"PSIKOPAT TIDAK BISA MENCINTAI, YANG DIA PUNYA HANYA OBSESI BERLEBIH" (NARENDA)***
Vee baru saja memarkirkan mobilnya di halaman markas Danger. Rasa lelah akan semuanya, membuat Vee ingin langsung merebahkan tubuhnya. Ia sudah cukup puas melihat wajah Almira untuk terakhir kalinya di bandara tadi. Walaupun tidak ada yang menyadari kehadirannya karena kepalanya yang ia tutupi dengan tudung hoodie dan masker kain untuk menutupi wajahnya.
Langkah Vee sudah berjarak beberapa meter sebelum ia memasuki rumah, lalu sebuah notif masuk ke dalam ponselnya. Vee terpaksa menghentikan kakinya dan melihat notif masuk itu.
"Anak manis ini saya bawa dulu, setelah urusannya beres, saya kembalikan lagi"
Selain isi chat, terdapat juga sebuah foto yang menampilkan Chaca dalam keadaan kaki dan tangan terikat dengan mulut yang di sumpal menggunakan kain.
Ubun-ubun kepala Vee mulai mengepul lalu tidak lama kemudian, panggilan telepon dari Endi masuk ke dalam ponselnya.
Tanpa menunggu waktu lama, Vee segera menggeser icon jawab.
"Ada apa?"
"Chaca ga ada di kamarnya, Vee !"
Tut...
Vee langsung menutup teleponnya dan mempercepat langkahnya masuk ke dalam.
"Vee ... !" Endi, Reichard, Anggra, dan Chandra kompak memanggil nama Vee dengan histeris.
"Mana Zevano ?" tanya Vee dengan suara yang menggeram marah.
Keempatnya menggeleng tidak tahu dan membuat Vee semakin yakin kalau Zevano-lah yang sudah menculik Chaca.
"Aaaaaarrrggghh Bangsaatt!" Vee memekau nyalang sambil menarik rambutnya seperti orang yang sedang frustasi.
***
Sementara itu, seorang pria remaja yang sedang mengenakan earphone di telinganya, nampak melebarkan tawanya dengan puas karena mendengar teriakan memekik dari Vee.
Di tangannya menggenggam sebilah belati di mana pada bagian sisi-sisinya sudah di penuhi oleh cairan darah."Bunuh ... saya."
***
"Vee ... gue udah berusaha melacak tempat dari nomor telepon yang lo kasih, tapi lokasinya tidak dapat ditemukan." Informasi yang diberikan oleh Reichard setelah ia hampir setengah jam melacak posisi keberadaan Chaca berdasarkan nomor ponsel yang mengirimkan pesan kepada Vee.
***
"Bunuh ... saya."
Sebuah permohonan antara hidup dan mati yang keluar dari mulut seorang wanita yang tidak lagi muda, dia adalah ibu Sri, pemilik panti.
Di depannya, seorang remaja pria yang terus memberikan sayatan-sayatan kecil pada bagian kaki-kakinya.
Sebelah sudut bibir remaja pria itu terangkat sedikit, ia melirik ibu Sri yang sudah dalam keadaan hampir meregang nyawa.
"Anda tau? Sudah lama saya menahan hasrat menggelora di dalam jiwa saya ini dan harus berpura-pura di depan para cecunguk bego itu."
Wajah dari ibu Sri sudah berlumuran darah akibat banyaknya luka sayatan yang ia terima. Tubuh ibu Sri sama sekali tidak bisa digerakkan, karena sebelumnya ia sudah disuntikan cairan yang membuat sendi-sendi pada tubuhnya mati total tapi masih dapat merasakan sentuhan dan rasa sakit.
"Oo iya ... Ibu Sri, saya sampai belum memperkenalkan diri saya ya. Nama saya Zevano Adhyaksa."
"Ka-lian keluarga ... Iblis ...," cibir Ibu Sri dengan suara yang hampir tidak dapat didengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
VEE : THE ASSASSIN (END)
Romance"Kalau aku tidak bisa memilikimu di dunia nyataku, dapatkah aku memilikimu di dunia mimpiku?" "Kenapa harus kamu anak dari pembunuh ayahku." "Apa kamu mau menghabiskan sisa hidupmu bersama dengan anak dari pembunuh ayahmu sendiri?" Mata itu menatap...