Part 05 : Elena's Flashback

82 11 1
                                    

—🐾

Mungkin kalian bertanya-tanya, bagaimana sih gaya pacarannya Elena dan mantannya sampai Elena masih susah sekali move on darinya? Sekarang, mari kita lihat.

Saat itu Elena baru saja menjadi mahasiswa baru. Seperti semangat orang-orang yang baru lulus SMA pada umumnya, Elena juga termasuk orang yang suka sekali memposting foto dirinya di sosial media dengan balutan pakaian santai serta almamater kampusnya. Seolah-olah membanggakan diri kalau ia sudah bisa belajar dengan pakaian bebas dan sudah memakai almamater. Seperti orang-orang keren pada umumnya. Bahkan saat mahasiswa kampus melakukan demonstrasi pun, Elena juga ikut andil di dalamnya, ikut berteriak menyerukan keadilan padahal ia tak tahu pasti apa akar permasalahan yang sedang dituntut oleh mahasiswa yang lain.

“Kenapa ikut-ikutan demo?”

“Biar keliatan keren aja, keliatan gitu kayak mahasiswa kritis dan agent of change.”

Kira-kira begitulah jawaban Elena ketika ditanya oleh teman sekelasnya, karena Elena pernah izin satu mata kuliah hanya untuk mengikuti demonstrasi.

Seperti kisah cinta khayalan dalam novel-novel kesukaan Elena, ia bertemu dengan seorang pemuda saat kegiatan demonstrasi sedang berlangsung. Pemuda itu terlihat keren dengan balutan kaos putih polos dan almamaternya yang tak ia kancingkan, dengan sebuah pita merah-putih diikatkan di kepalanya, pemuda itu berseru sambil membawa sebuah karton bertuliskan “WAKIL RAKYAT TAPI TIDAK MEWAKILI RAKYAT!”

Elena melihat bagaimana pemuda itu berseru sambil mendukung teman-temannya yang lain yang juga menyerukan semua keluhan. Bagi Elena, kala itu semua suara teriakan pendemo lainnya seakan terendam dan gerakan pemuda itu serasa melambat.

Ragu, Elena dengan pasti mencoba bergeser mendekati pemuda itu. Ia bahkan mendorong orang-orang yang ada di sebelah pemuda itu dan ikut-ikutan berteriak sehingga pemuda itu menoleh dan tersenyum padanya. Demi Tuhan, Elena saat itu merasa seperti sedang bertemu pangeran tampan pembela kebenaran dalam novel.

Beberapa saat kegiatan demonstrasi berlangsung, para pendemo pun beristirahat dan mulai membagikan air mineral untuk pendemo lainnya. Mereka duduk di depan Kantor DPRD dan mulai menyantap camilan sederhana yang memang sudah dibawa oleh beberapa rekan-rekan dari Dewan Mahasiswa, seperti air mineral dan juga roti serta kue-kue kering lainnya.

“Nih, minum.”

Elena mendongak dan mendapati pemuda yang tadi ia kagumi menyodorkan sebotol air mineral padanya. Elena mengambil botol tersebut dan mengucap terimakasih. Pemuda itu duduk di sampingnya dan mulai memakan roti miliknya sendiri.

“Semester berapa?” tanya pemuda itu.

“Masih mahasiswa baru, Kak.” Elena menjawab.

Pemuda itu menatapnya kaget, “seriusan? Wah, keren banget. Padahal masih mahasiswa baru tapi udah berani ikut demo. Biasanya mahasiswa baru tuh masih ambis-ambisnya ngejar nilai. Ikut demo pun biasanya yang memang udah cinta banget sama organisasi gitu.”

“Gue pengen menyuarakan suara juga, Kak. Secara selain gue sebagai mahasiswa, gue juga rakyat dong.” Elena menyahut.

Pemuda itu terkekeh kecil dan mengusap kepala Elena dengan lembut. Elena tercekat kaget hingga pemuda itu langsung menarik tangannya dari kepala Elena. “Maaf, gue enggak sengaja.”

Elena menggeleng, “gapapa. Kaget aja. Oh ya, lo semester berapa, Kak?” tanya Elena.

“Semester lima, dari Fakultas Hukum.” Pemuda itu membalas.

“Gila, keren banget. Pasti lo merasa banget 'kan ya urusan keadilan kalo begini mah. Serius, Kak. Pasti ini demo lo yang kesekian kalinya, 'kan?” tanya Elena.

[END] Strike up a Friendship Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang