut berlangsung hingga satu bulan lamanya. Tubuh Chaca menjadi sangat kurus sampai akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya."
Sorot mata Vee tidak bisa berbohong kalau saat ini dirinya tengah diliputi oleh kobaran api yang meluap-luap. Menceritakan kembali tentang Chaca seolah menarik ingatannya pada Narenda atau Salendra dan Zevano, dua orang berhati iblis dan seharusnya saat itu Zevano mati di tangannya.
Joan tertunduk lesu. "Maafkan saya, saya tidak tahu. Gadis kecil itu pasti sekarang sudah bahagia dan tidak sakit lagi," ucap Joan dengan tenang.
***
Obrolan Vee bersama dengan Joan tidak berlangsung lama, karena Joan harus segera menemui rekan bisnisnya.
Vee akhirnya memutuskan untuk kembali ke markas dan merebahkan tubuhnya. Saat ia memasuki halaman markas, ia melihat sebuah mobil sedan yang nampak asing terparkir di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/340877878-288-k676245.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VEE : THE ASSASSIN (END)
Romance"Kalau aku tidak bisa memilikimu di dunia nyataku, dapatkah aku memilikimu di dunia mimpiku?" "Kenapa harus kamu anak dari pembunuh ayahku." "Apa kamu mau menghabiskan sisa hidupmu bersama dengan anak dari pembunuh ayahmu sendiri?" Mata itu menatap...