—🐾
Pagi-pagi sekali, Altair yang hendak membuang sampah langsung dikejutkan dengan Inka yang sudah duduk di depan gerbang rumahnya. Gadis itu masih memakai pakaian yang ia pakai tadi malam ketika Altair mengusirnya dari rumahnya. Mencoba mengacuhkan tatapan memelas Inka, Altair berjalan menuju tempat sampah besar di dekat kompleks perumahan mereka untuk membuang sampah. Bahkan ia pura-pura tak melihat Inka ketika gadis itu mengikutinya seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Altair berjalan kembali ke rumahnya dan saat akan membuka pintu, ia berbalik dan mendapati Inka yang menatapnya masih setia dengan tatapan memelas. “Jangan temuin gue lagi,” ucapnya.
Inka menggeleng cepat, “gue mau minta maaf. Gue salah, gue janji enggak bakal ngulangin lagi. Jangan putusin gue, ya?” mohon gadis itu.
Altair menggeleng dan mendorong gadis itu agar pergi, tapi begitu ia akan mendorong Inka pergi, di depan gerbang Ibunya Altair baru saja tiba langsung menatap Inka dengan senyuman manis.
“Ya ampun, calon menantu!” seru wanita itu langsung memeluk Inka. Inka yang dipeluk malah langsung menangis hingga Ibunya Altair langsung melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu panik. “Aduh, kenapa, sayang? Kenapa? Bilang sama Ibu. Ada apa?” tanya wanita itu.
Tak lama seorang pria datang dan kemudian menutup gerbang rumah Altair. Ayahnya Altair. Melihat kedatangan orang tuanya, Altair hanya bisa menarik napas pasrah.
”Ada apa ini?” tanya Ayahnya Altair.
Ibunya Altair langsung menatap anaknya, “kamu apain Inka?” tanyanya langsung. Altair menatap Inka yang mulai menahan tangis di dekat Ibunya, “kuputusin,” balas Altair.
“ALTA!” jerit Ibunya tak percaya. Mendengar ucapan Altair, Inka kembali menangis hingga harus dipeluk lagi oleh Ibunya Altair.
“Sudah, ya sayang. Nanti Alta biar Ibu yang marahin. Yuk, kita masuk ke dalem. Ibu bawa brownies. Buat kamu aja, gosah disisain buat si Alta. Yok kita masuk,” ucap wanita itu langsung mengajak Inka masuk ke dalam rumah Altair, meninggalkan putranya dengan sang suami di luar.
Ayahnya Altair langsung menatap anaknya, “kalo ada masalah tuh dibicarakan baik-baik. Jangan asal ngomong putus, kamu kira masih ada cewek lain selain Inka yang mau sama kamu? Kelakuan kamu aja jelek begitu, mana ada cewek yang tahan. Harusnya kamu pertahankan si Inka,” nasihat pria itu.
Altair menatap Ayahnya sinis, “ya kelakuan jelek Alta nurun dari Ayah, ’kan?”
Pria itu hampir membalas ucapan anaknya jika saja Altair tak melenggang masuk meninggalkan dirinya sendiri di teras. Melihat itu, pria itu langsung berjalan masuk dan menemukan istrinya sedang menenangkan Inka di ruang tamu. Altair hampir saja melenggang masuk ke kamarnya jika saja Ibunya tak memanggil dan menyuruh pemuda itu untuk duduk di sana. Mau tak mau, Altair pun duduk di dekat mereka, bahkan Ibunya sengaja membuat dirinya duduk di samping Inka.
“Sekarang jelasin ke Ibu. Ada apa? Kenapa kamu sampe mutusin Inka?” tanya wanita itu pada anaknya.
“Gapapa, lagian ini masih pacaran, belum nikah. Wajar kalo putus,” ucap Altair.
“Alta, ada Ayah ngajarin gitu kalo ngomong sama Ibumu?” tegur Ayahnya.
Altair memutar bola matanya jengah. “Inka, sayang? Ibu mau tanya. Kamu ada ngelakuin apa sampe diputusin Alta? Ngomong aja, sayang. Ibu bakal dengerin kok,” ucap Ibunya Altair kepada Inka.
Inka menatap Altair sejenak dan kemudian menundukkan kepalanya lagi, “Inka bikin Alta marah, Bu. Harusnya Inka enggak ikut campur, Alta jadi marah sama Inka karena Inka ikut campur dan enggak ngertiin Alta. Inka salah, Bu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Strike up a Friendship
Teen Fiction[ B E L U M R E V I S I ] Kata siapa sahabatan sama lawan jenis tuh sering baper? Jangankan mikirin buat naksir temen sendiri, mikirin masalah mereka aja kadang rasanya pengen lompat dari atas gedung tapi karena takut masuk neraka aja mereka masih e...