—🐾
Hari ini, keempat sahabat itu sedang duduk di Kantin seperti biasa. Elvano baru saja selesai bimbingan dengan dosen pembimbingnya, Elena menunggu kelasnya yang akan dimulai satu jam lagi, Inka yang baru saja selesai dengan kelasnya dan Arsen yang ke Kampus hanya untuk meminjam buku di Perpustakaan.
“In, perasaan lo gimana?” tanya Elvano sedikit ragu.
Inka menatap temannya dan kemudian tersenyum, “perasaan gue? Enggak ada yang salah tuh, kenapa?” tanya gadis itu.
Elvano ingin bertanya lagi, tapi sepertinya temannya itu sedang dalam masa mencoba untuk move on. Menurutnya, kejadian saat Altair memutuskannya beberapa hari yang lalu cukup menjadi topik sensitif jika dibahas. Mengingat bagaimana Elena dulu saat baru putus dari Sagara, Elvano memilih untuk tidak membawa topik tentang Altair kepada Inka. Takutnya sahabatnya itu masih galau.
Sepertinya, Inka lupa menceritakan kepada sahabat-sahabatnya kalau dia dan Altair sudah balikan, teman-teman.
”In, tenang aja. Lo punya kita. Kita enggak bakal ninggalin lo!” ucap Elena dengan penuh semangat. Inka hanya menatap mereka bingung, “maksudnya?”
Ketika Elena akan menjawab, tiba-tiba saja seorang mahasiswi datang ke arah mereka dan bertanya kepada Inka. “In, cowok lo bolos kemana sih? Gue panik njir, dia yang megang materi presentasi hari ini!” ucap mahasiswi itu.
“Gosah bahas tentang Alta ke Ink—” “Nih, materi presentasi ada di sini.” Inka menyela ucapan Elena dengan memberikan flashdisk kepada mahasiswi itu.
“Astaga, makasih banget lho. Aish, bilangin ke cowok lo dong. Kalo mau bolos bilang dulu atau enggak kasihin dong materi presentasi ke temen kelompoknya. Gue panik sendiri anjir! Yodahlah, gue duluan ya!”
Inka melambaikan tangannya kepada mahasiswi itu dan kemudian menatap ketiga sahabatnya. “Kenapa?” tanyanya bingung.
“Gue bingung. Lo 'kan udah putus sama Alta, kok mas—” Elena tak jadi melanjutkan ucapannya ketika Arsen menatap Inka dengan tatapan serius dan bertanya, “lo balikan?”
Inka menepuk keningnya, “gue lupa. Hehe, iya. Gue balikan.” Elena melotot tak percaya, “kapan? Kok bisa? Ih, kenapa enggak cerita?” tanyanya.
Inka tersenyum tipis, “udah hampir lima hari kayaknya deh. Waktu itu gue dibantuin sama Nyokapnya Alta. Jadinya kita balikan deh,” jawab Inka.
Elvano tersenyum lega, “syukur deh. Gue merasa bersalah banget tau. Gue ngerasa gara-gara bantuin gue, lo sama dia malah putus. Gue seneng kalian enggak jadi putus,” ucapnya tulus.
Inka mengangguk, “makasih, ya. Maaf banget gue enggak bisa bantuin lo biar Alta maafin lo. Dia bilang enggak mau bahas itu lagi dan enggak mau brantem lagi sama gue. Nyokapnya juga udah bilang jangan bikin Alta marah lagi, gue enggak bisa bantu. Maaf banget, ya?” ucapnya.
Elvano mengangguk paham, “santai aja lagi. Asal lo sama dia enggak putus gara-gara gue, gue enggak masalah kok.”
“Tapi dia enggak masalah emang kalo lo masih temenan sama kita? Gue yakin, enggak cuma sama Vano, dia pasti marah juga sama kita. Gue yang ngebentak dia atau Arsen yang ngedobrak pintu rumahnya dia,” ucap Elena.
Arsen hanya mendengarkan dan Inka menjawab, “dia bilang gue masih bebas buat temenan sama kalian, secara gue udah kenal kalian lebih lama daripada gue kenal dia. Jadi, dia enggak bakal ngelarang gue, tapi ya dia enggak mau terlibat lagi kalo diajak nongkrong bareng.”
“Huft, kalo bukan pacar lo, udah gue bacotin tuh,” ucap Elena kesal.
“Maaf, ya?” ucap Inka menyesal.
“Bukan salah lo. Lagian, Alta keliatannya cukup pengertian kok. Dia marah sama kita, tapi enggak ngelarang lo temenan sama kita. Ya, terlepas dari dia yang enggak mau maafin kita. Gue yakin, mungkin dia punya alasan sendiri kenapa enggak mau maafin orang lain, apalagi lo waktu itu ngomong kalo dia enggak bakal maafin orang yang bikin dia marah atau kecewa dan lebih milih buat ngusir orang itu dari hidupnya dia. Mungkin dia punya pengalaman buruk tentang itu makanya dia sensitif tentang itu, gue paham kok,” ucap Elvano.
“Kalian semua gapapa?” tanya Inka.
“Gue gapapa kok. Asal lo bahagia, gue udah seneng. Siapa sih yang enggak seneng kalo sahabatnya bahagia?” ucap Elvano.
Arsen mengangguk, “gue juga.”
Elena merengut kecil, “walaupun dia ngeselin, tapi lo cinta mati sama dia. Gue memang bisa apa? Bener kata Vano, selagi lo bahagia, ya gue juga bakal bahagia,” ucapnya.
Inka tersenyum, “makasih banget, ya! Gue merasa beruntung banget dapet sahabat kayak kalian,” ucapnya.
—🐾
Altair sedang menonton Dora the Explorer ketika Inka datang dan langsung duduk di sampingnya. “Kok enggak bilang kalo lo bolos?” tanya Inka.
“Bilang kok, cuma kuota gue abis. Mungkin enggak masuk aja tuh chatnya,” balas Altair.
Inka merengut kecil, “kan bisa nyari wifi gratis. Untung gue bawa tuh flashdisk, kalo enggak abis tuh temen sekelompok lo enggak bisa presentasi karena enggak ada materi,” ucapnya.
“Daripada di gue? Yang ada ntar beneran enggak presentasi tuh orang,” balas Altair.
Inka mendelik kecil dan kemudian menangkup pipi Altair lalu mengarahkannya kepadanya. “Gue dianggurin mulu, apa bagusnya sih nonton Dora?” ucap Inka.
Altair terkekeh geli, “sejak kapan lo bersikap manis kek gini? Geli tau,” ucapnya sambil melepaskan tangan Inka dari pipinya dan kembali menonton.
Inka berdecak kecil dan kemudian berdiri untuk pergi menuju dapur. Di dapur, ia menemukan banyak makanan di dalam tudung.
“Ibu tadi mampir, ya?” teriak Inka agar bisa didengar oleh Altair.
“Iya. Laper makan aja sendiri!” balas Altair dari ruang tengah.
“Lo udah makan?” Inka kembali berteriak.
“Udah, In. Jangan teriak-teriak. Dora jadi enggak kedengeran!” Altair balas berteriak.
Inka berdecak kecil, ”dia sendiri juga teriak-teriak. Udahlah, makan aja. Laper. Masakan Ibunya Alta 'kan enak banget,” ucap Inka.
Gadis itu pun mengambil piring dan segelas air mineral dingin. Saat ia tengah asyik makan, Altair pun datang dan langsung menatap makanan di atas meja. “Enak banget makannya.” Altair menyindir.
Inka menatapnya malas tanpa berniat membalas. Ia lebih memilih melanjutkan makannya. Altair yang diabaikan pun hanya bisa menggeleng pelan dan berjalan menuju meja dapur.
“Ngapain?” tanya Inka.
“Bikin kopi. Mau?” tawar Altair.
“Abis ini beli cornetto, yok?” ucap Inka.
Altair menatapnya, “makanan di depan lo aja belum abis, udah ngajak makan es krim aja. Enggak ada es krim hari ini. Jangan terlalu sering makan es krim, In. Ntar gigi lo sakit, gue enggak mau ya ntar harus dengerin lo ngerengek sakit gigi. Lo jadi susah makan kalo lagi sakit,” ucap Altair.
Inka merengut, “yaudah, ntar gue beli sendiri aja. Kayak gue enggak punya duit aja!”
Altair mendelik, “awas aja nelpon gue trus ngerengek sakit gigi,” ucapnya ketus.
“Alta! Gue jitak lo, ya!”
Altair hanya bisa tertawa kecil dan kembali sibuk membuat kopi. Inka sendiri sudah misuh-misuh sambil makan.
Ya, seenggaknya kita udah balik kayak semula. Batin Altair lega.
—🐾
Mini theater 🎭
Penulis : Wah, udah part 20 aja. Enggak disangka.
Elena : Yeay! Hore!
Elvano : Tolong jangan bikin aneh-aneh.
Penulis : Suka-suka gue. Kalo gue mood.
Inka : Jangan bikin gue putus lagi!
Altair : Nikahin aja deh gue sama Inka.
Penulis : ತ_ʖತ Enteng bener ngomong nikah!
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Strike up a Friendship
Ficção Adolescente[ B E L U M R E V I S I ] Kata siapa sahabatan sama lawan jenis tuh sering baper? Jangankan mikirin buat naksir temen sendiri, mikirin masalah mereka aja kadang rasanya pengen lompat dari atas gedung tapi karena takut masuk neraka aja mereka masih e...