—🐾
Hari itu Elvano benar-benar pusing. Sudah hampir seminggu ia revisi, tapi begitu menghadap dosen pembimbingnya, selalu saja ada yang direvisi lagi dan lagi bahkan ia sudah hampir tak dapat melihat halaman mana dari skripsinya yang tak dicoret. Menurutnya apapun yang ia kerjakan pasti selalu saja ada yang salah dan ada yang harus terus-menerus ia perbaiki.
“Astagaaaaaa! Kapan lulusnya ini?!” geramnya begitu ia tiba di parkiran. Sudah tak peduli lagi bagaimana mahasiswa lain yang kebetulan melihatnya, ia sudah benar-benar kepalang pusing.
Elvano menarik napas panjang dan kemudian mengambil helmnya yang ada di atas motor. Begitu ia akan memasangnya, tak sengaja seorang mahasiswa yang kebetulan lewat di belakangnya menjatuhkan bukunya ke tanah hingga terdengar bunyi kecil. Kalau dalam keadaan biasa, mungkin Elvano akan membantu mahasiswa itu, tapi karena sekarang ia sedang dalam suasana hati yang sangat jelek, suara sekecil itu pun baginya sangat menggangu. Jadi, dengan membanting helmnya ke tanah, ia berbalik dan menghadap mahasiswa malang yang sedang memunguti buku-bukunya di tanah.
“BISA ENGGAK SIH LO ENGGAK USAH BIKIN KESEL, SETAN?!”
Kaget dan takut, mahasiswa itu langsung menunduk takut. Ia semakin terburu-buru memunguti buku-bukunya dan bahkan hampir terjatuh begitu ia buru-buru berdiri karena tak sengaja menginjak kakinya sendiri.
“Ma–Maaf, Kak. Enggak seng–aduh!”
Elvano berdecak kesal dan langsung menarik kerah kemeja mahasiswa tersebut hingga mahasiswa itu langsung berdiri dengan posisi lehernya hampir tercekik kerah kemejanya sendiri.
“Jadi orang tuh jangan ceroboh! Ganggu aja tau enggak?!” bentak Elvano lagi setelah menghempaskan mahasiswa itu begitu ia berdiri. Bukannya berdiri tegak, mahasiswa itu malah terjatuh lagi bahkan kali ini ia tak sengaja menabrak tong sampah yang berada di dekat sana hingga beberapa sampah plastik di dalamnya berhamburan keluar.
“Agrhhh! Sialan! Sial banget sih!”
Beberapa mahasiswa yang awalnya hanya berani melihat tanpa berani mendekat langsung berseru panik begitu melihat Elvano mencengkram kerah mahasiswa itu dan hampir melayangkan tangannya.
“Woi, panggil dosen! Cepetan! Itu ada yang berantem! Buruan!”
“Woi, panggil dosen cepet!”
“Itu dipisahin njirr! Jangan cuma diliatin doang! Pisahin buru!”
“Lo aja, gue takut!”
“Gue apalagi! Woi, pisahin itu cepet!”
“BRISIK, SETAN!” bentak Elvano pada mahasiswa yang hanya menonton dari jauh. Mengabaikan mahasiswa yang kini berkeringat ketakutan di cengkramannya.
“Woi, No! Itu anak orang lo apain?!”
Altair yang baru sampai di parkiran langsung melepaskan helmnya dan bergegas mendekati Elvano yang terlihat dalam posisi hendak memukul mahasiswa malang tersebut.
“Si goblok, lepasin itu anak orang kehabisan napas ntar!” ucap Altair sambil mencoba melepaskan tangan Elvano dari kerah kemeja mahasiswa tersebut.
Melihat Altair yang ikut campur, Elvano pun melepaskan mahasiswa yang ketakutan itu dan langsung mendorong Altair hingga jatuh terduduk di tanah.
“Anjir! Woi, maksud lo apaan sih?” tanya Altair kesal.
Altair langsung berdiri dan menatap Elvano dengan tatapan menantang. Bukannya tambah tenang, Elvano malah emosi. Keduanya saling mencengkram kerah baju masing-masing dan saling adu tatapan menantang. Begitu akan melepaskan pukulan, tiba-tiba saja semburan air mengenai keduanya.
Begitu keduanya sudah basah kuyup dan melepaskan kerah masing-masing, keduanya langsung menoleh dan mendapati Inka berdiri tak jauh dari mereka sambil memegangi selang air yang biasanya dipakai petugas kebersihan kampus untuk menyiram tanaman di dekat parkiran, di samping gadis itu ada Elena yang menatap kedua laki-laki itu dengan tatapan ngeri.
“Inka, gue jadi basah!” protes Altair. Inka malah menatap pacarnya dengan tatapan kesal seakan tak peduli. Elvano sendiri hanya menatap Inka dengan tatapan menyesal. Sepertinya ia sudah tenang sekarang dan sudah sadar kalau tadi ia terbawa emosi.
“Parah sih, lo berdua ngapain coba? Mau sok jago?” tanya Elena masih menatap keduanya ngeri.
“Apa-apaan ini?”
Mereka menoleh dan mendapati seorang dosen menatap mereka dengan tatapan marah.
“Siapa yang bikin basah parkiran kampus?” tanya dosen itu lagi. Inka menatap dosen itu, “saya, Pak.”
Dosen tersebut langsung menyuruh Inka untuk ikut dengannya. Sebelum mengikuti dosen itu, Inka langsung menatap Altair dan Elvano dengan tatapan tajam sebelum akhirnya pergi tanpa kata apapun. Elena sendiri hanya menatap kedua pemuda itu dengan tatapan kasihan.
“Hayoloh, Inka marah tuh,” ucap Elena.
“Berisik banget sih,” balas Altair.
Elena menjulurkan lidahnya tanda mengejek Altair yang mana membuat Altair tambah kesal.
—🐾
Saat ini Elvano sedang duduk di ruang tamu rumahnya dengan Arsen yang juga ikut duduk. Setelah kejadian di kampus tadi, Elvano langsung pulang ke rumah sewaannya dan tak lama kemudian Arsen datang. Tanpa kata, pemuda itu hanya duduk menunggu Elvano berganti pakaian dan kemudian keduanya duduk di ruang tamu dalam diam sambil meminum teh hangat yang tadi dibuat oleh Elvano setelah ia selesai berganti pakaian.
“Elena ngasih tau lo, ya?” tanya Elvano. Arsen mengangkat bahunya acuh tak menjawab pertanyaan tersebut.
Elvano menarik napas panjang dan kemudian berkata, “gue tuh tadi lagi bad mood banget. Revisian gue salah mulu. Hampir sebulanan ini stuck mulu. Enggak ada kemajuan. Trus enggak tau kenapa, semuanya bikin gue kesel. Bahkan suara buku jatuh aja bikin gue emosi. Makanya gue tadi hampir mukul orang.”
Arsen hanya mengangguk mendengarkan. “Trus si Alta dateng. Dia niatnya pengen misahin gue biar enggak mukul tuh mahasiswa, tapi gue yang masih emosi jadinya marah ke dia. Dia juga ikutan kepancing jadinya ya kita hampir berantem kalo aja Inka enggak dateng nyiram kita berdua,” lanjut Elvano.
“Tapi dia jadi dihukum gara-gara kalian.” Elvano mengangguk mengiyakan ucapan Arsen. Ia merasa bersalah sekarang pada Inka, sahabatnya. “Dia marah deh kayaknya sama gue. Tatapannya tadi serem banget. Gue jarang lho liat dia marah, biasanya juga kalo marah paling sama Alta doang, tapi kali ini gue malah bikin dia marah,” ucap Elvano.
“Dia hukum gimana?” tanya Elvano. “Teguran ringan,” jawab Arsen.
“Enggak kena skorsing berarti, ya? Syukur deh,” balas Elvano. Arsen mengangguk pelan.
“Nanti gue bakal ke rumah dia buat minta maaf, sekalian kalo ada Alta juga gue mau minta maaf. Biar gimanapun dia niatnya baik, tapi guenya aja yang malah mancing emosi dia. Gue enggak enak sama dia. Udah mah tau, Alta enggak terlalu akrab sama kita. Mau interaksi sama kita aja itu pun gara-gara kita temennya Inka doang. Kalo sama Inka kayaknya dimaafin enggak, ya? Alta tuh kayaknya pendendam banget keliatannya. Pasti susah deh minta maaf sama dia,” ucap Elvano.
“Coba aja,” ucap Arsen.
“Apa gue minta tolong Inka aja ya buat minta maaf ke Alta?” tanya Elvano. Arsen hanya menatapnya seolah apa yang diucapkan oleh Elvano adalah ide yang buruk. Melihat respon temannya, Elvano malah semakin pusing sendiri.
“Dahlah, pasrah aja gue!”
—🐾
Mini theater 🎭
Penulis : Pengen dibikin persahabatan mereka pecah deh.
Elvano : Astaga, jangan dong!
Penulis : Enggak seru dong, persahabatan adem-anyem terus.
Elvano : Astaga, Tuhan!
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Strike up a Friendship
Roman pour Adolescents[ B E L U M R E V I S I ] Kata siapa sahabatan sama lawan jenis tuh sering baper? Jangankan mikirin buat naksir temen sendiri, mikirin masalah mereka aja kadang rasanya pengen lompat dari atas gedung tapi karena takut masuk neraka aja mereka masih e...