15- SS: Sakit

3.1K 545 105
                                    

Happy Reading

Percikan benda cair berwarn merah mengenai jendela kaca pembatas di lorong. Percikannya, bagaikan lukisan abstrak yang diinginkan si penciptanya.

"Nggak ..."

Napasnya seakan tercekat. Bayangan hitam yang sekilas datang, seakan merenggut pasokan oksigen di otaknya. Benda hitam itu mengarah ke arah perempuan berkulit putih dan menembus pelipisnya. Dia dapat melihatnya dari celah-celah cahaya yang masuk, percikan benda cair berwarna merah mengalir di mana-mana. Suara teriakan terdengar jelas di pendengarannya. Mereka berlarian tidak tahu arah.

"Jangan!"

Langkah kaki semakin mendekat ke arah kotak panjang ini. Membuat detak jantungnya meningkat karena hormon adrenalin. Dan kini, pintu telah terbuka. Dua pasang mata saling menatap satu sama lain. Untuk sekian lama, ketika benda hitam itu menyentuh pelipisnya.

"Don't do it! Please!"

Suara petikan kecil itu, mengeluarkan bercakan cairan berwarna merah, dan mengenai wajahnya. Cairan itu ada di mana-mana. Suara orang-orang saling bersahutan. Hingga rasanya, dia bisa tenggelam dan hanyut.

Seakan tidak ada yang bisa menggapai tangannya untuk naik ke dasar, kembali.

"Ibu!"

Newa, dia terbangun dari mimpi buruknya.

Napasnya menderu, keringat dingin keluar dari tubuhnya. Newa merasakan sesuatu yang dingin dari dahinya. Tubuhnya bergemetar. Dia hendak bangun, tapi tubuhnya menolak. Dia merasa begitu lemah. Newa menoleh ke arah kiri. Perlahan matanya menangkap seseorang di sampingnya.

Matanya tidak berkedip, saat melihat seseorang duduk di kursi belajarnya, di samping tempat tidurnya.

"Summer!" lirihnya.

Tapi, Summer terlihat sedang tertidur dengan tangan yang dilipat. Newa mengalihkan pandangannya, ke arah jam digital di atas meja belajarnya. Pukul 02.45 dini hari.

Perlahan, tangan Newa bergerak ke arah tangan Summer. Hingga akhirnya Summer tersentak.

"Newa? Lo udah bangun?" Ekspresi Summer terlihat sangat khawatir.

"Lo ngapain tidur di sana? Pindah ke tempat tidur!"

Summer tidak menjawab, dia mengambil kain kompres yang ada di kepala Newa. Lalu memasukkannya kembali ke ember kecil yang telah berisi air. Summer memeras kain itu dan kembali meletakkannya di kepala Newa.

"Lo lagi sakit, nggak usah banyak bicara. Gue nggak ketemu ice bag, jadi ini aja dulu. Semalam, lo ngomongnya juga ngelantur. Badan lo juga panas. Gue mau bilang ke Mama, tapi Mama nggak lagi di Shadow. Mau ngehubungi Mama, tapi gue takut mereka yang khawatir di sana. Jadi, rencananya mau kasih tahu pagi aja. Kepala asrama juga belum tahu. Gue ketiduran, karena lo udah mendingan tadi."

Newa tersenyum tipis. Matanya masih lelah, karena tubuhnya yang terasa lemah.

"Jangan kasih tahu mereka, besok kan juga libur. Jadi, gue istirahat di kamar aja. Nanti juga sehat sendiri. Besok, lo bawa aja obat penurun panasnya ke sini."

"Tapi, kalau kondisinya nggak membaik gimana? Atau gue kasih tahu Sakha aja?"

Newa menggeleng lagi. "Gue baik-baik aja. Jangan kasih tahu Sakha, nanti dia khawatir. Besok itu hari pertama dia ikut ekskul pilihannya. Lo juga kan? Sana istirahat aja."

"Tapi—"

"Katanya tadi gue nggak boleh banyak bicara."

Summer menghela napas berat dan akhirnya mengangguk. Tapi sebelum itu, dia menarik selimut Newa sampai ke atas dada Newa.

SEPASANG SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang